Menerapkan Deep Learning Dalam Pendidikan Pada Anak Usia Dini

hani

Menerapkan Deep Learning Dalam Pendidikan Pada Anak Usia Dini

Diminta menjadi editor book chapter untuk penulisan buku para guru yang temanya Deep Learning dalam Pendidikan, awalnya saya masih bingung adanya istilah baru ini. Ternyata pendekatan Deep Learning ini merupakan sebuah metode yang digagas oleh Menteri Pendidikan Dasar dan Menengah (Mendikdasmen) Abdul Mu’ti, yang menekankan kepada pemahaman dan pemikiran kritis yang berkelanjutan.

Sebenarnya istilah Deep Learning ini digunakan dalam dunia Artificial Intelligence, merupakan bagian dari machine learning yang menggunakan jaringan saraf tiruan (artificial neural networks) dengan banyak lapisan (dalam atau “deep“) untuk menganalisis data dan belajar secara otomatis. Cara kerjanya terinspirasi oleh struktur dan fungsi otak manusia dalam memproses informasi.

Pendekatan Deep Learning untuk PAUD

Dalam konteks anak usia dini (PAUD), istilah Deep Learning, tentu saja tidak merujuk pada teknologi kecerdasan buatan (AI) dengan jaringan saraf tiruan yang kompleks seperti dalam bidang komputer. Sebaliknya, Deep Learning pada pendidikan anak usia dini lebih mengacu pada pendekatan pembelajaran yang mendalam, bermakna, dan menyenangkan (Meaningful, Mindful, and Joyful Learning).

Pendekatan ini menekankan pada bagaimana anak-anak belajar secara holistik dan bagaimana pendidik dapat memfasilitasi proses tersebut agar lebih efektif dan relevan dengan perkembangan anak.

Berikut adalah tiga pilar utama dari Deep Learning untuk anak usia dini:

Meaningful Learning (Pembelajaran Bermakna)

Pendidikan anak usia dini ditujukan pada anak sejak lahir sampai usia 6 tahun untuk membantu perkembangan jasmani dan rohani, serta mempersiapkan mereka memasuki jenjang pendidikan lebih lanjut.
Pada tahap ini tugas orang tua atau guru PAUD adalah mendorong anak untuk menghubungkan apa yang mereka pelajari dengan pengalaman nyata dan kehidupan sehari-hari mereka.

Anak juga diarahkan untuk memahami mengapa mereka mempelajari sesuatu dan bagaimana pengetahuan tersebut berguna.
Dalam logika sederhana mereka, anak diarahkan untuk mengintegrasikan berbagai konsep dan disiplin ilmu dalam kegiatan belajar.
Lebih lengkap lagi, kita memberikan kesempatan bagi anak untuk menerapkan pengetahuan dalam konteks yang berbeda.

Contoh: Mempelajari tentang tanaman dengan menanam benih, mengamati pertumbuhannya, dan menghubungkannya dengan makanan yang mereka makan sehari-hari. Bermain peran di pasar untuk memahami konsep jual beli.

Mindful Learning (Pembelajaran Sadar)

Kita sering banget mendengar atau membaca tentang “mindful” ini yang diterapkan pada banyak aspek. Misalnya ngemil mindful. Sampai ngemil pun harus dengan sadar. Artinya, memang engga boleh sembarangan ngemil gorengan, nanti gendut. Ngemil tuh yang sehat, seperti buah-buahan, salad, jus, dan lain-lain.

Nah, tentu saja mindful learning untuk anak usia dini adalah mendorong anak untuk menjadi pembelajar yang aktif dan menyadari proses belajar mereka sendiri.
Dalam hal ini orang tua atau guru diharapkan mengembangkan kemampuan anak untuk fokus, berkonsentrasi, dan merefleksikan apa yang mereka pelajari.

Ketika dunia orang dewasa terkotak-kotak menjadi dewasa introvert dan dewasa esktrovert, bagi anak-anak sebaiknya didorong untuk berani mengajukan pertanyaan, mempertimbangkan perspektif baru, dan menantang asumsi.

Mindful learning artinya juga kita harus menciptakan suasana belajar sehingga setiap anak merasa hadir dan dihargai kontribusinya.

Contoh: Melakukan kegiatan refleksi setelah bermain atau belajar, ketika anak-anak berbagi apa yang mereka pelajari dan bagaimana perasaannya. Mendorong anak untuk memperhatikan detail saat mengamati suatu objek atau fenomena.

Joyful Learning (Pembelajaran Menyenangkan)

Setiap anak mempunyai karakter masing-masing dan kita harus menciptakan pengalaman belajar yang positif, menarik, dan memotivasi bagi anak.
Jangan sampai anak merasa tertekan atau terpaksa ketika belajar sesuatu. Oleh sebab itu kita harus menggunakan metode belajar yang interaktif, kreatif, dan sesuai dengan minat anak (misalnya, bermain, bernyanyi, bercerita, bereksperimen).

Lebih pentingnya lagi adalah sebagai orang tua kita membangun emosi positif terhadap belajar sehingga anak memiliki keinginan untuk terus belajar sepanjang hayat.

Contoh: Belajar tentang angka melalui permainan yang menyenangkan, belajar tentang hewan melalui lagu dan gerakan, melakukan eksperimen sains sederhana yang membuat anak antusias.

Contoh Kegiatan Deep Learning pada Anak Usia Dini

deep learning
proyek menanam

Berikut adalah beberapa contoh kegiatan Deep Learning yang bisa dilakukan untuk kegiatan sehari-hari. Lakukan dengan bergembira sehingga bisa belajar sambil bermain.

  • Proyek Menanam: Anak-anak menanam biji, merawat tanaman, mengamati pertumbuhannya, dan belajar tentang siklus hidup tanaman.
  • Bermain Peran Pasar: Anak-anak bermain peran sebagai penjual dan pembeli, belajar tentang konsep jual beli, angka, dan interaksi sosial.
  • Eksperimen Air: Anak-anak melakukan percobaan sederhana dengan air untuk memahami konsep tenggelam dan mengapung.
  • Proyek Bercerita: Anak-anak membuat dan menceritakan cerita mereka sendiri, mengembangkan imajinasi dan keterampilan bahasa.
  • Mengenal Cara Menanam Lewat Lagu: Menggunakan lagu bertema tanaman untuk mengenalkan konsep menanam dan merawat tumbuhan.
  • Menggambar Tanaman: Mengajak anak menggambar berbagai jenis tanaman dan menyebutkan namanya.

Dengan demikian, Deep Learning pada anak usia dini bukanlah tentang teknologi AI, melainkan tentang filosofi dan pendekatan pembelajaran yang berpusat pada anak, menekankan pemahaman mendalam, relevansi, kesenangan, dan keterlibatan aktif dalam proses belajar.

Penutup

Mungkin bagi orang tua zaman dulu, mereka sudah menerapkan metode Deep Learning dalam pola pengasuhan anak-anak mereka. Apalagi zaman dulu, selain keluarga inti, ada kakek-nenek, pengasuh yang tidak cuma satu orang. Keseharian dulu juga tidak segrusa-grusu seperti zaman sekarang.

Inti dari pentingnya Deep Learning dalam pendidikan adalah keterlibatan orang dewasa di sekitarnya sehingga pembelajaran yang relevan dan menyenangkan membuat anak lebih termotivasi dan terlibat aktif dalam proses belajar.

Pendekatan Deep Learning tidak hanya fokus pada aspek kognitif tetapi juga pada pengembangan sosial, emosional, dan karakter anak. Tidak seperti sekarang, ketika orang tua tidak cukup waktu mendampingi anak-anak, bahkan sejak dini sudah terpapar gadget.

Deep Learning bertujuan membantu anak membangun pemahaman yang mendalam dan menghubungkan pembelajaran dengan kehidupan nyata. Sehingga mereka sejak dini bisa mengembangkan keterampilan penting seperti berpikir kritis, kreativitas, kolaborasi, dan komunikasi dengan baik.

Also Read

Bagikan:

hani

Halo, saya Tri Wahyu Handayani (Hani), tinggal di Bandung. Pemerhati arsitektur dan pelestarian bangunan, main piano, menjahit, dan jalan-jalan. Kontak ke bee.hani@gmail.com

Tags

10 pemikiran pada “Menerapkan Deep Learning Dalam Pendidikan Pada Anak Usia Dini”

  1. Tantangan banget nih bagi orang tua, ya. Karena harus bersaing dengan gawai elektronik dan diri sendiri untuk tetap bisa hadir dalam proses pembelajaran anak

    Balas
  2. iya, sebetulnya dari dulu juga ada yang menerapkan metode begini. Saya termasuk salah satunya. Tapi, ya, mungkin dulu gak tau kalau ada istilah-istilahnya.

    Balas
  3. Sebetulnya selama ini udah jalan ya, Mbak?

    minimal selama ini anak-anak saya mendapat deep learning ini

    Bedanya sekarang dinarasikan agar pendidikan lebih merata, karena seperti kita ketahui selama ini jomplang banget pendidikan di pulau Jawa Bali dengan pulau-pulau lainnya

    Balas
  4. “Pendekatan ini menekankan pada bagaimana anak-anak belajar secara holistik dan bagaimana pendidik dapat memfasilitasi proses tersebut agar lebih efektif dan relevan dengan perkembangan anak.” Sepertinya kalimat inilah yang mewakili poin penting yang bisa kita ambil dari konsep DEEP LEARNING ya.

    Dalam praktiknya, saya yakin uraian di atas tidaklah gampang. Perlu adanya keahlian dan kapabilitas tertentu agar pendidik bisa mempraktekkan DEEP LEARNING sesuai dengan visi dan misinya. Saya yakin, jika benar bisa dipraktekkan dengan baik, konsep ini akan “mematangkan” peserta didik menjadi pribadi yang lebih baik.

    Balas
  5. Saya sungguh berharap Deep Learning dan segara perubahan yang sedang dilakukan kemendikdasmen bisa memberikan manfaat bagi siswa dan meningkatkan kualitas pendidikan Indonesia.

    Balas
  6. Pendekatan deep learning memang sangat bagus ya, kebetulan di kurikulum sekarang saya mencoba untuk menggunakan pendekatan deep learning ini untuk kegiatan mengajar di kelas. Alhamdulillah walau saya belum terlalu populer menggunakannya. Cuma deep learning yang digaungkan oleh Kemendikdasmen pak Abdul Mu’ti ini bagus untuk mengenalkan anak pada konsep-konsep dasar dalam belajar suatu materi tertentu. Terimakasih kak artikelnya bagus.

    Balas
  7. Dulu belum ada metode deep learning ya masih satu arah aja cara pengajaran ke anak tumbuh kembang kalau sekarang banyak metodenya termasuk deep learning ini jadi bisa mengukur kemajuan si anak dalam tumbuh kembangnya

    Balas
  8. Pas banget untuk si bungsu yang baru melewati milestone batita ke balita. Makin seru nih kalau diajak “belajar” dengan pendekatan deep learning. Soalnya saya sendiri lebih cenderung setuju dengan pendekatan ini dibandingkan merdeka belajar yang sebelumnya.

    Balas
  9. Pendidikan untuk anak usia dini juga deep learning ya. Tapi, emang benar sih. Namanya anak-anak. Penting bagi kita sebagai orang tua untuk menerapkan meaningful, mindful, dan joyful learning untuk mereka.

    Balas
  10. Anak-anak pasti cepet paham kalau belajarnya joyful yaa..
    Kalau metode Deep Learning ini memberikan kesempatan anak-anak untuk menemukan “makna” belajar dan serunyaa.. pasti mereka dibebaskan untuk menyimpulkan hasil pembelajaran yang mereka pahami.
    Ini membuat anak semakin tinggi rasa penasarannya.

    Balas

Tinggalkan komentar

DMCA.com Protection Status