Ketika Teman Berhutang dan Kiat Menghadapinya

hani

teman berhutang

Bukan sekali dua saya baca status teman-teman di FB tentang sulitnya menagih hutang ke teman. Ada keluhan seorang teman yang curhat, teman yang ditagih malah marah-marah. Thread ini pun jadi panjang, bak gayung bersambut, diberi komen-komen netizen senasib lainnya. Intinya, penghutang malah lebih galak daripada yang memberi hutang. Ketika teman berhutang, bisa-bisa berujung jadi musuh.

Sulitnya Menagih Hutang

Bahkan baru-baru ini seorang teman antara gemes, kasihan dan emosi lain nyetatus, uangnya lenyap bersama wafatnya seorang temannya.
Pertama “inna lillahi wa inna ilaihi rojiun” untuk temannya teman yang wafat. Kedua, ternyata teman yang wafat ini telah berhutang dan istrinya ketika ditagih malah memblok media komunikasi.
Dalam hati saya, “inna lillahi wa inna ilaihi rojiun” yang kedua untuk teman yang nyetatus.
Kalau ditilik dari sudut ketaqwaan, apapun kan titipan Allah swt, pinjaman, yang sewaktu-waktu diambil oleh yang Maha Memiliki segalanya.
Bisa berupa harta bahkan nyawa.
Mungkin, sudah nasib teman yang nyetatus, harta yang dititipkan Allah swt hanya sampai disini. Lepas dari status teman-teman FB yang galau, ternyata membuat saya bisa keidean menulis artikel.

Ketika Teman Berhutang

Memang menjengkelkan betul ketika kita harus menagih hutang, sementara yang ditagih adem ayem.
Seingat saya, pertama kali teman berhutang, bertahun lalu, saat sedang hamil anak ke dua.
Sesama teman dosen, seorang bapak. Saya lupa alasannya berhutang.
Jumlahnya tidak besar kala itu.
Kalau tidak salah ingat, si Teman akan mengembalikan setelah tenggat waktu tertentu. Ketika tiba tenggat waktu yang dijanjikan, si Teman mangkir.
Setelah berkali menagih, jadi tak enak sendiri.
Saya berhenti menagih, tetapi teman itu saya diamkan.
Saya anggap saja tidak ada di dunia ini. Entah jahat bukan sih?
Apalagi waktu itu saya Ketua Program Studi.
Tapi cukup ampuh. Tak lama kemudian hutang saya dibayar.

Itu adalah pertama kali saya memberi hutang dan cukup traumatis.
Traumanya adalah pengalaman menagih yang tidak mudah.
Saya koq seperti kehilangan muka.

Adab Berhutang

Waktu itu saya belum punya ilmunya, adab menghutangi orang seperti ditulis dalam blognya Candra Dewojati. Candra sampai memposting tiga artikel tentang hutang-piutang. Rupanya masalah ini dalam beberapa hal cukup meresahkan, bila kita tidak tahu cara menyikapinya.

Memang sih banyak koq penjelasan, bila kita mempunyai hutang, ketika meninggal, malaikat akan ini dan itu. Sering juga saya dengar, bila seseorang wafat, sebelum disholatkan, kemudian diulang lagi, di tepi liang lahat, ahli waris mengumumkan bila almarhum atau almarhumah berhutang, ahli waris bersedia menanggung.
Tapi seumur-umur belum pernah tuh, menjumpai ada di antara pelayat yang ujug-ujug mengacungkan jari, iya, almarhum utang ke saya sekian-sekian.
Entah, bila diam-diam mendatangi ahli waris.
Buktinya contoh teman FB yang nyetatus itu, ahli waris malah memblok komunikasi. Bahkan ada netizen lain yang curhat, ahli waris malah berkelit, itu kan urusan almarhum.

Kiat Ketika Teman Berhutang

Sejak pengalaman pertama memberi hutang tersebut, saya jadi punya kiat bila ada teman berhutang.
Kiat ala-ala saya:

1 – Jumlah

Bila teman berhutang sejumlah Y, walaupun dananya ada, berikan secukupnya, misalnya 1/4 Y, 1/10 Y, terserah.
Ini sih untuk jaga-jaga, bila teman saya mangkir, tidak sakit hati uang tak kembali. Menilik apa yang tertulis di blog Candra, bahwa memberi hutang harus ikhlas. Kan sulit mengukur kriteria ikhlas.
Ikhlas adanya dalam hati dan hanya Allah swt yang bisa mengukur.
Apalagi bila hitungannya juta-juta.

2 – Uang tidak bicara

Jangan sok kaya memberikan semuanya.
Sering dengar kan sindiran, “uang tidak bicara”.
Bersyukur saja bila teman yang diberi hutang menyindir seperti itu, karena misalnya yang kita berikan kurang. Orang lain tidak tahu dan tidak mau tahu, kebutuhan keluarga kita apa saja.
Setiap keluarga punya perhitungan dan masalahnya masing-masing bukan? Bukannya tidak kasihan.
InsyaAllah ada dermawan-dermawan lain yang bersedia membantu lebih banyak lagi.

3 – Dana keluarga

Saya pernah baca status teman yang cukup sedih, karena tabungan untuk pendidikan anak dihutangkan ke teman, dan teman ini mangkir.
Mungkin yang bersangkutan menganggap, dana itu belum dipakai sekarang, bolehlah dipakai dahulu membantu teman.
Ternyata begitu tiba saatnya dana itu akan dipakai anaknya, hutangnya belum kembali sepeserpun. Celakanya, teman yang ditagih malah galak.
Celaka keduanya, teman tersebut tidak minta ijin ke suami, memberikan hutang ke orang lain memakai dana untuk pendidikan anak.

Saya pun pernah mengalami hal yang mirip.
Saya ikut arisan di tempat mengajar sebagai instruktur piano.
Dihitung-hitung, bila saya menang, dananya cukup untuk membayar SPP kuliah anak. Nah, karena ini arisan diantara guru-guru, kocokan arisan siapa yang menang diatur saja sesuai kebutuhan anggotanya.
Misalnya bulan November ada yang mau bayar kontrakan. Ya guru bersangkutan yang dimenangkan.
Waktu itu saya minta dimenangkan di bulan Januari atau Februari.
Kebetulan bendahara arisannya lapor bahwa dana yang seharusnya untuk saya, dipinjam dulu, akan diputar katanya.
Nanti dikembalikan tepat saatnya menang arisan tersebut.
Saya jadi deg-degan karena sampai minggu depan batas waktu pembayaran SPP, dana belum juga saya terima.
Sudah sms, sudah ditagih, mangkir terus.
Hampir saja saya datangi ke rumahnya, sekalian mau menagih di depan suaminya. Saya pun kena tegur suami, kenapa ikut arisan segala untuk dana pendidikan anak.
Kenapa tidak menabung saja.
Benar juga ya, arisan kan tidak ada akadnya, jadi sulit untuk menagih. Sejak itu, saya tidak berani ikut arisan apapun.

4 – Janji tinggal janji

Walaupun teman tersebut janjinya berhutang, dan akan mengembalikan dalam rentang waktu tertentu. Lupakan.
Anggap saja uang saya tidak akan kembali.
Bersikap seperti ini ternyata membuat hidup lebih ringan.
Saya tidak kepikiran. Anggap saja semua titipan Allah swt.
Kalau tidak kembali sekarang, percaya saja akan kembali dalam bentuk lain.

5 – Akad dan Jaminan

Kesalahan saya ketika memberi hutang adalah tidak pernah membuat kwitansi atau meminta jaminan. Rasanya koq saya hitung-hitungan banget.
Belum lagi ada komentar: “Sama teman segitunya engga percaya”.
Padahal memberi hutang yang benar adalah ada akad tertulis dan boleh meminta jaminan.

Memberi hutang ternyata ada akadnya. Nah, bagaimana dengan merelakan hutang? Di blog Candra ada kutipan hadis:

Rasulullah SAW bersabda:
“Barang siapa yang menunda atau memaafkan piutang orang yang kesusahan, niscaya Allah akan menaunginya di bawah arsy, kelak di hari yang padanya tidak ada naungan selain naungan-Nya.” 

(Riwayat Bukhari, Muslim, At Tirmizy dan ini adalah teks riwayat At Tirmizy)

Saya pernah punya pengalaman. Teman dari sebuah komunitas berhutang, sebut saja (A). Awalnya A, memberi jaminan surat rumah, belakangan surat rumah tersebut diminta. Saya ya memberikan saja. Mungkin saya kurang galak. Lagipula saya bukan rentenir yang tega menyita jaminan surat rumah. Saya percaya saja uang akan kembali.

Waktu berlalu.

Pada suatu hari saya mampir ke rumah Ketua komunitas yang saya ikuti. Ndelalah bu A juga ada di sana. Pendek cerita Ibu Ketua komunitas jadi tahu cerita hutang-piutang saya dan bu A. Karena tahu uang tidak mungkin kembali, maka saya berniat mengikhlaskan saja. Ibu Ketua mendaulat saya untuk ijab-kabul mengikhlaskannya di depan bu A. Lengkap dengan jumlahnya dan atas nama Allah swt sambil berjabat-tangan.

Lhah…saya kok jadi menangis tersedu-sedu dong di depan mereka. Memang ya, ikhlas itu sulit, sodara-sodara…

Itulah kiat ala-ala saya.
Semoga yang berhutang dimudahkan bisa segera melunasi hutang-hutangnya. Dan yang ada kelebihan rizki dimurahkan dan diringankan hatinya untuk memberi piutang.

Nah, apa kiatmu?

diedit di Bandung, 26 Januari 2020

Also Read

Bagikan:

hani

Halo, saya Tri Wahyu Handayani (Hani), tinggal di Bandung. Pemerhati arsitektur dan pelestarian bangunan, main piano, menjahit, dan jalan-jalan. Kontak ke bee.hani@gmail.com

33 pemikiran pada “Ketika Teman Berhutang dan Kiat Menghadapinya”

  1. Kalo atas nama teman, agak susah mbak.
    Saya lebih milih ga ngutangin karena males nagihnya.
    Utangnya 100 200 tapi nagihnya bisa bikin pertemanan rusak

    Balas
    • Bener banget mbak Ratusya. Saya cenderung “ngasih” aja deh, walaupun teman awalnya bilang utang dan janji ngembaliin. Atau dari awal ga ngutangin, aman2 deh. Berikutnya kan ga akan dateng lagi, karena dianggap pelit. Hehe…becanda…Makasih yaa sudah berkunjung… 🙂

      Balas
    • Apalagi tipe orang yang “nggak enakan”, terlebih sama teman sendiri ya mending ikhlaskan saja. Ada lho teman yang manfaatkan ke-nggak-enakan kita 😜

      Balas
    • Betul. Sering, kasih saja yang ikhlas. Terus lupakan…
      Kalo mintanya besar pun, kasih semampunya. Takut kepikiran…
      Makasih sudah mampir…

      Balas
  2. Mba Hani, aku sering menerapkan cara nomor satu ketika teman berutang. Misalnya teman butuh 1 juta, aku pinjamin setengahnya saja. Hal sama juga berlaku untuk saudara. Cuma bedanya kalo sama saudara kadang saya kasih saja ikhlas. Kadang sejak awal dia berutang udah ada firasat uangnya gak bakal balik. Hahahaha. Jadi serba dilematis.

    Balas
  3. Saya kapok memberi hutang klo sama cowok di kampus. Apalagi sudah di hutangin ehhh bikin Maslah, gak pernah ngebntu padahl 1 organisasi. Giliran di tagih memgilang & bersa aku yang punya salah. Huh

    Balas
  4. Lah mba Hani, kenapa harus mba ijab Kabul seperti terpaksa?

    Saya ini orangnya gak tegaan mba..
    Dan saya itu punya feeling ketika orang berhutang.
    Kalo feeling saya berkata “orang ini susah balikin uang”
    Maka saya gak pinjamin seperti yang dia mau, tapi seikhlas saya..

    Karena apa? Kadang pun saya sering sekali gak punya dana segar buat kebutuhan anak.
    Kadang ya sebagai manusia biasa saya suka bilang ke diri saya “anak 5, entah lah kayak apa harusnya giat cari nafkah..”

    Lalu istighfar, anak saya itu rezekinya sudah ada yang masing-masing. Kenapa saya yang resah?
    Bukan sekali dua kali, banyak sekali pertolongan Allah yang datang ketika saya berserah. Bahkan terhadap hutang orang yang tak pernah dibayar.

    Balas
    • Waktu itu saya baru tahu, bahwa kalau ikhlas piutang, harus ikrar dpn ybs. Ternyata setelah mengucapkan, koq saya nangis gitu aja…Apalagi dpn saksi. Engga ikhlas, nanti gimana gitu…Kasian ke yg berhutang. Kaaan katanya memberatkan di akhiratnya. Wallahualam…

      Balas
  5. Paling kesel mba, sama orang-orang yang mangkir dari hutang, saya sih gak akan ikhlasin sampe kapanpun. Biar Allah dan semesta alam yang kasih warning ke yang bersangkutan. Risih aja kita yang diutangin jadi harus ngejar dan nagih-nagih terus kan.

    Balas
    • Manusiawi yah. Saya tuh smp msh keinget lho, misalnya ketemu orang. Ini nih yg pinjem sekian². Walopun engga diundat ke orangnya. Haha…Orangnya pun watados…

      Balas
  6. Saya pernah memberi hutangan dan akhrnya merelakan saja. Malas menagih.
    Demi ketenangan diri agar tidak ingat/berharap/jengkel dengan teman/keluarga yang hutang.
    Emak saya berpesan, jika ada orang hutang, jangan pinjami. Tapi jamu dengan baik, pulangnya diberi sangu yang lumayan. Mungkin itu akan sangat melegakannya dan membuat bebannya sedikit terangkat.

    Balas
    • Tipsnya bagus ini. Jamu yg baik, kasih sangu. Tapi engga ngutangin. Bener, jadi engga kepikiran. Bawa negative vibes…hehe…

      Balas
  7. Bener banget ini Mbak. Apalagi perkara hutang adalah perkara yang tidak akan diampuni dosanya meski mati syahid. Jadi harus benar-benar diselesaikan sebelum ajal menjemput. Semoga para penghutang dimudahkan membayar hutang. Miris juga cerita arisan Mbak itu hehe

    Balas
  8. Saya banyak cerita nih soal utang piutang.
    Ada mantan pacar yg pinjem uang (saat masih jadi pacar) dan sampe sekarang gk balik, ditagih malah lebih galak dan nyebut saya pake kata-kata kasar. Yang kayak gini saya gak mau ikhlasin, mau saya tagih sampe akhirat.
    Ada juga sodara pinjem, tapi tiap ketemu kayak gak punya dosa gitu, harusnya paling gak basa-basilah (ntar ya, atau belum ada uang nih), kan enak.
    Ada temen pinjam uang, janjinya 2 bulan, udah hampir 3 tahun belum lunas. Katanya lagi ada masalah keuangan, jd belum bisa lunas, tapi aku keselnya dia baru niat bayar kalo pas aku nagih, itu pun molor lagi molor lagi, kutagih, katanya bulan 8, kutagih bulan delapan, molor bulan 12. Misal mau molor gpp, tapi konfirmasi, jangan nunggu akunya yg nagih, kan jadi gak enak juga rasanya nagih mulu. Padahal saya juga punya kebutuhan 😢😢😢

    Balas
  9. Dari judulnya saja saya sudah merasa bahwa ini horor. Hehe. Saya juga masih diutangi teman saya. Meminjam 3 tahun yang lalu dan hingga kini belum dibayar. Padahal inflasi jalan terus hehehe

    Balas
    • Haha…horor ya? Jadi gimana nih…Kalau teman yang sudah lama tak jumpa, ujug-ujug datang ke rumah. Apakah…apakah…apakah…

      Balas
  10. Saya juga kapok memberikan piutang. Meski mungkin yang bersangkutan ada keinginan untuk membayar, tapi kadang ada kendala ini dan itu, jadinya pas kita butuh, dia belum bisa bayar.

    Tapi itu tergantung jumlah juga sih, kalau tidak banyak dan saya sedang ada uang, saya pinjamkan juga

    Balas
  11. Ya memang begitu mbak, untung temen saya banyak yang baik, jadi rajin bayar hahahaha. Duh semoga urusan utang piutang ini tidak memberatkan keuanganmu ya

    Balas
  12. Kalau yang bersangkutan tdk mengembalikan hutangnya, dan saya juga sudah gak enak hati untuk menagih, apakah harus ada ijab-kabul mengikhlaskan di depan yg mengutang? Atau boleh didiamkan saja?

    Balas
    • Nah itu dia. Saya kurang berilmu. Waktu ditodong diminta ikrar, saya engga siap. Jadi emosi. Kalau didiamkan yaa dianggap tidak ikhlas…Wallahualam…

      Balas
  13. MasyaAllah indahnya Islam sampai ke hutang piutang pun diatur sedemikian rupa agar terhindar dari dosa. Adab yang berhutang dan yang memberi hutang ini perlu banget difahami.

    Balas
  14. Kalo saya pun kasih utang orang rasanya lumayan berat karena takut kalau gak bisa balik uangnya, takut kalau hubungan pertemanan jadi merenggang karena dia risih ditagih atau malah dia lebih galak daripada saya yang ngutangin. Mending aku kasih aja sesuai dengan kemampuan dan keikhlasan, jadi gak berharap-harap cemas kalau-kalau uang gak kembali dan hubungan pertemanan tetap baik.

    Balas
  15. Masya Allah langsung nyesek saya baca judulnya, banyak memang di dunia nyata yang sulit balikin pinjaman, terutama pinjaman Buku-buku saya yang sangat penting itu.. hee bukan hanya diut wkwk

    Balas
  16. Masya Allah langsung nyesek saya baca judulnya, banyak memang di dunia nyata yang sulit balikin pinjaman, terutama pinjaman Buku-buku saya yang sangat penting itu.. hee bukan hanya duit wkwk

    Balas
    • Walah…aku galak kalau buku. Apalagi buku arsitektur terbitan LN. Harganya ratusan ribu. Mending engga aku pinjemin deh…Hehe…Makasih yaa udh mampir…

      Balas
  17. Semoga kita dijauhkan dari para penghutang yang tidak bertanggung jawab. Saya posisikan diri aja di tengah kalau bahas masalah hutang, karena dunia akan selalu berputar.
    Nasib tidak ada yang tahu,, dan semoga kita semua terhindar dari yang namanya hutang ya..
    Dan kalau ada orang yang hutang, kalaupun kita udah kecukupan dan mampu tidak ada salahnya terus membantu, kalau ada ketidakbaikan dalam pembayaran itu urusan dia dengan Allah kelak di akhirat.

    Balas
  18. Banyak yg masih menganggap kalau memberikan hutang itu merupakan investasi. Iya, benar investasi akhirat. Soalnya kalo dianggap sebagai investasi dunia juga mungkin lebih tepat investasi sosial, karena kalau keliru dalam memberikan hutang investasi ini bisa hancur.

    Balas
  19. Ping-balik: Tulisan Minggu #5 - 1 Minggu 1 Cerita

Tinggalkan komentar

DMCA.com Protection Status