Waspada Brain Rot, Buat Kamu Yang Sering Tiba-tiba Lupa

hani

Waspada Brain Rot, Buat Kamu Yang Sering Tiba-tiba Lupa

Pada suatu siang selepas makan di Warung Timbel Jalan Mangga, ketika saya mau bayar, diperinci apa saja yang kami makan, ada satu lauk yang lupa namanya. Sampai kasir menyebut satu per satu, semua lauk di situ. Saya pun ke deretan lauk lalu menunjuk, “Ini!”.
Ternyata limpa. Kenapa saya lupa banget namanya kalau itu limpa.
Lain waktu, lagi ngobrol sama suami, ada satu pembicaraan yang kami berdua lupa itu apaan. Sekali waktu, nama orang, nanti beda lagi, nama tempat.
Ketika saya chat di grup teman ngeblog, ada yang komen, waspada brain rot loh…

Apa itu Brain Rot

Istilah ini baru-baru ini populer, terutama ditujukan di kalangan Gen Z dan Gen Alpha. Brain sendiri artinya otak, rot, mengambil kata dari rotting, artinya pembusukan.
Kebayang engga otak membusuk…

Beberapa media online menuliskan bahwa brain rot ini menggambarkan penurunan kemampuan kognitif atau intelektual seseorang akibat konsumsi konten digital berkualitas rendah, berdurasi pendek, tanpa makna secara terus menerus. Seringkali paparan media sosial yang terus menerus menyebabkan ketagihan, yang sebetulnya informasi dari media sosial tersebut juga tidak bermanfaat atau hanya hoax saja.

Dampak Brain Rot

Walaupun awalnya istilah ini berupa candaan, tentang efek negatif dari kebiasaan scrolling digital terus menerus, ternyata dampaknya bisa sangat serius pada fungsi otak, memengaruhi pada kesehatan mental, emosional, dan perilaku.

Efek Kesehatan Mental

Brain rot sebetulnya tidak hanya berlaku pada anak-anak, tetapi bisa juga pada orang dewasa, yaitu berupa penurunan kemampuan konsentrasi dan sulit fokus.
Hal ini disebabkan otak terbiasa dengan stimulus cepat dan instan dari konten media sosial berupa video pendek, short, atau meme.

Efek jangka panjangnya menjadi sulit fokus pada tugas yang membutuhkan perhatian dan pemikiran mendalam, seperti membaca buku atau mengerjakan pekerjaan yang memerlukan ketelitian.

Bisa juga, individu yang mengalami brain rot merasa lelah secara mental, lamban, dan mengalami penurunan daya ingat. Informasi yang terlalu banyak tetapi tidak relevan atau dangkal, membuat otak kesulitan memproses dan menyimpan informasi baru, bahkan hal-hal yang baru saja terjadi.

Sekarang ini sering banget media sosial hanya berisi konten yang hanya berorientasi pada hiburan instan tanpa substansi, sehingga membuat seseorang malas berpikir kritis dan menganalisis informasi secara mendalam.

Efek Emosional

Akibat terus menerus terpapar dengan media sosial membuat seseorang sangat tergantung pada stimulasi instan. Mungkin merasa cemas, gelisah, atau tidak tahu harus melakukan apa ketika tidak ada stimulasi digital, bahkan panik bila tidak memilik akses ke perangkat digital.

Dampak lain secara emosional adalah stres, kecemasan, sangat tergantung pada validasi sosial, kesulitan berinteraksi sosial di dunia nyata, dan berkurangnya empati.

Efek Perilaku

Perilaku paling nyata adalah sikap FOMO (fear of missing out), sehingga otak menjadi terbiasa dengan rangsangan cepat, menyebabkan pola pikir dangkal, reaktif, dan kurang sabar.

Orang yang mengalami “brain rot” juga cenderung kehilangan minat pada kegiatan yang memerlukan konsentrasi tinggi dan pemikiran yang mendalam. Misalnya membaca buku, berdiskusi topik serius, atau mempelajari hal baru.

Penyebab Utama Brain Rot

Setelah tahu dampak brain rot yang ternyata pengaruhnya cukup luas, sebenarnya apa sih penyebabnya?

Para peneliti dan psikolog mengaitkan fenomena waspada brain rot ini dengan beberapa faktor utama yang diakibatkan oleh kebiasaan digital yang tidak sehat.

Konsumsi Konten Instan dan Dangkal Berlebihan

doomscrolling

Psikolog IPB University menyebutkan bahwa kebiasaan doomscrolling (terus-menerus menelusuri berita atau konten negatif) dan zombiescrolling (menggeser layar tanpa tujuan) adalah penyebab utama brain rot dan kelelahan mental.

Aplikasi seperti TikTok, Instagram Reels, dan YouTube Shorts dirancang untuk memberikan hiburan cepat dengan durasi singkat, membuat otak terbiasa menerima informasi secara dangkal dan sulit berkonsentrasi dalam jangka panjang.

Penelitian menunjukkan bahwa konten pendek yang mengutamakan hiburan dapat mengurangi kemampuan berpikir mendalam karena otak terbiasa memproses informasi dalam potongan kecil.

Ketergantungan pada Dopamin Instan (Dopamine Loops)

Banyak ahli menyoroti bagaimana desain media sosial menciptakan “dopamine loops“. Ketika seseorang mendapat like, komentar, atau notifikasi positif di media sosial, otaknya melepaskan dopamin yang memberikan rasa puas.

Ini menciptakan siklus kecanduan yang membuat seseorang sulit menikmati aktivitas yang memerlukan usaha lebih, seperti membaca buku atau belajar (Montag & Reuter, 2017).

Dinas Komunikasi, Informatika dan Statistik Kota Cirebon dalam artikelnya juga menjelaskan bahwa konten berkualitas rendah sering dirancang untuk memicu pelepasan dopamin sesaat, menciptakan efek kecanduan yang mengurangi motivasi untuk mencari sumber kesenangan yang lebih bermakna.

Informasi Berlebihan (Information Overload)

Paparan informasi dari berbagai sumber dalam waktu singkat, terutama jika tidak memiliki keterampilan untuk menyaringnya, dapat membuat sel-sel otak kewalahan memproses informasi. Ini mengakibatkan kelelahan mental dan kesulitan membedakan informasi penting dari yang tidak penting (Bawden & Robinson, 2009).

University of New South Wales juga menyebutkan bahwa paparan informasi berlebih yang terus-menerus dan tanpa henti, diperparah jika individu tidak memiliki keterampilan menyaring dan memahami informasi, berkontribusi pada overload kognitif.

Kurangnya Aktivitas Kognitif yang Menantang

Jika otak jarang dilatih dengan aktivitas yang menantang seperti membaca buku, memecahkan teka-teki, atau berdiskusi topik mendalam, otak bisa kehilangan ketajamannya.

Dr. Ika Andrini Farida, S.Psi., M.Psi. dari Universitas Negeri Malang (dalam kerja sama dengan UNTAG Samarinda) menjelaskan fenomena continuous partial attention akibat notifikasi, infinite scroll, dan checking behavior, yang berdampak pada rentang perhatian yang semakin pendek dan kondisi attentional overload.

Penggunaan digital berlebihan juga dapat mengarah pada digital dementia (penurunan kemampuan kognitif akibat ketergantungan teknologi).

Multitasking Media

Kebiasaan menggunakan lebih dari satu perangkat atau platform media secara bersamaan (misalnya, cek media sosial sambil menonton film) dapat secara signifikan mengurangi fokus dan efektivitas kerja otak.

Pola Hidup Tidak Sehat

Kurang tidur, pola makan buruk, dan kurangnya aktivitas fisik memiliki dampak negatif langsung pada kesehatan otak dan dapat memperparah gejala brain rot. Penelitian menunjukkan olahraga dapat meningkatkan aliran darah ke otak dan mendorong pembentukan neuron baru (Erickson et al., 2011).

Penutup

waspada brain rot
sumber: dkis kota cirebon

Nah, teman-teman setelah tahu dampak dan penyebabnya, kira-kira apa yang harus kita lakukan untuk menjaga kesehatan otak di era digital, nih? Terutama untuk keluarga yang mempunyai putra-putri Gen Z dan Gen Alpha.

Untuk itu bisa dimulai dari membatasi waktu layar (screen time), bisa harian atau mingguan. Selain membatasi penggunaan gadgetnya sendiri, juga membatasi untuk scroll media sosial.

Tentunya perilaku waspada brain rot ini harus dimulai dari diri kita sebagai orang tua. Sekarang sudah mulai ada trend puasa gadget. Kita bisa mulainya misalnya 3 jam tanpa gadget, nanti meningkat 1/2 hari dan seterusnya.

Pilih dan prioritaskan konten yang berkualitas, mendidik, dan membangun. Seperti kata teman saya, mengkritisi media sekarang, hanya merupakan tontonan, bukan tuntunan.
Selain itu hindari “doomscrolling” (terus-menerus melihat konten negatif atau tidak relevan).
Gunakan juga teknik manajemen waktu seperti Pomodoro (fokus 25 menit, istirahat 5 menit) untuk membantu menjaga fokus saat bekerja atau belajar.

Biasakan anak-anak lebih banyak aktivitas fisik, bersosialisasi secara langsung, membaca buku fisik, atau melakukan hobi yang tidak melibatkan layar. Baru-baru ini mulai trend di sekolah-sekolah, untuk mulai lagi menulis tangan. Boleh dicoba nih bersama orang tua, untuk menulis pengalaman sehari-hari dengan menulis di atas kertas.

Lagi-lagi perilaku membiasakan tanpa gadget harus diawali dari orang tua dan bagus lagi dilakukan bersama seluruh keluarga. Supaya terasa lebih seru.

Gaya hidup sehat, melalui makanan bergizi dan istirahat cukup sangat penting agar fungsi kognitif turut optimal.
Marilah bersama-sama waspada brain rot di tengah banjir informasi digital. Kesadaran dan penggunaan informasi online yang bijak adalah kunci untuk mencegah dampak negatifnya pada kesehatan otak dan mental.

Also Read

Bagikan:

hani

Halo, saya Tri Wahyu Handayani (Hani), tinggal di Bandung. Pemerhati arsitektur dan pelestarian bangunan, main piano, menjahit, dan jalan-jalan. Kontak ke bee.hani@gmail.com

Tags

8 pemikiran pada “Waspada Brain Rot, Buat Kamu Yang Sering Tiba-tiba Lupa”

  1. Istilah “brain rot” memang sedang viral, menggambarkan penurunan kualitas percakapan dan fokus akibat paparan internet yang masif. Penting banget emang untuk lebih sadar akan konten yang kita konsumsi demi menjaga kemampuan berpikir kritis dan perhatian.

    Balas
  2. Pernah, …beberapa kali blank, otak kosong aja, lupa nama lah, nama tempat lah…huhuhu, jangan-jangan otakku pun dah membusuk. Noted, detoks gadget, bergaya hidup lebih sehat, lebih bijak bersosial media, biar enggak tiba-tiba lupa, otak tetap sehat juga

    Balas
  3. Dimulai dari diri sendiri untuk mengatasi brain rot ini ya?

    karena saya akui scrolling2 itu addict sih, apalagi kalo lagi suka sesuatu

    seperti waktu saya suka lihat anak2nya Angelina Jolie, sampai hafal lho namanya 😀

    Sampai akhirnya sadar, ngapain aja sih saya? Gak guna banget 😀 😀

    Balas
  4. Setuju sih bnget sih kendali semuanya ada di kita sesuatu yg berlebih apapun itu pasti bahaya, waspada brain rot penting bnget di tengah banjir informasi digital. Kesadaran dan penggunaan informasi online yang bijak adalah kunci utama ya

    Balas
  5. Mulai dari diri sendiri, dan ini susah banget bagi saya mbak.
    Walau laptop sudah ditinggal di kantor, nyatanya godaan untuk membuka handphone di rumah tetap ada.
    Emang perlu komitmen yang kuat kalau mau membatasi gadget, dan mesti ada yang selalu mengingatkan kalau sudah mulai kendor

    Balas
  6. Iyaya.. kudu waspada brain rot untuk anak-anak genji dan gen alpha.
    Kemudahan teknologi bikin anak jadi lemah. Kadang jadi impulsif.
    Banyakin aktivitas fisik dan berkomunikasi secara aktif akan sangat membantu sekali agar mereka bisa berinteraksi di dunia nyata.

    Balas
  7. Pertama kali dengar istilah Brain rot ini yang kebayang tuh malah film / serial tentang zombi gitu.
    Ternyata analoginya kurang lebih sama juga, kebanyakan paparan konten berkualitas rendah ini membuat penderitanya jadi gampang ngeblank tapi begitu ada sedikit aja stimulan langsung bergerak ‘beringas’ karena efek euphoria Dopamin yang dominan.

    Balas
  8. Efek brain rot terasa saat jadi nggak semangat ngapa-ngapain selain scrooling medsos, padahal yang di scroll itu2 aja dan jadi malas membaca lama.

    Balas

Tinggalkan komentar

DMCA.com Protection Status