Sejarah Indonesia dari Sisi yang Berbeda, merupakan tema Tantangan Blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan Agustus 2024 ini. Sebuah tantangan yang memang sungguh menantang.
Apalagi mamah Andra sebagai host menantang para mamah ini untuk melakukan riset mini soal sejarah. Mau sejarah asal-usul seperti artikel Teh Dewi, atau Teh Sari, saya kekurangan nara sumber atau minim banget bukti-bukti.
Saya cuma tahu Papah saya tentara, konon termasuk Tentara Pelajar, dan bergabung ke salah satu divisi militer di Jawa Tengah. Papah seingat saya jarang menceritakan masa perjuangan zaman dulu, kami pun sepertinya hanya diminta belajar yang rajin.
Sedangkan Mamah, menurut penuturannya keturunan Amangkurat IV, salah seorang raja zaman Mataram. Saya pernah diberi selembar kertas ukuran A0 untuk disalin ulang silsilah raja-raja Mataram ini sampai ke ujung bawah, posisi Eyang saya.
Entah ada di mana kertas segede meja ini, tugas Mamah pun belum sempat saya kerjakan. Mindset saya waktu itu, hari gini, engga ada pengaruhnya saya keturunan raja zaman berabad yang lalu. Belum lagi kata Mamah, kami keturunan Kyai Ageng Sela, konon salah satu tokoh spiritual di masa kesultanan Demak. Beliau dikenal dengan kesaktiannya sebagai tokoh yang mampu menaklukkan petir.
Tentang penakluk petir dan orang sakti ini malah jadi becandaan suami ke saya, “Awas jangan coba-coba berani sama Ibu. Sakti, turunannya penangkap petir!”
Belajar Sejarah dari Foto Lama
Belajar sejarah dari foto lama! Itulah yang dilakukan oleh suami ketika menempuh pendidikan doktoralnya belasan tahun silam. Kajiannya adalah tentang periklanan.
Sebagai alumnus Desain Grafis (sekarang Desain Komunikasi Visual) ITB puluhan tahun silam, saya sudah mengikuti perjalanan studinya sejak S1, S2, sekarang S3. Ketika S1, selain karya tugas akhir, mahasiswa juga diwajibkan menulis skripsi. Judul skripsinya waktu itu “Peran Model Iklan Wanita Dalam Iklan Barang”.
Kali ini fokus kajiannya pun tak jauh-jauh dari dunia periklanan. Persoalannya, rentang waktu penelitiannya adalah iklan cetak tahun 1950 hingga 1957. Jadi aja, harus mencari data-data iklan zaman tersebut, kan.
Maka dicarilah foto-foto lama dari berbagai sumber. Kami…eh…suami (soalnya saya ikut sibuk…hehe)…menemukan kliping dari koran jadul yang dipamerkan di sebuah pameran barang pre-loved di Kota Baru Parahyangan. Dapat juga dari buku-buku lama, majalah, website, dan banyak lagi.
berburu data ke pasar loak untuk penelitian, sumber: hani
Judul disertasinya adalah “Karakter Visual Iklan Cetak Tahun 1950-1957di Indonesia”.
Mungkin menjadi pertanyaan dari pembaca, kenapa rentang waktu 1950-1957 yang dipilih? Kan Indonesia merdeka di tahun 1945.
Iya, sih, merdeka tahun 1945, tetapi penyerahan kedaulatan oleh Pemerintah Belanda baru berlangsung pada tanggal 27 Desember 1949. Oleh sebab itu tahun 1950an merupakan tahun-tahun peralihan terbesar dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia.
Rasa berkebangsaan yang tertinggi terjadi pada tahun-tahun awal kemerdekaan. Karya-karya visual, termasuk iklan terbentuk karena lingkungan yang mempengaruhinya.
Visualisasi terjadi karena pengaruh peristiwa, tokoh, kondisi sosial, munculnya biro iklan, dan sistem nilai yang berlaku pada zamannya. Pola visualisasi dirancang untuk mempersuasi dan membentuk konsep diri pemirsa.
Peristiwa politik pada masa tersebut juga menjadi pilihan rentang waktu penelitian, karena mau tidak mau kalau berkaitan dengan subjek sejarah, pastinya kebijakan pemerintah pun berlaku.
Menemukan Karakter Dari Sebuah Iklan
Menarik ketika saya pun ikutan memerhatikan sekitar 200-an gambar-gambar iklan cetak yang dijadikan sampel tersebut. Ada benang merah yang bisa kita simpulkan bahwa pada suatu masa, pemilihan karakter tergantung pada tren masa itu.
Sebagai negara yang baru merdeka, tokoh sentral tahun 1950-an adalah Bung Karno, karena beliau gagah, ganteng, dan terlihat pandai. Sebagai proklamator, dan sebagai presiden, Soekarno kebetulan berperawakan proporsional dan berwajah tampan, sehingga menjadi idola masyarakat Indonesia.
Apa yang dipakai Soekarno, yaitu peci, model jas dan dasi, menjadi model yang ditiru oleh sebagian masyarakat Indonesia. Itu sebabnya karakter iklan di zaman tersebut, tokoh prianya memakai jas-dasi dan berpeci.
Sedangkan untuk tokoh wanita, ada kesimpulan yang mengerucut hasil wawancara suami ke seorang ibu yang mengalami masa-masa pra kemerdekaan hingga abad 21 di Indonesia.
Ibu sepuh ini, Ibu R, Abdurahman rahimahullah, ibu seorang teman, mengatakan, waktu itu beredar opini tentang prinsip Soekarno, bahwa wanita di sampingnya harus muda, cantik, dan menarik.
Dreskode wanitanya tentu saja yang menampilkan ciri Indonesia.
Ada foto Presiden Soekarno dan istri di tangga teras istana negara dalam rangka menyambut kunjungan seorang industriawan India bernama B. Patnaik.
Pada foto tersebut, Bung Karno mengenakan setelan jas warna terang dengan model saku tempel mirip jas safari, berdasi, berpeci, dan menggunakan sepatu hitam. Sedangkan Ibu Fatmawati tampak anggun menggunakan kebaya bunga, berkain batik dengan tepi diwiron, tata rias digelung sanggul belakang, dan memakai alas kaki selop.
Model pakaian tokoh sentral Indonesia inilah yang muncul dalam penggambaran ilustrasi figur iklan.
Di masa yang bersamaan, ada tokoh idola lainnya yaitu bintang film Hollywood, karena film-film era 1950-an juga menjamur di bioskop-bioskop di Indonesia.
Misalnya film “Gone With the Wind”, tokoh prianya Clark Gable digambarkan sebagai pria yang senantiasa berpakaian necis, kumis tipis, dan rambut klimis.
ide figur iklan, sumber: hani
Sedangkan tokoh wanitanya, hidung mancung, alis dibentuk rapi, rambut ikal sebahu, menjadi tren yang juga menjadi ciri visual pada iklan-iklan produk era 1950-an.
Percampuran gaya bisa dilihat pada beberapa iklan, misalnya iklan produk rumah tangga, seperti sampo, margarine, atau minyak goreng.
Tokoh wanita yang sedang memasak atau memakai celemek, berhidung mancung, muka oval, tetapi bersanggul dan berkebaya.
visualisasi iklan cetak, sumber: disertasi Didit
Sebagian besar iklan cetak di era 1950-an tersebut ilustrasinya dibuat manual dengan teknik tinta yang dirender. Teknologi cetak pun masih terbatas belum berwarna. Begitu pula dengan teknik fotografi, masih film hitam-putih.
Penokohan figur iklan pada era 1950-an tentu saja berbeda dengan tahun 2024 di era abad 21 sekarang ini. Tokoh-tokoh populer, mulai dari artis hingga olahragawan masih menjadi pilihan desainer iklan masa kini. Bahkan akhir-akhir ini kita bisa menciptakan sendiri karakter melalui AI (artificial intelligence) Image, hanya berbekalkan kata kunci.
Mungkin sekarang makin jarang mendapatkan visualisasi iklan cetak, karena tersingkirnya media cetak digantikan oleh iklan digital di semua media.
Teknik iklan pun sudah sangat berkembang, dari cetak menjadi film, dari hitam putih menjadi berwarna. Dari film televisi menjadi pop-ads digital, iklan yang sekian detik sering muncul di layar ponsel kita.
Penutup
acara bedah buku “Visualisasi Iklan Cetak Indonesia Era 1950-1957, IKJ, sumber: hani
Mempelajari sejarah memang bisa dari berbagai sudut. Tema blogging “Sejarah Indonesia dari Sisi yang Berbeda”, memang tidak lepas dari sejarah perjuangan pahlawan kita dalam memperjuangkan kemerdekaan Indonesia.
Jauh sebelum itu pun, sebelum kolonialisme menjejakkan kakinya di bumi Pertiwi melalui misi perdagangan, sejarah Nusantara pun sudah lama terbentuk sejak masa kerajaan Hindu.
Berbagai artikel yang telah ditulis Mamah-mamah yang semangat melakukan riset, mulai dari silsilah keluarga, sejarah raja-raja di pulau Jawa, jejak kolonial di Timur Indonesia, hingga sejarah tulisan Gajah Mada, mewarnai tema MGN kali ini.
Catatan sejarah akan terus bertambah selama Indonesia tetap merdeka.
Tugas kitalah sebagai anak bangsa memertahankan dan mengisi kemerdekaan yang telah mencapai 79 tahun ini dengan hal-hal bermanfaat.
MERDEKA!
Sumber:
Soewardikoen, Didit Widiatmoko; 2015; Visualisasi Iklan Indonesia era 1950-1957; Penerbit Calpulis; Yogyakarta.
Menarik ya, Teh. Gaya pariwara tahun segitu menggabungkan karakteristik Fatmawati dan Marilyn Monroe.
Buku yang menarik nih, Mbak. Jadi bisa tau seperti apa visualisasi iklan di tahun itu. Dan saya paling fokus dengan iklan kecap cap Bango. Tapi model-model perempuannya seperti yang diiklan korek apa Agogo, Mbak hehehe.
Berasa nostalgia bacanya saya…Ada iklan cetak Indonesia zaman baheula. Berasa kembali dibawa oleh mesin waktu.
Terima kasih Mbak Hani sudah mengulas ini
Keren sekali disertasinya Pak Suami, Alhamdulillah diterbitkan juga jadi buku populer ya sehingga lebih banyak lagi yang bisa bertambah wawasannya.
Jadi inget salah seorang food vlogger yang lumayan terkenal (subscribers nya jutaan) yang punya konten mraktekin makanan berdasarkan buku resep judul
Gambarnya persis di atas, hurufnya “j” masih “dj” huruf “c” masih “tj” dst
sangat menarik lihat kontennya, walau saya gak tertarik untuk niru karena pasti rasanya gak enak masakan yang sekarang hehehe
Sangat menarik, Mbak. Kecap Bango yang ada di foto itu apakah cikal bakal kecap Bango yang ada sekarang?
Artikelnya menarik sekali, mbak. Bikin saya seperti hanyut dalam aliran waktu, menjelajah model-model populer tempo dulu sambil mengamati ciri khas mereka. Wuih risetnya beneran keren.
Era 1950-1957 itu benar-benar masa di mana tanah air sedang bergolak ya Mbak. Gak hanya secara politis tapi juga tentang banyak sudut kehidupan, tentang perdagangan, komersialisme, dan perkembangan komunikasi publik.
Melihat selintas lembaran disertasi yang disertai dengan contoh iklan di zaman itu, sentuhan klasik dan vintagenya mendominasi. Tapi wajah ke-Indonesia-an masih banget dipertahankan. Para wanita mengenakan kebaya dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan ibu negara (Fatmawati) pun melakukan hal yang sama. Jadi contoh bagaimana pakaian nasional sudah menjadi ciri khas yang begitu kuat di zaman itu.
Saya jadi pengen baca disertasi lengkapnya suami Mbak Hani.
Belajar sejarah lewat beragam visualisasi ternyata seru dan bikin decak kagum terus ya, karena banyak informasi yang didapatkan jadinya. Trims kak, jadi sekaligus dapat wawasan baru buat Fenni membaca ini
Seru juga tema nya, jadi bikin para bloggers mau tidak mau belajar banyak sejarah dan menulisnya dari sisi yg berbeda. Keren!
Ngakak Teh, yang bagian Pak Suami berkelakar terhadap Teteh mengenai orang sakti dan penangkal petir ehehe.
Unik sekali tulisan Teh Hani, sebuah sejarah pop culture yang tidak bisa di-ignore. Teh Hani berhasil mengajak saya melihat sejarah melalui lensa yang berbeda, termasuk dari sudut pandang iklan dan visualisasi budaya di masa lalu. ????
Wahh pengetahian banget nih..
Ada gaya khas di setiap masa buat mengiklankan sesuatu ke masyarakat ya.. apalagi iklan cetak di masa peralihan kemerdekaan yang dinamis.
Visual tetap on point sejak dulu hehe
Jadi menambah wawasan sekalii..
Biasanya iklan itu menjawab sebuah keresahan di masyarakat. Sama seperti trending akhir-akhir ini dengan berbagai isu politik, lalu muncullah berbagai macam iklan deodoran atau minyak wangi.
Kalau mengenai modelnya, aku baru memahami bahwa ini juga mengamati isu sosial yang paling hot dan terekam kuat imejnya di masyarakat yaa..
Jadi Visualisasi Iklan Cetak Indonesia Era 1950-1957 digambarkan sesuai dengan zaman dan kondisi sosial di Indonesia.
sangat Bermanfaat kak
Belajar sejarah dari buku ini. Memang benar Indonesia merdeka tahun 45. Tapi kedaulatan baru diberikan tahun 1949. Lama bener ya dan kita jadi tahu gimana perjuangan pahlawan kita dulu dalam memperjuangkan kemerdekaan