Usianya terpaut enam tahun lebih muda dari saya. Bahkan bintang kami pun sama-sama Aries, yang kata horoskop, orang Aries keras kepala. Sisi baiknya adalah, tidak mudah putus asa.
Ketika dia dilahirkan dan dibawa pulang ke rumah, ayah saya berkata, hadiahnya adik baru saja ya. Waktu itu saya ulangtahun yang ke-6.
Dia adalah adik bungsu saya, Dyah Puspita Asih, biasa dipanggil Ita.
Mungkin ayah saya memaknainya sebagai hadiah bunga dari cinta kasih ayah-ibu saya.
Kenapa dia yang ingin saya angkat kisahnya sebagai perempuan yang menginspirasi untuk giveawaynya blog Ruang Baca dan Tulis?
Bukan karena dia mentang-mentang adik saya, tetapi saya melihat sepak terjangnya bagi komunitas anak-anak autistik sangatlah berarti.
Diagnosa Autistik
Perjuangannya diawali setelah melahirkan putra semata wayangnya, Ikhsan Priatama Sulaiman.
Ikhsan, akhir-akhir ini kami memanggilnya Ix, dilahirkan sama halnya seperti anak-anak laki-laki lain. Waktu itu saya sudah tinggal di Bandung, tetapi menurut penuturannya, cukup lama dia menanti proses kelahiran yang akhirnya dilahirkan normal.
Beberapa kali sakit dimasa bayi hingga balitanya, Ita menyadari bahwa ada yang tidak biasa pada masa tumbuhkembangnya. Latarbelakangnya sebagai sarjana psikologi sedikit banyak tahu perkembangan anak normal seperti apa.
Secara fisik Ix tumbuh sama dengan anak lain, putih dan cakap.
Serangkaian tes dan dugaan lambat bicara, membawanya dari dokter anak, ke THT, dan ke berbagai ahli. Sementara usianya merambat naik. Belum lagi berbagai alergi menyertainya, sehingga harus selalu dibawah pemantauan dokter anak khusus, terutama dalam menentukan jenis obat yang boleh dikonsumsi.
Di usianya menjelang 3 tahun, barulah ditegakkan diagnosa bahwa Ix adalah individu autistik non verbal.
Autistik adalah individu yang mengalami gejala autisme, yaitu kondisi gangguan perkembangan saraf yang memengaruhi kemampuan anak dalam berkomunikasi, interaksi sosial, dan perilaku.
Artinya apa autistic non verbal? Artinya, Ix tidak berbicara.
Waktu itu belum banyak ahli autisme, masih sedikit masyarakat yang faham tentang autisme. Bahkan sampai sekarang pun individu autistik masih dilecehkan dan diolok-olok.
Komunikasi Media Visual bagi Autistik
Lalu bagaimana caranya berkomunikasi bila Ix tidak tuli, tetapi tidak berbicara.
Maka Ita berusaha dengan berbagai cara berkomunikasi dengan Ix secara non-verbal.
Bentuk komunikasi non-verbal antara lain adalah melalui visual dan tulisan.
Secara telaten Ita mencari berbagai bentuk gambar, pictogram, logo, dan foto yang menunjukkan maksud, benda, atau tujuan dan diajarkan ke Ix.
Misalnya pictogram gambar orang mandi, berikut langkah-langkahnya, untuk mengajarkan Ix langkah-langkah mandi seperti apa.
Logo Hero, logo sebuah supermarket, atau logo KFC untuk menunjukkan tempat makan ayamnya pa Kolonel.
Semua pictogram, logo, gambar dan berbagai foto tersebut dilaminasi kemudian dikumpulkan dalam sebuah album. Bagian belakang logo ditempeli Velcro (perepet), sedangkan salah satu lembaran berbahan velt. Cara kerjanya, bila Ix ingin pergi ke Hero maka tinggal diambil logo Hero dan ditempelkan ke lembaran velt.
Cara ini dinamakan PECS (Picture Exchange Communication System), berkomunikasi dengan gambar.
Apakah cara tersebut tidak menambah malas anak autistik untuk berbicara?
Menurut Ita, komunikasi bisa dengan berbagai cara. Yang penting adalah bisa saling memahami dan pesan yang disampaikan bisa dimengerti orang lain.
Karena kalau pesan tidak sampai, siapapun bisa frustrasi bukan?
Ketika ditemukan alat komunikator, ponsel dan BBM maka Ix pun diajarkan berkomunikasi dengan gawai, untuk menuliskan pesan-pesan ke orang lain, misalnya ke gurunya, ke ibu atau ayahnya.
Bahkan saya pun pernah dikirimi SMS, Bude Hani.
Bagi saya pesan teramat singkat seperti itu cukup membuat surprise berarti Ix bisa berkomunikasi dengan orang lain.
Sebuah upaya yang tidak main-main untuk menjebol gelembung menyendiri yang biasanya dialami individu autistik.
Mendidik Anak Autistik
Bagaimana dengan pendidikan individu autistik?
Salah satu faktor yang menimbulkan kecemasan para orangtua yang putra atau putrinya merupakan individu autistik adalah, apakah mereka nanti bisa sekolah?
Apakah mereka nanti lulus sebagai sarjana?
Para orangtua tersebut sering lupa, bahwa anak yang biasa-biasa juga belum tentu bisa lulus sarjana karena berbagai sebab. Apalagi individu autistik bukan?
Tidak berpikir muluk-muluk, Ita bersama teman-temannya mendirikan sekolah bagi anak-anak berkebutuhan khusus terutama yang mempunyai masalah dalam tumbuhkembangnya.
Di sekolah tersebut anak-anak di usia 6 hingga 20 tahun ini, diajarkan mandiri, terutama untuk kegiatan sehari-hari, seperti mandi, gosok gigi, menuang minuman, memotong, memasak, ketrampilan sederhana, bahkan simulasi jual-beli. Quote sekolahnya adalah Mandiri dan Berbahagia.
Perlu diketahui, bahwa autisme bukan penyakit sehingga kondisi autistik tersebut akan menetap. Yang bisa dilakukan oleh orangtua adalah menatalaksana melalui berbagai terapi agar mereka bisa beradaptasi dengan orang lain dan kualitas hidupnya lebih baik.
Menanggapi kemungkinan tersebut maka perjuangan Ita tidak berhenti disini.
Dia pun berpikir keras bagaimana menciptakan peluang bagi individu-individu autistik ini.
Secara akademis, tidak semua anak autistik dapat sekolah di sekolah umum maupun sekolah inklusi.
Maka anak-anak remaja pun dibuatkan sebuah workshop untuk melatih berbagai ketrampilan dan anak-anak tersebut dapat menjual hasil karya mereka.
Ix pun semakin dewasa, dikemudian hari ternyata Ix mempunyai kemampuan melukis yang terus terasah setiap hari.
Lukisan di atas kanvas dengan media acrylic semakin ekspresif dan mempunyai kekhasan.
Lukisan-lukisan tersebut dijual di komunitas atau ke beberapa teman yang berminat.
Jangan salah, Ix sekarang sudah bisa mempunyai penghasilan melalui penjualan lukisannya.
Beberapa kali Ix pun memamerkan karya-karyanya dan sold-out.
Rumah Belajar Individu Autistik
Sekarang ini Ita disibukkan dengan RBT, Rumah Belajar Tata, sebuah wadah bagi anak berkebutuhan khusus, yang mayoritas memiliki gangguan perkembangan spektrum autisme, terutama bagi usia 2 hingga 15 tahun.
Moto rumah belajar ini adalah semua belajar disini, termasuk guru dan keluarga.
Karena anak-anak autistik ini tidak mungkin hanya diserahkan pembelajarannya ke para guru saja, tetapi keluarga di rumahpun harus turut andil untuk selalu sabar mendampingi.
Setiap anak adalah istimewa sehingga perlu dibuatkan program individual (IEP) sesuai kebutuhan dan keperluan, mencakup kemandirian, perilaku, dan berbagai ketrampilan lainnya.
Dilihat dari kuantitasnya memang kelompok belajarnya terbatas, hanya menampung bagi balita (2-6 th), bagi anak (6-10 th) dan pra-remaja (10-15 th).
Tetapi bagi anak-anak ini dan keluarganya upaya Ita yang tak ada habisnya sangat menginspirasi dan membangun semangat. Apalagi masyarakat Indonesia masih belum menerima sepenuhnya individu berkebutuhan khusus.
Di Indonesia memang belum ada data yang pasti, indikator peningkatan baru dapat diperoleh dari catatan praktek dokter – yang dari menangani 3-5 pasien baru per tahun, kini menangani 3 pasien baru setiap hari. Tidak ada salahnya kita bersama-sama membuka mata dan lebih peduli akan keberadaan para individu autistik dan siap menerima keberadaan mereka.
Tidak mudah memang, tetapi tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini.
Tulisan ini dibuat dalam rangka World Autism Awareness Day, Hari Peduli Autisme Dunia yang jatuh setiap tanggal 2 April.
Sumber:
– Meniti Hari Bersama Autisme
– Yayasan Autisma Indonesia
Bandung, 29 Maret 2017
#tetapsemangat ya Ita dan LX you special, with telor ati ampela dan cakue #loh whehehe
Bubur ayam dong Imanrasidi. Terimakasih ya dukungannya…
sangat inspiratif ….. semangat yang perlu dimiliki dari setiap kita… hatur nuhun Bu Hani untuk inspirasinya … Salam buat Mbk Ita dengan segala potensi dan kreatifitasnya, dengan segala keajaiban yang tumbuh dari cinta dan kebeningan kalbu. Salam
Salam disampaikan. Terimakasih bu Sri atas perhatiannya…
Selalu salut dan bangga dengan orang tua yang mempunyai anak yang spesial. Tetap semangat mba Ita, Ix dan Bude Hani (pinjem panggilan Ix untuk budenya).
Makasih dukungannya Mbak. Semoga sehat selalu…
Ya Allah, sedih Mba bacanya 🙁 Semangat buat Mba ita juga Ix 🙂
Terimakasih Mbak A’imatul Latifah. Ga boleh bersedih Mbak. Doakan tetap semangat yah…
keren nih mbak inspiratif , berjuang tanpa malu krn anaknya punya keunikan
Terimakasih Mbak. Harus berjuang Mbak. Anak amanah Allah…
Inspiratif sekalu kisahnya
Anak2 istimewa lahir ditengah keluarha istimewa yang menyadari potensinyabdan memberi dukungan penuh
Terimakasih mbak sudah berbagi cerita
Sama-sama. Terimakasih sudah mampir…
Sangat menginspirasi dan membanggakan. Bu Ita termasuk seorang pejuang bagi kehidupan. Semoga sehat selalu. Dan semoga menang GAnya 😀
Terimakasih doanya. Terimakasih sudah mampir…
tetap semangat mbak
terimakasih yaa…
wuaaaah, aku jadi pengen datang ke RBT
semoga suatu hari aku bisa ke sana. aamiin
lokasinya di Jakarta Kak Roos…
Terharu sekaligus terinspirasi dari kisah Mbak Ita. Sayangnya sebagian orang malah menjadikan autis sebagai bahan ledekan, terutama buat yang keantengan sama gadget. :'(
Iya tuh…Sebaiknya jangan memakai istilah autis u org yg asyik sendiri…
Titip salam mamak setrong ya buat mbak Ita, pasti orang spesial yang dipilih Tuhan untuk dianugerahi anak luar biasa seperti Ikhsan. Btw Ix itu nama panggilan yang unik banget yaa.
Makasih mba Ani. Ini kita2 aja ngasih julukan Ix…nulisnya lebih pendek. Hehe…