Ketika kami turun dari bus yang mengantarkan dari hotel ke Registan Square, salju sedang turun di awal bulan Maret itu. Menjelang musim semi ternyata salju masih menyelimuti kota Samarkand, sebuah kota bersejarah di Uzbekistan, Asia Tengah.
Sejauh mata memandang hamparan putih menyelimuti pelataran luas di antara tiga bangunan megah nan menjulang. Ketiga bangunan tersebut mirip, bagian tengahnya seperti gerbang yang bagian atasnya berbentuk busur runcing. Bentuk yang umum kita lihat pada bangunan yang mencirikan arsitektur Islam di banyak wilayah mulai dari Timur Tengah hingga India.
Waktu itu kami serombongan berjumlah 12 peserta diarahkan masuk melalui loket yang arahnya ke sebelah kiri. Harus hati-hati melangkah di atas hamparan salju dan turun tangga karena terlihat licin. Beberapa petugas sibuk membersihkan salju di pelataran agar memudahkan pengunjung melangkah.
Rasanya seperti berjalan di atas bunga es yang ada di lemari es.
Kres…kres…terdengar setiap kaki melangkah.
Mengenal Kota Samarkand
Dulu kalau mendengar kata Samarkand, yang terbayang adalah kisah 1001 malam, pusatnya rempah dan aneka karpet.
Samarkand adalah kota bersejarah yang terletak di Uzbekistan, di jantung Lembah Fergana. Kota ini telah menjadi pusat peradaban selama berabad-abad, memainkan peran penting dalam Jalur Sutra.
Saya mendapatkan paparan dari Agustinus Wibowo, seorang travel writer yang banyak menuliskan negara-negara di Asia Tengah ini. Bahwa Jalur Sutra, jangan dibayangkan sebagai jalur atau jalan fisik yang jelas ibarat jalan tol, tempat dilaluinya pedagang sutra.
Jadi sebetulnya tidak ada jalan, sungguh-sungguh yang namanya Jalan Sutra tersebut.
Sistem berdagang berabad yang lalu adalah dengan cara barter dan estafet, yang membawa sutra dari negeri Tiongkok hingga ke Eropa. Mereka berdagang atau bertukar komoditi di pasar-pasar yang digelar permanen atau temporer.
Pasar temporer umumnya digelar di pelataran atau sekitar bangunan publik atau tempat berkumpulnya lainnya.
Kota Samarkand melalui berbagai dinasti, silih berganti mengambil alih kekuasaan, baik melalui jalan damai maupun perang.
Di zaman kuno termasuk dalam wilayah Persia, kemudian sempat di bawah kekuasaan Alexander Agung. Kota ini berkembang maju bersamaan dengan kejayaan Islam di zaman tersebut.
Samarkand pernah menjadi ibu kota Kekaisaran Samanid, kemudian runtuh dan beralih ke Kaisaran Karakhanid. Dan ditaklukan oleh pasukan Mongol di bawah pimpinan Gengis Khan.
Pada abad 14, Samarkand menjadi ibu kota Kekaisaran Timurid di bawah pemerintahan Tamerlane, seorang penakluk besar. Di bawah pemerintahan Tamerlane, Samarkand mengalami masa kejayaannya dan menjadi salah satu kota terindah dan termakmur di Asia Tengah.
Beberapa literatur menuliskan bahwa ada pertalian darah antara Tamerlane (Amir Timur atau Timur Lenk) dan Gengis Khan. Tetapi beberapa sejarawan membantahnya. Walaupun demikian keduanya memang berasal dari Mongol, dan sama-sama penakluk yang tangguh. Hanya saja, Tamerlane pemeluk Islam yang tekun, belajar dari kakeknya pemeluk Islam pertama kaumnya.
Di abad 14 ini lah mulai dibangun bangunan-bangunan besar dengan struktur megah dan detail yang rumit. Di sekitar bangunan tersebut digelar pasar atau bazar tempat pedagang dari penjuru negeri untuk bertransaksi.
Di zaman Modern, Samarkand beralih menjadi bagian dari Kekaisaran Rusia, lalu menjadi bagian dari Uni Soviet. Setelah runtuhnya Uni Soviet pada tahun 1991, Samarkand menjadi bagian dari negara Uzbekistan yang merdeka.
Sejarah Kemegahan Registan Square
Menurut beberapa informasi di media online, Registan, artinya “tempat berpasir” atau “gurun” dalam bahasa Parsi.
Square, dalam istilah tata kota bentukannya mirip alun-alun di tengah kota atau plaza kalau kota-kota di Itali. Square atau pelataran ini terbentuk oleh tiga madrasah yang mengelilingi, di sisi utara, timur, dan barat. Ketiganya dibangun tidak bersamaan, bahkan bedanya ratusan tahun dan di masa pemerintahan penguasa yang berbeda pula.
Ketika saya menyambangi kemegahan Registan Square tersebut, bangunan sebelah kiri adalah Madrasah Ulugh Beg, dibangun tahun 1418-1422.
Ulugh Beg, diambil dari nama lengkap Shahrukh ibn Temur Ulugh Begh, adalah astronom atau ahli perbintangan yang disegani. Beliau juga merupakan cucu dari Tamerlane (Amir Timur) penakluk dan pemimpin Kekaisaran Timurid.
Berseberangan dengan Madrasah Ulugh Begh, adalah Madrasah Sher-Dor, yang menurut catatan sejarah baru dibangun 200 tahun kemudian, yaitu tahun 1619–1636.
Sepintas kedua bangunan tersebut mirip, dengan gerbang besar di tengah berbentuk busur runcing, di belakang gerbang deretan ruangan asrama yang membentuk taman atau ruang terbuka (courtyard) di dalamnya. Kiri kanan kedua bangunan tersebut sama-sama dilengkapi menara. Pada Madrasah Sher-Dor terdapat dua buah kubah gelombang di antara gerbang dan menara, sedangkan Ulugh Begh tidak ada kubah.
Secara detail, fasadnya berbeda, Ulug Begh, fasadnya susunan mozaik berbentuk bulatan menyerupai bintang.
Sher-Dor, artinya singa, pada bagian atas bangunan ada susunan mozaik berbentuk dua siang berhadapan yang sedang mengejar rusa. Di balik badan singa ada muka orang di kelilingi sinar matahari.
Singa (Sher-Dor) dilambangkan sebagai mahluk yang kuat, sedangkan rusa dilambangkan sebagai ilmu pengetahuan.
Makna dari ilustrasi di dinding atas gerbang, sebagai pemuda harus tangguh mengejar ilmu pengetahuan.
Mungkin mirip ya dengan peribahasa di Indonesia:
Berguru ke padang datar, dapat rusa belang kaki
Berguru kepalang ajar, bagai bunga kembang tak jadi
dst…
Secara kasat mata bangunan tersebut sama tinggi, tetapi karena perbedaan rentang waktu yang cukup lama pembangunan berikutnya, sebetulnya bangunan tersebut tidak sama tinggi.
Apalagi pernah terjadi gempa dan badai pasir sehingga terjadi penurunan tinggi bangunan pada Madrasah Ulugh Begh.
Madrasah berikutnya adalah Madrasah Tilya-Kori, dibangun 1646–1660, artinya berlapis emas.
Bangunan ini yang kalau terlihat dari jalan, terletak di tengah-tengah, tetapi baru dibangun belakangan.
Terlihat terdiri dari dua lantai dengan deretan ruang-ruang dengan jendela bentuk busur runcing.
Kubah biru di sebelah kiri adalah kubah masjid, yang ketika kami masuk ke dalamnya, lapisan dalam kubah memang berlapis emas.
Denah bangunannya sama dengan dua bangunan sebelumnya, yaitu deretan asrama yang membentuk courtyard di dalamnya.
Square atau alun-alun yang terbentuk oleh ketiga bangunan ini menjadi tempat bertemunya orang dari berbagai penjuru yang menjadikan Samarkand pusat perdagangan sutra dan rempah.
Kondisi Sekarang
Sejujurnya ketika awal Maret saya menyambangi kemegahan Registan Square, ada sih terbersit, apa saya salah musim ya ke sininya?…
Walaupun kemegahan bangunan masih terasa di balik selimut salju, tetapi saya jadi tidak memperoleh foto bangunan dengan langit biru. Foto-foto juga bertabur bintik putih, akibat salju.
Nah, ketiga bangunan tersebut kan dulunya madrasah yah yang artinya sekolah. Jadi zaman dulu pemuda-pemuda Muslim belajar agama dan berbagai ilmu pengetahuan di sini.
Seperti kita ketahui banyak pakar-pakar polymath (seseorang yang menguasai berbagai/banyak disiplin ilmu) berasal dari Asia Tengah.
Contohnya:
- Muhammad Bin Musa Al-Khawarizmi (780-850M), ahli dalam berbagai bidang seperti matematika, astronomi, astrologi, dan geografi yang berasal dari Kufah, Irak.
- Abu Nashr Muhammad Al-Farabi (870-950M), menulis karya yang beragam, mulai dari epistemologi, metafisika, logika, matematika, sains (filsafat alam), ilmu politik, tata bahasa, dan musik.
- Abu Rayhan Al-Biruni (973-1048M), matematikawan Persia, astronom, fisikawan, sarjana, penulis ensiklopedia, filsuf, pengembara, sejarawan, ahli geografi, ahli farmasi dan guru.
- Ibnu Sina atau Avicena (980-1037M), dokter, astronomer, dan penulis terpenting dari Zaman Keemasan Islam; dan dianggap sebagai filsuf paling berpengaruh di era pra-modern. Bagi banyak orang, dia adalah “Bapak Kedokteran Modern”.
Ketika Rusia berkuasa, madrasah tidak berfungsi, begitu pula ribuan masjid di seantero penjuru negeri ditutup, bersamaan dengan tekanan terhadap pemeluk agama apapun.
Di era Republik Uzbekistan sekarang ini, Registan Square menjadi pusat wisata di kota Samarkand. Restorasi besar-besaran mengembalikan kemegahan berabad lalu dilakukan dengan teliti sehingga menetapkan Registan Square UNESCO World Heritage List di tahun 2001.
Menelusuri sudut-sudut bangunan madrasah di lantai dasar ruang-ruang yang dulunya asrama, sekarang menjadi tempat menjual souvenir khas Uzbekistan. Tentu saja sutera yang ditenun gaya tenun ikat, blazer, aneka peci berbentuk kotak, keramik, piring-piring logam atau kuningan, dan pernak-pernik lainnya.
Harga selembar selendang sutra sekitar $10-14 atau SOM 200.000. Sebuah peci kotak, sekitar IDR50ribuan.
Oh ya, currency mereka tak jauh beda sih dengan Indonesia. Mata uang 1 SOM = 1.3 x IDR. Jadi kalau mau beli-beli, dikali aja sekitar 1.3-nya.
Sebagai kolektor postcard berbagai negara, tentu saja tak melewatkan membeli kartu pos dan buku tentang Samarkand dan kota-kota bersejarah di Uzbekistan.
Naik ke lantai dua bertangga batu sempit, kami sempat ngopi di salah satu ruangan yang kopinya dipanaskan di pasir. Saya pun sempat meminta tandatangan dari Agustinus Wibowo, di buku “Garis Batas – Perjalanan di Negeri-negeri Asia Tengah“.
Penutup
Walaupun tadinya terpikir, saya salah musim nih, ke Samarkand. Tapi berkah berkunjung ke Samarkand di bulan Maret adalah, saya bisa jalan-jalan disalju tebal di antara kemegahan Registan Square.
Jadi membayangkan Islam yang asalnya dari jazirah Arab beriklim tropis kering yang panas nderandang, syi’arnya sampai juga ke sebuah negara empat musim, dan artefaknya masih menjulang dengan gagah hingga kini.
Perjuangan membangun bangunan semegah ini, zaman belum ada internet dan digital, kok bisa rapi dan presisi menyusun butir keramik mozaik satu per satu. Belum lagi kalau ada badai pasir atau badai salju.
Pan-kapan kalau ada rizki, maulah saya ke Samarkand lagi. Menyambangi kemegahan Registan Square di musim semi, ketika bunga sedang mekar dan matahari cerah, sehingga saya bisa berfoto berlatarbelakang langit biru.
Oh ya, bagi warga Uzbekhistan, Indonesia cukup dikenal karena peran Soekarno di masa pemerintahan Uni Soviet. Waktu itu Soekarno sebagai Presiden pertama Indonesia, mensyaratkan Nikita Khruschev, presiden Uni Soviet waktu itu, untuk mencarikan makam Imam Bukhara, baru deh beliau mau datang ke Rusia.
Siapa yang engga kenal Imam Bukhara? Beliau adalah perawi hadis, yang hafal dan menuliskan hadis shahih.
Jadi kalau ke sana, ditanya dari mana? Bilang aja, Indonesia, Soekarno! Langsung angkat jempol deh warganya.
Semoga bemanfaat.
Sumber:
https://www.archnet.org/sites/767
https://www.centralasiarally.com/samarkands-registan-the-original-public-square/
https://pixabay.com/id/illustrations/registan-square-istana-samarkand-1026767/
https://www.orientalarchitecture.com/sid/1348/uzbekistan/samarkand/sher-dor-madrasa
https://www.romanovempire.org/media/samarkand-in-1890s-317861
https://annienugraha.com/the-land-of-stars-serangkaian-ulasan-tentang-menyingkap-sejarah-terkubur-negeri-para-bintang/
https://en.wikipedia.org/wiki/Registan
lihat foto-fotonya bikin pengen ke sana! Aku penasaran sama budaya sama kuliner di sana. Gimana ya?
Budaya campuran Tiongkok/Mongol-India-Timur Tengah. Kulinernya banyak daging (sapi, kambing, kuda…). So far cocok banyak rempah, terutama jintan dan halal.
Bangunannya megah banget. Semisal aku bisa berkunjung ke Registan Square juga. Aku pasti membayangkan gimana kondisi bangunan tersebut pada masa kejayaannya.
MashaAllah Mbak Hani, saya loh belum berkesempatan pergi bareng Agus, menjelajah Asia Tengah yang luar biasa sejarahnya. Padahal Agus sudah berulangkali mengajak. Tapi kok ndilala waktunya bentrok terus. Termasuk urusan dananya hahahaha.
But for sure, Samarkand dan negeri seribu satu malam ini, inshaAllah ingin saya kunjungi. Setidaknya sekali seumur hidup. Apalagi setelah membaca buku The Land of Stars yang ditulis oleh Edgar Hamas dan Marfuah Panji Astuti (Uttiek Herlambang). Buku yang menceritakan tentang banyak ahli ilmu pengetahuan yang terlahir dan atau berkembang di negeri ini. Saya terobsesi dengan Ulugh Beg, salah seorang pembuka kunci semesta. Ahli astronomi yang dijuluki debagai Pangeran Cintang Gemintang.
Semoga Allah mengizinkan saya menginjakkan kaki ke Samarkand dan membuktikan kebenaran banyak buku yang sudah baca tentang kota bersejarah ini.
Wah Mbak Hani ke Uzbekistan, kerennn
Kalau menurut saya sih lebih bagus ke sana di musim salju karena bakal dapat pengalaman dan foto-foto yang unik
Foto dengan latar belakang langit biru kan banyak ditemukan
Saat bersalju cantik, saat musim semi pun cakep..Tapi kalau diminta memilih saya mau yang bersalju saja, ya ampun…terlihat lebih cool auranya. Beneran ya, bisa semegah itu. rapi dan presisi pula…Registan Square dengan sejarah megah dan kelamnnya, syukur sudah masuk warisan budaya dunia sehingga siapa saja dari penjuru dunia bisa menikmatinya
Rupanya beragai ruangan di dalam asrama Madrasah Ulugh Beg kini dimanfaatkan sebagai lokasi usaha untuk menjamu para wisatawan yang datang ya. Senang sekali saya bisa membaca kisah lengkap mengenai perjalanan kunjungan Mba Hani ke Samarkand, khususnya ke Registan Square. Selama ini saya baru mengenal destinasi wisata di Uzbekistan ini melalui buku saja.
Senang juga dapat gambaran bagaimana rasanya melangkah di sekitaran Registan Square ketika musim dingin baru saja akan berganti musim semi. Terbayang bagaimana dulu para akademisi muslim belajar di sekitaran sini. Walau kemudian semuanya berubah di masa Rusia ya. Kalau dipikir lagi, masayakat yang mengembangkan sosial budaya dan kenyamanan menjalankan kehidupan beragama, selalu mendapat pengaruh besar dari para pemegang tampuk kekausaan di sana ya.
Habis dari Registan Square, berkunjung ke mana lagi, Mba?
Waah ternyata di sana ada salju yaa, asyik banget mbak pas ke sana pas masih bersalju. Eh tapi minusnya pas difoto bangunannya ada yang ketutup butiran salju yaa.
Mbak bangunan2 tersebut disebut madrasah apa buat tempat belajar atau gimana ya?
Baru tahu tentang bangunan bersejarah tersebut. Senengnya bisa belajar sejarah, apalagi di area tersebut juga bagian dari jalur sutra ya mbak.
Alhamdulillah, mampir ke sini, jadi menambah wawasan saya seputar Registan Square yang sangat megah walau di selimuti salju. Dan memang kalau datang pada musim semi, pasti akan merasakan suasana berbeda ya, Mbak. Itu saya takjub dengan kubahnya yang dalamnya berlapis emas.
Alhamdulillah, mampir ke sini, jadi menambah wawasan saya seputar Registan Square yang sangat megah walau di selimuti salju. Dan memang kalau datang pada musim semi, pasti akan merasakan suasana berbeda ya, Mbak. Itu saya takjub dengan kubahnya yang dalamnya berlapis emas. Semoga saya juga bisa ke sana. Aamin.
Yaa Allah, baca postingan ini dilengkapi dengan gambar-gambar yang menarik membuatku semakin rindu ingin menjejakkan kaki di wilayah yang bersalju.
MasyaAllah… bener-bener harus kita tuh banyak uang buat mengelilingi bumi supaya makin sadar betapa besarnya agama Allah di muka bumi..
Cantik banget rigistan square, Madrasah Sher-Dor dan mihrab birunya yang indah…
Ya Allah pengen tranveling religi kaya gini
Semoga punya kesempatan
Masyaallah Mba Hani, dah sampai Uzbek aja. Kalai melihat foto-fotonya, urusan perut Muslim traveler kayak qt aman ya mbak. Aq gak kebayang dinginnya di sana gimana. Brrrrrr.
Masyaallah kerennya, arsitekturnya bagus banget ya, menjaga cagar budaya itu PR besar bagi negara manapun, selain itu adanya kita hingga saat ini juga bagian dari sejarah.
Semoga ada rezeki untuk berkunjung ke Samarkand, banyak yang ingin saya pelajari di sana
Bangunan ala Timur Tengah memang gak pernah gagal, selalu megah dan mengesankan. Liat fotonya mba Hani jadi pengen mengunjungi langsung Registan Square ini.
Senang sekali rasanya bisa bertandang di negara empat musim begini. Pengalaman yang pastinya merupakan rezeki tersendiri ya mbak.
Saya yang belum pernah, malah sedikit urung karena punya keluhan sinusitis. Konon yg punya masalah ini, suka kambuh ya kalau di tempat dingin bersalju.