Pada suatu hari menjelang pergi ke Solo, saya bilang ke suami,”Yuk, kita menonton Wayang Orang Sriwedari“.
“Nanti ngantuk loh, kan lama”
“Ya, kalau ngantuk kita pulang”
Saya pun mencari info, bagaimana caranya booking mau menonton wayang orang tersebut. Di IG @wayang_orang_sriwedari , menelusuri chat warganet yang pernah menonton atraksi budaya khas Jawa ini. Rata-rata komennya positif, menariknya lagi membayarnya pakai QRIS. Lalu saya DM ke IG, dan diarahkan untuk memesan melalui WhatsApp. Tunggu punya tunggu, ternyata lama loh…
Apakah memang begini ya, kontak-kontakan dengan warga Solo. Setelah tiga hari, barulah WA saya direspon. Admin cuma menanyakan untuk berapa orang, dan mempersilakan saya datang langsung ke TKP, 30 menit sebelum pertunjukkan dimulai.
Loh, gitu ya…
Apa itu Wayang Orang
Sebelum cerita pengalaman menonton wayang orang ini, cek dulu sejarah wayang orang yah…
Wayang orang, atau dalam bahasa Jawa disebut wayang wong, adalah salah satu bentuk seni pertunjukan teater tradisional yang berasal dari Jawa. Berbeda dengan wayang kulit yang menggunakan boneka, wayang orang diperankan langsung oleh manusia sebagai tokoh-tokoh dalam cerita pewayangan.
Seni pertunjukan ini merupakan perpaduan yang harmonis antara seni tari, drama (akting), musik gamelan, dialog, dan tata rias yang rumit.
Wayang orang awalnya lahir dan berkembang di lingkungan keraton, khususnya di Jawa Tengah. Pertunjukan ini pertama kali dikembangkan oleh Sri Susuhunan Hamangkurat I pada tahun 1731 di Kerajaan Mataram, dan kemudian terus dilestarikan oleh keraton-keraton penerusnya seperti Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Mangkunegaran di Surakarta.
Awalnya, pertunjukan ini hanya bisa dinikmati oleh para bangsawan dan keluarga keraton. Seiring waktu, wayang orang mulai keluar dari lingkungan keraton dan menjadi pertunjukan yang bisa dinikmati oleh masyarakat umum.
Ciri Khas Wayang Orang
Ciri khas wayang orang adalah diperankan oleh penari-penari yang memerankan tokoh-tokoh pewayangan dengan gerakan tari yang sesuai. Selain menari mereka juga berdialog dalam bahasa Jawa halus dengan gaya berdialog yang khas dan juga melantunkan tembang (nyanyian Jawa). Sendratari ini diiringi oleh musik gamelan lengkap dengan ritme dan lagu yang sesuai dengan setiap adegan dan suasana.
Biasanya sendratari ini membawakan kisah-kisah epos yang bersumber dari Hindu Klasik, seperti Mahabharata dan Ramayana. Cerita-cerita ini sarat dengan kisah kepahlawanan, kebaikan melawan kejahatan, nilai-nilai moral dan filosofi kehidupan.
Saya dulu di masa kecil pernah belajar menari Jawa dan pernah menonton wayang orang di Gedung Kesenian Bharata di Jakarta. Jadi yang berkesan dalam menonton wayang orang itu adalah kostum dan tata riasnya. Para pemain mengenakan kostum, riasan, dan atribut sesuai dengan karakter yang mereka perankan. Antara lain, mahkota (jamang), senjata, dan perhiasan. Warna riasan, make up, dan bentuk mata juga memiliki makna simbolis.
Boleh dibilang wayang orang adalah sebuah seni pertunjukkan yang menggabungkan tari, musik, dialog dan tembang. Bahkan pada adegan perang-perangan, sesekali pemeran bisa jumpalitan salto, atau tendang-menendang, yang tentunya memerlukan keluwesan fisik dan perlu latihan sebelumnya.
Wayang orang bukan hanya sekadar tontonan, melainkan juga warisan budaya yang berfungsi sebagai media pendidikan moral dan refleksi sosial.

Menonton Wayang Orang Sriwedari
Mengenali budaya lokal merupakan salah satu cara kami berwisata di suatu kota. Mungkin pada suatu hari ingin juga ke Medan, kopdaran dengan Travel Blogger Medan wisata, mengunjungi bangunan bersejarah, dan kulineran di sana.
Selepas magrib kami bersiap-siap ke Gedung Wayang Orang Sriwedari Jl. Kebangkitan Nasional No.15, Sriwedari, Kec. Laweyan, Kota Surakarta, Jawa Tengah 57141. Info di Instagram, sebaiknya datang lebih awal, apalagi saya sudah booking lewat WA, supaya dapat tempat duduk di depan.



poster denah teater, tukang bakpao, dan pembayaran melalui QRIS
Pertunjukan mulai pukul 20:00, tetapi loket sudah dibuka satu jam sebelumnya. Malam itu hujan cukup lebat, jadi agak tampias ke teras gedung.
Waktu kami tiba, loket belum dibuka, jadi sambil menunggu, saya melihat-lihat poster-poster yang dipajang di dinding. Browsing juga lakon yang akan ditampilkan nanti.
Malam itu lakonnya “Wahyu Jatiwasesa“. Sebagai pembaca komik wayang karya R.Kosasih, mulai dari Ramayana, Mahabharata, Pandawa Seda, dan lain-lain, judul lakonnya saya tidak familiar.
Ya browsing saja, supaya di dalam tidak ngang-ngong. Sebagai turunan suku Jawa yang udah lama banget di Bandung, tipis harapan saya bakalan paham dialognya.
Pukul 19 lebih, loket di buka, kami pun antri, lalu bilang ke petugas loket bahwa saya sudah booking untuk dua orang. Petugas mencek sebuah buku berisi catatan nama, terlihat saya nomor urut 31 dan 32. Setelah membayar tiket @Rp20.000,-, kami diberi gelang nomor tempat duduk, lalu dipersilakan menunggu sampai pintu teater dibuka.
Walaupun hujan, ternyata ada saja pengunjung satu per satu berdatangan. Tadinya saya kira pertunjukan ini bakalan sepi pengunjung.
Oh ya, pas banget hujan sudah mereda, ada Tukang Bapao dong. Beli lah, siapa tahu di dalam lapar.
Kira-kira pukul 19:30an mulai terdengar gamelan dari dalam, beberapa petugas pun membuka pintu.

Jalur masuk ke deretan tempat duduk ada di tengah dan kiri-kanan di samping, mirip seperti teater bioskop. Tempat duduknya terbuat dari kayu dilapis jok busa beludru warna merah. Sepintas, mungkin ada sekitar 500 tempat duduk. Khusus beberapa kursi deretan depan bangku dan sandarannya dilapis jok busa. Sedangkan deretan belakang hanya dudukan saja yang dilapis busa.
Kami diarahkan oleh petugas, duduk di barisan nomor dua dari depan. Ternyata sampai akhir, deretan depan ini kosong. Mungkin untuk undangan atau yang booking tidak jadi menonton.



pengumuman aturan menonton dan slide cerita
Pukul 19:45, di panggung tampil dua orang perempuan muda yang mengumumkan beberapa hal penting. Seorang mengumumkan tata-cara menonton Wayang Orang Sriwedari, sedangkan seorang lagi mengumumkan para pelakon. Saya cukup surprise, para pelakon itu sarjana seni semua, bahkan ada yang magister seni. Nama-nama diumumkan lengkap dengan gelar dan nantinya memerankan tokoh siapa saja.
Kata suami, zaman dulu, pelakon wayang orang itu hidupnya susah, kalau pagi narik becak, malamnya mentas.
Pukul 20:00 tepat pagelaran dimulai.
Bagi yang kesulitan memahami jalan cerita, di samping panggung ada tampilan slide bi-lingual tentang ringkasan kisah malam itu. Jadi setiap adegan, ada penjelasannya di slide.
Pementasan Lakon “Wahyu Jatiwasesa”
Garis besar cerita adalah memperebutkan “wahyu” bernama Jatiwasesa, antara Pandawa dan Kurawa. Di pihak Pandawa diwakili oleh Gatotkaca dan Wisanggeni, sedangkan di pihak Kurawa diwakili oleh Begawan Drona dan Adipati Karna.
Seperti biasa dalam cerita, ada tipu muslihat, yang baik melawan yang jahat.
Walaupun dialog antara pelakon kurang terdengar, atau bisa juga saya kurang paham, tapi seru sih.
Soalnya pas adegan perang-perangan, selain ditambah suara gamelan dan gong menambah ekspresi, dilengkapi pula dengan tata lampu sorot kelap-kelip pada saat adegan pukul-pukulan.
Di tengah lakon, ada yang namanya “Goro-goro“, semacam intermezzo menampilkan para Punakawan: Semar, Bagong, Gareng, dan Petruk. Acara ini berisi guyonan yang ditunggu-tunggu penonton sih.
Mirip stand-up comedy tapi rame-rame, biasanya mengangkat kisah kekinian, kadang nyrempet kebijakan pemerintah juga. Malam itu, mengangkat hobi fitness dan gym yang trend di masyarakat.

Di belakang kami serombongan anak-anak Jakarta yang piknik ke Solo, pada ketawa renyah sih pas “Goro-goro” ini. Jadi anak-anak ini masih ngerti dong bahasa Jawa.
“Goro-goro” cukup lama juga, antara 45-60 menitan, sesudahnya disambung lagi dengan menuntaskan cerita malam itu. Ya kan, yang baik harus menang terhadap yang licik.
Kali ini ada setting di kayangan, tempatnya bidadari, jadi yang menari perempuan. Gerakannya lembut, ritmis, dan kompak satu sama lain.
Ada lagi adegan perang-perangan dan ceritanya menghilang. Pas skrip menghilang ini, lampu teater dimatikan, jadi gelap gulita deh. Pas dinyalain lagi, udah hilang tuh…


sepenggal pertunjukan dan adegan perang
Kira-kira pukul 22:00 kami sudah mulai ngantuk. Lalu suami tanya, mau sampai pukul berapa?
“Terserah…”
Gitu aja, saling ngomong terserah, tau-tau menjelang akhir, Tamat aja…
Pertunjukkan selesai pukul 22:30.
Penutup
Pas lampu teater dinyalakan, saya baru notice, ternyata pengunjung hampir memenuhi semua tempat duduk. Padahal hari itu malam hari kerja, dan tidak terbatas orang dewasa, saya lihat anak-anak ada juga, walaupun bukan usia balita juga.
Kami pun jalan ke luar untuk memesan taxi online.
Sambil jalan, ngobrolin sendratari wayang orang, saya bilang ke suami, kenapa pas adegan menghilang, engga dibikin ada asap, atau panggungnya ada lift turun ke bawah gitu, jadi lampu engga dimatiin.
Tapi ya perlu teknologi sih kalau kayak gitu.
Driver yang menjemput, heran, kami dari mana, kok bisa-bisanya tertarik menonton Wayang Orang Sriwedari.
Kata driver, kalau malam Minggu, fully booked, gedungnya ber-AC, dan para pelakonnya itu pegawai Dinas Kebudayaan Kota Solo. Pantas sih tadi pelakon-pelakonnya terlihat well educated.
Senang sih saya mendengarnya, sepertinya pertunjukkan ini akan tetap lestari. Kapan-kapan kalau ke Solo mau lah nonton lagi. Kalau bisa pas ada peran Cakil (menarinya sulit dan kocak) atau Srikandi (jagoannya perempuan) gitu.
Dulu suka nonton wayang orang di TVRI. Ternyata, di Solo ini yang memerankan para pegawai dinas Kebudayaan, ya. Mantap, deh!
Kwkwkw…orang Solo tuh halus, lembut, jadi balas WA nya lamaaa
Mbak…aku seneng banget di bagian yang nonton ternyata penuh, Alhamdulillah semoga seterusnya akan lestari pertunjukan seperti Wayang Orang Sriwedari Solo ini.
Suamiku hobi nih nonton wayang, wayang orang dan sejenisnya…Kapan-kapan ke Solo bisa kami agendakan nonton juga
Saya pernah nonton wayang orang yang teaternya ada di kawasan Senen. Kayaknya sudah tutup sekarang. Saat itu masih usia SD (astaga). Ikut karena penasaran sekaligus nemenin Ibu yang mentraktir beberapa saudara dari Semarang yang berkunjung ke rumah. Suasana, nuansa, dan girahnya sama seperti yang Mbak Hani tulis. Cuma mungkin karena masih kecil dan saya juga kursus menari, saat itu yang saya nikmati adalah keindahan tariannya. Kagum banget sama keluwesan mereka yang lengkap dengan skill menyanyi dan acting. Seniman tulen kelas atas menurut saya sih.
Bener banget Mbak Hani. Di zaman itu, pelakon wayang orang ini kebanyakan dari kalangan marjinal. Hidup dari penghasilan pas-pasan. Tapi karena cinta seni dan ingin melestarikan wayang orang, mereka tetap tampil meski dengan honor kecil. Saya jadi mendadak inget dengan kawanan Srimulat. Katanya mereka-mereka ini juga berangkat dari sana. Tapi saya gak menggali sih info ini benar atau tidak.
Ah, saya juga ingat sama teman SMA saya di Malang yang namanya Wahyu Jatiwasesa. Bapak dan Ibu nya memang para pekerja seni. Bapak pelukis dan ibu seorang guru tari. Ya ampun jadi penasaran pengen kontak dia lagi hahahaha. Bisa jadi namanya terinspirasi dari seni tari yang dilakoni oleh ibunya.
ya ampun saya sering banget ke Solo, tapi malah belum pernah nonton wayang orang Sriwedari ini
rasanya sewaktu masih kecil pernah sih, entar di Yogya atau di Semarang,
saya diajak nonton wayang orang bareng bude-bude gitu, banyakan
dan merekalah yang menerjemahkan bahasa Jawa yang kurang saya pahami
lain kali ke Solo, wajib ke sini ah
Belum pernah nonton wayang orang, ka Hanii..
Ini kisahnya menginspirasi siih.. aku kalo ke Solo, bisa dicobain nonton Wayang Orang dan kisahnya yang dibalut sendratari.
Kalau kata mamah mertua “Semua orang itu wayang, Len..”
Karena memerankan karakternya di dalam kehidupan. Dan setiap wayang ini, punya kisahnya masing-masing.
Itu lebi ke filosofi yaa.. kayak orang hidup di dunia ini yaa.. sudah dilengkapi dengan takdirnya.
Wayang orang ini jadi drama musikal tapi ceritanya lebih ke Mahabarata dan Ramayana gitu ya, Kak. Jadi pingin nonton juga akutuh. Aku seneng juga sama cerita-cerita Mahabarata dan Ramayana ini.
Acara sayang orang ini sekaligus jadi langkah pelestarian budaya juga sih. Bagus untuk diadakan secara berkesinambungan. Hanya aja, kenapa acaranya dimulainya malam ya? Siapa tahu kalau pas siang bisa memantik banyak orang juga gitu.
Acara wayang orang ini sekaligus jadi langkah pelestarian budaya juga sih. Bagus untuk diadakan secara berkesinambungan. Hanya aja, kenapa acaranya dimulainya malam ya? Siapa tahu kalau pas siang bisa memantik banyak orang juga gitu.