Mengenal Konsep Co-Parenting, Pengasuhan Anak Bersama

hani

Mengenal Konsep Co-Parenting, Pengasuhan Anak Bersama

Bapak dan Ibu mertua menjalani 61 tahun pernikahan hingga bapak mertua wafat di usia 85 tahun. Bapak dan Ibu saya menjalani 48 tahun pernikahan hingga bapak wafat di usia 76 tahun. Zaman dulu umum saja, pasangan menjalani pernikahan puluhan tahun. Ketika seorang teman curhat, anak-menantunya memutuskan tidak melanjutkan pernikahan yang belum sampai lima tahun dan menjalani konsep co-parenting untuk mengasuh putri mereka, saya tidak punya gambaran. Di lingkungan pertemanan, ada rasa sesal terhadap keputusan anak seorang teman ini, walaupun itu hak mereka. Mungkin karena kami sudah dekat satu sama lain, anak teman yang kami tahu sejak mereka kecil, jadi seperti anak sendiri.

Apa itu Co-Parenting

Co-parenting melibatkan berbagi tanggung jawab dan keputusan terkait anak, seperti pendidikan, kesehatan, dan kehidupan sehari-hari, sambil mengesampingkan perasaan pribadi demi kesejahteraan anak.

Membaca bolak-balik penjelasan tentang co-parenting, sebetulnya di kepala dan hati ya tetap engga masuk sih. Bagaimana bisa konsep pengasuhan bersama bisa berjalan, wong mereka tidak serumah, kan…

Entah mungkin berbagai tips pernikahan bahagia pun sudah berulang-kali dibaca oleh pasang muda, tetapi dengan alasan beda visi, mahligai rumah tangga pun bubar berserakan.

Lepas dari isi kepala saya yang overthinking, penjelasan konsep co-parenting yang sehat adalah sebagai berikut:

Ayah-ibu harus berkomunikasi yang jelas dan sopan demi kepentingan anak dan tentu saja pembagian tanggung-jawab yang detail, misalnya jadwal mengasuh-antar jemput sekolah-kesehatan-kegiatan anak.
Sering kan kita lihat di film Barat tentang anak yang tiap akhir minggu dijemput ayah atau ibu, tergantung keputusan pengadilan, anak menetap di pihak yang mana.

Memang sih, ada mantan suami atau mantan istri, tetapi tidak ada mantan orang tua, sehingga demi kepentingan anak, maka harus ada konsistensi aturan di kedua rumah.
Sebisa mungkin menghindari konflik pribadi, agar stabilitas emosional anak terjaga.

Intinya konsep co-parenting tetap membangun lingkungan yang aman dan mendukung untuk tumbuh kembang anak, agar lepas dari stigma anak broken home.

Kelemahan Konsep Co-Parenting

Pada setiap pemikiran pastinya ada sisi kelebihan dan kelemahan. Begitu pula konsep pengasuhan bersama ini mempunyai beberapa kelemahan atau tantangan co-parenting yang sering muncul, terutama jika hubungan kedua orang tua sebelumnya kurang harmonis.

Biar bagaimana pun selapang-lapangnya hati, pada suatu perpisahan mungkin saja ada ego pada masing-masing pihak orang tua, ayah atau ibu.

Komunikasi Sulit

Co-parenting membutuhkan komunikasi yang rutin. Jika hubungan orang tua penuh konflik atau tidak saling percaya, komunikasi bisa menjadi sumber stres. Konsep co-parenting yang adem dan menjaga hati anak sepertinya sulit tercapai.

Perbedaan Pola Asuh

Setiap orang tua bisa punya aturan, nilai, atau gaya disiplin yang berbeda. Anak bisa bingung ketika aturan di dua rumah tidak konsisten. Belum lagi bila ada pihak keluarga besar yang terlibat, misalnya orang tua ibu atau orang tua ayah (kakek/nenek), yang sering menambah runyam pola asuh.

Potensi Konflik Berkelanjutan

Bagi pasangan yang memutuskan berpisah dan selanjutnya memilih konsep co-parenting untuk pola pengasuhan anak, hubungan antar ex suami-istri haruslah dalam keadaan baik-baik saja.

Mungkin di antara kita tidak bisa membayangkan, apakah dalam kenyataan pisah baik-baik tuh betul-betul tanpa konflik? Masalah yang semula diredam, bisa jadi “meledak” dan memicu pertengkaran.

Misalnya soal jadwal, kapan si Anak di rumah ibu, kapan di rumah ayah. Belum lagi soal finansial, keputusan memilih pendidikan dan sekolah anak.
Dan banyak printilan lainnya…

Pengaruh Emosi yang Belum Selesai

Rasa sakit hati, cemburu, atau marah setelah berpisah bisa mengganggu kerja sama. Ini sering menyebabkan komunikasi yang pasif-agresif atau sulit membuat keputusan bersama.

Akibatnya tanpa disadari orang tua, anak terganggu secara psikis. Atau bisa terjadi, anak mengambil manfaat dan memanipulasi kondisi yang tidak baik-baik saja ini.

Kesulitan Koordinasi Waktu

Dalam sebuah keluarga utuh, seringkali ada miskomunikasi soal kegiatan anak. Apalagi di keluarga yang terbagi menjadi beberapa rumah, kesulitan koordinasi waktu sering menjadi kendala.

Soal mengatur jadwal kunjungan, kegiatan anak, dan rutinitas dua rumah kadang rumit dan butuh fleksibilitas dari kedua pihak. Seperti anak teman saya ini, kondisi cucunya masih belum sekolah. Belum tahu ceritanya kalau nantinya sudah sekolah, tentunya jadwal tidak bisa fleksibel.

Biaya dan Logistik

Walaupun visi-misi dari orang tua yang berpisah adalah demi kebaikan anak, tetapi biaya dan logistik menjadi dobel-dobel.

Anak perlu berpindah rumah dalam seminggu, 3-4 hari di rumah Ibu, 3 hari di rumah Ayah, maka butuh biaya transport, waktu ekstra, atau barang harus ada di dua tempat (baju, perlengkapan sekolah, dll).

Anak Merasa di Tengah Konflik

anak di tengah konflik, sumber: freepik

Walaupun orang tua berusaha meminimalis adanya konflik, sering kali anak justru merasa terjebak dan bingung. Bukan tidak mungkin merasa bersalah dan sensitif, apalagi bila orang tua sering bertengkar atau saling menjatuhkan.

Gangguan Dalam Stabilitas Anak

Orang tua yang berpisah tetapi masih dalam satu kota, mungkin bisa mengatasi jadwal perpindahan anak. Bagaimana bila salah satu dari pasangan ini tidak tinggal di kota yang sama?
Atau karena alasan pekerjaan dan karier harus pindah ke kota lain.

Konsep co-parenting yang digadang-gadang demi perkembangan anak, bisa jadi hanya berupa angan-angan. Akhirnya anak tinggal di salah satu pihak dari orang tua.

Sering berpindah rumah atau jadwal yang tidak konsisten dapat membuat beberapa anak merasa tidak stabil atau lelah.

Keterlibatan Pasangan Baru

Cerita teman saya tentang anak-menantunya yang memilih berpisah dan mengambil jalan konsep pengasuhan bersama, berita terakhir anaknya sudah pedekate dengan perempuan lain.

Jika salah satu orang tua memiliki pasangan baru, bisa terjadi kecemburuan, salah paham, atau masalah batasan peran.

Penutup

Bila membina rumah tangga harmonis sudah diupayakan tetapi bahtera tetap kandas, konsep co-parenting menjadi pilihan pasangan yang berpikir untuk kebaikan anak. Sehingga anak masih punya tokoh Ayah dan Ibu dalam kehidupan sehari-harinya.

Contoh di atas memang saya lebih mengangkat kelemahan dari konsep co-parenting ini, karena POV-nya tidak mengalami sendiri keluarga yang terpisah. Tapi mungkin saja di antara pembaca ada yang melalui suka-duka co-parenting ini dan anak-anak tetap terdidik dengan baik.

Harapannya pasangan muda tidak cepat-cepat memutuskan mengakhiri perjalanan bahtera pernikahan. Karena sejatinya anak berhak berada di tengah keluarga yang hangat, penuh kasih sayang, sehingga di kemudian hari menjadi pribadi yang penuh kasih.

ilustrasi Diani Apsari, IG @dianiapsari

Also Read

Bagikan:

hani

Halo, saya Tri Wahyu Handayani (Hani), tinggal di Bandung. Pemerhati arsitektur dan pelestarian bangunan, main piano, menjahit, dan jalan-jalan. Kontak ke bee.hani@gmail.com

Tags

22 pemikiran pada “Mengenal Konsep Co-Parenting, Pengasuhan Anak Bersama”

  1. Iyaaa ya mbaa sekarang sedang marak istilah co parenting yang mungkin ini istilahnya saja yang baru namun konsep nya sudah ada sejak dulu dimana kedua orangtua tetap berkomunikasi menjalan hubungan baik dalam hal oengasuhan anak agar anak tetap mendapatkan perhatian dari kedua orangtuanya,,namun apapun bentuk pengasuhan yang diterapkan semoga ank tetap mendapatkan hak nya mendapatkan pengasuhan terbaik dr orang tua

    Balas
  2. Awalnya, aku berpikir kalau konsep co-parenting tuh ayah dan ibu masih bersama. Maksudnya, kalau ayah bekerja, maka beliau akan membersamai anak saat pulang kerja. Dalam artian, tetap memiliki waktu berkualitas bersama anak meski hanya sebentar saja.

    Ternyata, konsep co-parenting tuh dilakukan saat orang tua berpisah. Memang sih, nggak mudah melakukan konsep begini.

    Meskipun katakanlah orang tua berpisah secara baik-baik. Pada kenyataannya, nggak ada yang baik-baik saat memutuskan untuk berpisah.

    Balas
  3. Orang tua tetap berusaha memberikan yang terbaik bagi perkembangan anak-anak yang terlahir dari pernikahan yang ternyata tidak bisa dipertahankan dengan co-parenting, tapi ternyata ada beberapa kelemahannya jg ya, apalagi jika salah satu memiliki pasangan baru.
    Semoga setiap anak tetap mendapatkan hak terbaik dimasa pertumbuhannya dari kedua orangtuanya.

    Balas
  4. Kupikir co-parenting ini hasilnya tergantung kedewasaan masing-masing ya. Kalau mereka bisa memisahkan konflik antarmereka dengan kebutuhan anak, mestinya pengasuhan ini bisa berjalan alami aja. Tentunya dengan menurunkan beberapa standar dan ekspektasi ya karena memang kondisinya tidak ideal

    Balas
  5. Memang semua tidak ada yang sempurna, termasuk pendekatan co-parenting. Apalagi ada dua insan sebagai parents yang ternyata punya akar kultur yang bertolak belakang. Meski demikian dengan ketulusan dan komunikasi, pasti masalah ini bisa teratasi.

    Balas
  6. Perbedaan pola asuh saya dan keluarga suami jadi benturan besar untuk perkembangan karakter anak. Akhirnya saya memilih pondok pesantren sejak dini supaya anak bisa dibentuk karakter baik nya tanpa campur tangan pihak keluarga lagi
    Perbedaan pola asuh memang bukan bikin anak berkembang bagus karakter nya tapi justru bikin ancur

    Balas
  7. Ya, sampai sekarang saya belum bisa memahami konsep co-parenting karena jangankan suami istri yang sudah berpisah, yang tidak pun pasti memiliki konsep parenting yang berbeda berdasarkan pola asuh keluarga masing-masing. Saya dan suami yang sudah menikah 23 tahun pun masih jatuh bangun urusan parenting yang berbeda ini terutama di 10 tahun awal pernikahan. Pedoman kami hanya satu berusaha saling memahami satu sama lain sehingga bisa saling menahan diri ketika merasa “kok begitu sih, aku ngak setuju” dan saling berkomunikasi untuk menemukan satu titik kompromi.

    Balas
  8. Co-parenting setidaknya bisa jadi pilihan terbaik dalam pengasuhan anak bagi orangtua yang berpisah, sehingga hak anak untuk tetap mendapatkan kasih sayang dan perhatian utuh kedua orgtuanya dapat terpenuhi. Semoga semua anak mendapatkan hak2nya dengan adil dan mereka tidak menjadi korban keegoisan orang dewasa.

    Balas
  9. Saya beruntung banyak memutuskan sendiri soal pendidikan anak ini

    karena “untunglah” bapaknya anak-anak menganut patriarki yang menganut pandangan urusan anak ya urusan ibu
    sejak anak-anak belum bisa mengambil keputusan sendiri (usia TK dan SD), saya beri mereka “bekal” sebanyak-banyaknya, seperti les renang, les seni dll
    Alhamdulilah sekarang mereka bisa memetik hasilnya

    Balas
  10. Rasanya bukan hal mudah menjalani pengasuhan tapi tidak lagi bersama
    Dari banyak kejadian nyata yg ada justru kegagalan dan lepas tanggung jawab dari salah satu pihak
    Tapi yg aku lihat publik figure yg cukup berhasil menjalani konsep co parenting itu Marshanda dan mantan suaminya.

    Balas
  11. Saya setuju sekali bahwa “kunci sukses co-parenting adalah menomorsatukan kepentingan anak” dan menanggalkan ego pribadi. Banyak orang tua yang bercerai lupa bahwa peran mereka sebagai orang tua tidak ikut berakhir.

    Tapi, memang menjadi tantangan besar banget melepas ego dan menjalin komunikasi dengan baik dengan mantan. Karena ketika masih bersama aja biasanya yang menjadi masalah itu komunikasi.

    Balas
  12. Oh jadi istilah pengasuhan anak untuk ortu yang bercerai disebut co-parenting ya. Baru paham mengenai hal ini. Tapi cukup sulit juga ya buat ortu yang berpisah tapi gak akur. Kasihan anak2nya tidak mendapat o-parenting yang maksimal

    Balas
  13. jadi inget sama Gading dan Gisel kalo bahas co-parenting gini, tapi mereka hebat lohh, Gempi tampak bahagia meski bapa dan ibunya sudah bercerai dan mereka tetap akur..

    tapi yaa, konsep co-parenting itu kayaknya emang sulit, terutama jika sudah memiliki keluarga baru masing-masing, pasangan baru malah punya andil besar untuk kelancaran dan keberhasilan co-parenting

    Balas
  14. Iya ya, untuk konsep co parenting, komunikasi antara kedua orang tua harus bagus demi anak, ini yang sulit sebab kebanyakan perpisahan tidak terjadi secara baik-baik.

    Balas
  15. Membaca ini membuat saya kembali evaluasi diri sejauh mana saya dan suami mempraktikkan ini. Masih jauh tapi ini jadi motivasi untuk terus memberikan yang terbaik dalam pengasuhan bersama

    Balas
  16. Beberapa temanku ada yang bercerai ada juga yang nggak bercerai tapi misah rumah menjalankan co parenting ini.
    Menurutku nggak pa pa sih konsep ini karena kasihan anak2nya kalau ortunya nggak saling mengalah, krn anak2 berhak kan dapat kasih sayang dari kedua ortunya. Asalkan ya masing2 pihak jangan egois dan mau menang sendiri insyaAllah berhasil sih ya co-parenting ini.
    Meski demikian si anak juga berhak tahu kalau sebenarnya ortunya berpisah. Yaa mungkin juga diobrolinnya menyesuaikan usianya yaa.

    Balas
  17. Banyak orang tua yang ikut campur dengan pola asuh dan sistem pendidikan anak. Padahal jelas beda ya sistem pendidikan dan pola asuh jaman dulu serta sekarang
    Seharusnya banyak pihak yang memahami itu. Sahabat Nabi sekaligus menantu nya aja sudah menerangkan, didiklah anak-anakmu sesuai jaman nya. Tapi masih ada saja yang ngotot mempertahankan ego dan kepercayaan nya

    Balas
  18. Konsep co parenting ini supaya anak tidak kehilangan sosok orang tua kandungnya kan ya. Memang sangat disayangkan sih perpisahan ortu itu tapi ya mungkin itu yang terbaik daripada anak melihat orang tua tidak bahagia saat serumah

    Balas
  19. Kalau dengar co-parenting tuh langsung keingat Gading Marten dan Gisela Anastasia. Juga Desta dan Natasha Rizky. Mereka berhasil banget sepertinya ya melakukan co-parenting, bahkan kerap terlihat sebagai keluarga utuh. Padahal ayah dan ibu sudah berpisah.

    Balas
  20. nggak semua orang sih ya yang bisa berhasil dalam co parenting ini. beberapa bahkan ada yang sulit ketemu anaknya atau bahkan ayahnya nggak nafkahin anaknya lagi. tapi salut sih sama pasangan yang berpisah dan bisa mengasuh anaknya dengan baik bersama kayak ferry maryadi dan risma dan yang lainnya

    Balas
  21. Iya juga yaaa.. anak selalu berada di pihak yang paling bingung ketika harus menghadapi perpisahan orangtuanya. Masih butuh sosok ayah dan ibu secara bersamaan tapi koq sudah tinggal terpisah.

    Balas
  22. Aku lihat sendiri sih seorang teman yang nerapin konsep co parenting ini meski sudah pisah, anaknya terlihat happy saja sih,

    Balas

Tinggalkan komentar

DMCA.com Protection Status