Wisata Sejarah Dan Budaya Sumenep, Madura

hani

Wisata Sejarah Dan Budaya Sumenep, Madura

Perjalanan ke Sumenep merupakan rangkaian perjalanan grup Caraka yang merupakan bagian dari persiapan penulisan buku tentang sebuah tempat. Kami ber-20 pengajar dari berbagai perguruan tinggi di Indonesia janjian berkumpul di Surabaya kemudian melanjutkan perjalanan dengan bus menuju Sumenep.
Langit sore mengantarkan kami menempuh perjalanan sepanjang 170 km ke ujung Timur pulau Madura, dan tiba di Nur Family Hotel berseberangan dengan Masjid Riyadhus Sholihin malam hari. Rencananya besok kami mulai jalan-jalan untuk wisata Sejarah dan budaya Sumenep yang dahulu bernama Songenep itu.

Masjid Jami Sumenep

Masjid ini didirikan tahun 1779 di era pemerintahan Panembahan Somala, yang merupakan Adipati Sumenep ke-31. Arsitek Masjid ini adalah Lauw Pia Ngo, cucu Lauw Khun Thing yang juga seorang ahli bangunan. Mereka merupakan beberapa orang Tionghoa yang melarikan diri dari Batavia setelah peristiwa Geger Pecinan.

Begitu sampai depan masjid, pertama kali terlihat adalah gerbang Masjid Jami Sumenep, berbentuk unik, megah, dan penuh warna. Masuk ke dalam melalui lorong gerbang, kita akan sampai di halaman masjid yang ditanami pohon sawo dan tanjung sehingga pelataran terasa sejuk.
Masjidnya sendiri berbentuk segi empat beratap tajuk susun tiga, mirip dengan Masjid Agung Demak, sebagai warisan sejaran Masjid Mula di pulau Jawa.
Di sekeliling masjid dibangun serambi tambahan yang berfungsi sebagai ruang penerima dan ruang shalat akhwat di sebelah kanannya.

Sebagai bagian dari wisata sejarah terutama sejarah arsitektur kita dapat mempelajari bahwa tampilan masjid bercirikan tiga gaya, yaitu Cina-Jawa-Eropa.
Gaya arsitektur Cina tampil pada beberapa ornamen di gerbang dan mihrab, yaitu ornamen baqua atau segi delapan.
Sedangkan arsitektur Jawa dapat terlihat dari bentuknya yang mirip Masjid Agung Demak. Selanjutnya gaya arsitektur Eropa dikenali dari kolom-kolom besar di ruang shalat dalam masjid dan menara yang terletak di belakang masjid.

Keraton Sumenep

Melintasi Alun-alun Sumenep yang ada di Timur masjid kita akan menuju Keraton Sumenep.
Sama halnya dengan beberapa kota di Jawa, letak masjid menjadi satu kesatuan dengan alun-alun dan keraton. Contohnya adalah di Solo dan Yogyakarta.

Keraton Sumenep adalah tempat kediaman resmi para Adipati/Raja-Raja dan dulunya juga tempat untuk menjalankan roda pemerintahan. Sejak pemerintahan Republik Indonesia, Sumenep merupakan Kabupaten yang ada dibawah Provinsi Jawa Timur.
Rumah Bupati Sumenep letaknya ada di belakang Keraton Sumenep.
Keraton sendiri sekarang ini menjadi objek wisata Sumenep Madura, yang menjadi satu paket kunjungan dengan Masjid Jami Sumenep, Taman Sare (Taman Sari), dan Makam Asta Tinggi (makam keluarga keraton Sumenep).

Untuk masuk dan mengamati Keraton Sumenep kita melalui Gerbang yang bernama Labhang Mesem. Pintu gerbang ini menghadap Selatan dan terlihat sangat monumental, pada bagian atasnya terdapat sebuah loteng, digunakan untuk memantau segala aktivitas yang berlangsung dalam lingkungan keraton. Ada bentuk segitiga di bagian atap yang mengingatkan kita pada bangunan zaman kolonial.
Memang pembangunan Keraton Sumenep mengalami berkali tahap pembangunan dan Labhang Mesem ini sendiri dibangun tahun 1781 di masa pemerintahan Hindia Belanda.

Taman Sare

Taman Sare (Taman Sari) berupa kolam sumber air berbentuk kotak terletak berpagar tembok tinggi, di sebelah Timur Keraton. Untuk turun ke kolam tersebut terdapat tiga pintu yang mempunyai beberapa penunjuk atau kepercayaan setempat.

Pintu pertama, dipercaya dapat membuat kita terlihat awet muda, serta dimudahkan dalam mendapatkan jodoh dan keturunan.
Pintu kedua, dipercaya dapat meningkatkan karir atau jabatan seseorang.
Pintu ketiga, dipercaya dapat meningkatkan kereligiusan dan keimanan kita.
Tidak ada bukti atau petunjuk tertulis bahwa dulunya Taman Sari merupakan pemandian putri Keraton seperti halnya Taman Sari di Jawa.
Melihat visualisasi air kolam, waktu itu di antara kami tidak ada yang berani turun sekedar membasuh melalui berbagai pintu tersebut.

objek wisata sejarah dan budaya sumenep madura
Objek Wisata Sejarah Sumenep, Madura

Makam Asta Tinggi

Terletak sekitar 3 km arah barat kota Sumenep terletak Kompleks Pemakaman Raja-raja Sumenep yang lebih dikenal dengan Asta Tinggi.
Dalam Bahasa Madura, Asta Tinggi disebut juga sebagai Asta Rajâ yang bermakna makam para Pangradjâ (pembesar kerajaan) yang merupakan asta/makam para raja, anak keturunan beserta kerabat-kerabatnya yang dibangun sekitar tahun 1750. Kawasan Pemakaman ini direncanakan awalnya oleh Panembahan Somala dan dilanjutkan pelaksanaannya oleh Sultan Abdurrahman Pakunataningrat I dan Panembahan Natakusuma II.

Melihat bentuk gerbang dan beberapa bangunan yang ada di Makam Asta Tinggi memang mirip dengan Gerbang yang ada di Keraton Sumenep. Bahkan pilihan warnanya pun sama yaitu kuning dan putih.
Bila kita datang ke kompleks tersebut ada tiga buah gerbang. Sebelah kiri yang paling banyak didatangi pengunjung yang bertujuan untuk ziarah. Sedangkan gerbang tengah lebih sedikit.
Adapun gerbang sebelah kanan hampir tidak ada orang yang menuju ke area tersebut.

Tari Topeng Dhalang

Pada malam terakhir kami ada di Sumenep, digelar pengenalan tentang Tari Topeng Dhalang (dibaca Tupeng Deleng). Dinamakan Topeng Dhalang karena semua pemainnya menggunakan topeng yang dalam bahasa Madura disebut “tokop”. Tari Topeng Dhalang ini mungkin mirip wayang orang yang ada di Jawa yang merupakan sendratari yang mengisahkan kisah Ramayana atau Mahabarata.

Setiap penari akan memakai topeng sesuai dengan peran yang dimainkan atau ditarikan. Bedanya dengan topeng yang sering kita lihat, tidak ada celah di bagian mulut, sehingga pemain tidak berbicara sendiri. Hal ini disebabkan dialognya disuarakan oleh seorang dalang.
Malam itu kami menuju sebuah rumah yang di ruang tengahnya digunakan untuk acara pengenalan Tari Topeng Dhalang yang diperagakan oleh seorang dalang terkenal di Sumenep yaitu Akhmad Darus, atau Pak Daruk.

Bedanya dengan sebuah sendratari, apalagi acara malam itu adalah pengenalan berbagai karakter topeng dan secuplik kisah dalam sendratari. Maka Pak Daruk selain memperagakan dialog juga menyuarakan suara gamelannya.
Acara cukup seru ditambah lagi dengan suara gemerincing lonceng kecil di kaki penarinya. Waktu itu tarian diperagakan oleh dua bersaudara laki dan perempuan. Menurut Pak Daruk dulu tarian ini hanya diperagakan oleh laki-laki. Tapi dalam perkembangannya perempuan juga mengambil bagian sebagai penari.

pengenalan tari topeng dhalang
Pak Daruk menyuarakan suara gamelan dan tembang mengiringi penari kakak-beradik, sumber: pribadi

Penutup

Berkunjung ke suatu tempat di Indonesia memang sarat dengan kisah sejarah dan tinggalan adat serta budaya, termasuk wisata Sumenep, Madura.
Gegap gempita berbagai pengaruh budaya pop dari luar negeri, baik dari Barat maupun Asia (Korea), adanya sekelompok saudara sebangsa yang mempertahankan warisan lelulur tersebut perlu kita acungi jempol.
Perlu dukungan dari kita semua agar tinggalan sejarah, berupa artefak arsitektur maupun warisan tak benda tetap lestari tak lekang dimakan zaman.

Also Read

Bagikan:

hani

Halo, saya Tri Wahyu Handayani (Hani), tinggal di Bandung. Pemerhati arsitektur dan pelestarian bangunan, main piano, menjahit, dan jalan-jalan. Kontak ke bee.hani@gmail.com

Tags

8 pemikiran pada “Wisata Sejarah Dan Budaya Sumenep, Madura”

  1. Menarik sekali ya Bu bisa menyaksikan situs sejarah seperti ini. Bukan sekedar menarik secara arsitektur, tapi juga banyak pelajaran dari nilai budayanya ya. Mudah-mudahan suatu saat nanti bisa mampir ke Sumenep juga.

    Balas
  2. Ternyata di Sumenep Madura ada kesultanannya. Seneng pasti ya berwisata budaya plus religi kaya gini. Mudah-mudahan suatu saat nanti, saya juga bisa ngunjungin Sumenep dan bisa ke Kesultanan, Masjid Sumenep dan nonton langsung Tari Dhalang

    Balas
  3. Menarik mbak, Masjid Jami dan bangunan bersejarah lain di Sumenep yang dibangun tahun 1700 an dan tetap berdiri kokoh dan terawat hingga sekarang.

    Unik ya Tari Topeng Dhalang ini, dialognya nggak diucapkan oleh penarinya melainkan oleh dalangnya

    Balas
  4. Menarik nih mbak, saya suka banget wisata sejarah seperti ini, walaupun posisinya dekat tapi saya belum pernah berkunjung ke sana, bagus ya, semoga bisa berkunjung ke sana

    Balas
  5. Wisata begini memang mestinya ditujukan ke anak muda juga, agar mereka lebih mengenal budaya dan leluhurnya. Apalagi di Jawa itu memang kental dengan budaya yang menjadi kekayaan bangsa ini.

    Balas
  6. Menarik sekali, saya suka juga dengan wisata budaya seperti ini. Apalagi tentang kesultanan dan Sejarah Islam di Nusantara. Semoga kelak ada rezeki untuk bertandang langsung ke Sumenep.

    Balas
  7. Senangnya bisa berwisata apalagi wisata sejarah dan budaya. Mengunjungi masjid ternyata tidak selalu sekadar numpang salat saja yah, bisa juga mengulik sejarahnya dan budaya yang melatarbelakangi berdirinya masjid tersebut. Hm, jadi pingin juga ini.

    Balas
  8. Senang banget ya Mba Hani, bareng grup penulis jalan-jalan ke Sumenep. Pas di Surabaya, aku juga sempat jalan-jalan ke Madura, tapi masih yang dekat Jembatan Suramadu. Hahaha. Belum explore Taman Sare, Makam Asta Tinggi, Keraton Sumenep, dan Masjid Jaminya. Aduh, aku baru ngeh kalau Madura punya keraton. wkwkwwkk. Ketahuan nih nilai IPS ku pas SMA jelek banget.

    Balas

Tinggalkan komentar

DMCA.com Protection Status