Tetap Bermaafan Walau Lebaran Tanpa Salaman

hani

lebaran-tanpa-salaman

Lebaran telah tiba. Lebaran atau Idul Fitri tahun 1441 H tahun ini terasa berbeda. Tahun lalu, kita baru saja melaksanakan pemilihan umum, untuk memilih presiden dan wakil rakyat. Waktu itu pemilihan presiden dibarengi dengan berbagai insiden, hoax, yang menunjukkan kita tidak kompak. Maka tahun ini tak kalah hebohnya dengan tahun lalu, dunia terserang pandemi virus CoViD-19, yang menyebabkan orang harus menjaga jarak, memakai masker, dan protokol kesehatan lainnya. Mengharuskan orang menjaga jarak, melahirkan himbauan orang tidak saling silaturahim dan bersentuhan secara fisik saat Lebaran. Maka besar kemungkinan tahun ini Lebaran tanpa salaman, sebagai langkah mengurangi menyebaran virus tersebut.

Sejarah Bersalaman

bersalaman
sejarah salaman

Sejak kapan ada tradisi orang bersalaman? Menurut sejarahnya bersalaman pertama kali dilakukan pada abad ke-5 SM (sebelum masehi) di Yunani. Sudah tahu kan Yunani terkenal dengan awal mulanya demokrasi. Melalui berjabatan tangan menunjukkan kesetaraan. Bayangkan di zaman raja-raja, kan adanya raja dan rakyat. Mana ada rakyat berjabatan tangan dengan raja, adanya bersimpuh atau ndlosor sekalian, menunjukkan sikap merendah.

Di era Romawi, zamannya perang melulu, berjabatan tangan menunjukkan niat damai, sekaligus menunjukkan tidak saling membawa senjata. Bahkan selain berjabatan tangan, juga saling memegang lengan masing-masing, untuk memastikan tidak ada belati di balik lengan baju lawan bicara. Hadeuuh…

Bersalaman menunjukkan bentuk dari penghormatan kemudian populer di Eropa pada abad ke-17, menggantikan gerakan membungkuk. Walaupun tidak berlaku di semua negara dan budaya, sudah umum bahwa berjabatan tangan atau bersalaman menunjukkan damai dan sepakat serta menjadi etiket pergaulan di seluruh dunia.

Entah sejak kapan tradisi bersalaman ada di Indonesia, bersalaman menjadi tradisi wajib saat lebaran sebagai simbol damai dan memaafkan sekaligus bentuk sapaan yang sopan. Tentunya bentuk bersalaman ini memang ada yang sungguh-sungguh berjabatan tangan, tetapi juga bentuk lain sesuai daerahnya. Misalnya di Sunda ada tradisi munjungan, yaitu gaya salaman Sunda yang mengulurkan dua tangan yang tertangkup. Sebetulnya sudah menjalankan Lebaran tanpa salaman.

Tradisi Bersalaman saat Lebaran

Tradisi bersalaman saat Lebaran menjadi acara yang paling ditunggu setelah sebulan lamanya berpuasa. Bersalaman sekaligus bersilaturahmi menjadi momen puncak dari keseluruhan rangkaian ibadah setelah Ramadan. Mudik merupakan salah satu bentuk berlelah-lelah menuju silaturahim ke kampung halaman untuk bersalaman sekaligus berpelukan.

Dalam Keluarga

sungkem
sungkem ke almarhumah Mamah bertahun-tahun yl.

Saya dilahirkan di tengah keluarga Jawa, yang dalam beberapa hal sarat dengan ritual dan tradisi. Salah satunya adalah sungkem. Sungkem adalah sikap bersimpuh atau berlutut ke orang yang dituakan kemudian tangan kita memegang lutut orang yang dituakan tersebut. Selanjutnya kepala menunduk sambil mohon maaf atau mohon didoakan. Biasanya yang disungkemi akan membisikan sesuatu di telinga atau merapal doa-doa untuk yang sungkem. Tangannya bisa memegang bahu kita atau kalau anak-anak, mengelus kepala si anak. 

Tradisi sungkem biasanya kami lakukan di hari Raya Idul Fitri, seusai pulang shalat Ied. Posisinya ayah-ibu duduk berdampingan, kemudian anak-anak baris berlutut menurut urutan tua ke muda. Urutannya mulai dari sungkem ke Ayah terlebih dahulu kemudian dilanjutkan ke Ibu. Begitu anak-anak Ayah-Ibu saya menikah dan beranakpinak, maka semakin panjang antrian yang sungkem. Urut-urutan antrian akan seperti ini, pasangan anak pertama dan anak-anak mereka, dilanjutkan dengan pasangan anak kedua dan anak-anak mereka, dan seterusnya.

Kalau sesama saudara atau dalam keluarga besar, biasanya tidak ada lagi acara sungkeman. Paling saling bersalaman-salaman saja, disertai pula pembagian amplop angpaw bagi untuk anak-anak di keluarga yang ada kebiasaan ini. Sayangnya dalam keluarga saya, waktu saya kecil, kok, tidak ada ya kebiasaan bagi-bagi angpaw. Haha…

Di Kantor

Di Indonesia, Lebaran berarti salaman kolosal. Di lingkungan kantor bersalaman kolosal biasanya di hari pertama masuk kantor. Teknisnya pejabat atau pimpinan berdiri di depan, kemudian dimulailah bersalaman lalu berdiri di sebelahnya, dilanjutkan dengan orang sesudahnya berdiri di samping. Begitu seterusnya sampai rangkaian bertambah panjang dan semua tuntas bersalaman dari pimpinan sampai bawahan.

Tujuannya tentu saja mengeratkan jalinan persaudaraan dan bila ada kesalahan atau ketidaknyamanan sebelumnya bisa luntur dan memaafkan. Karena saya tinggal di Bandung, ya Lebaran tanpa salaman, sih, salaman Sunda gaya munjungan.

Tradisi Salaman di Istana Negara

bersalaman
salaman @istana negara

Tradisi bersalaman dengan mengulurkan tangan kita kepada yang lain, saat Idul Fitri tiba seolah menjadi bagian tak terpisahkan. Lantas apa makna dan keutamaan simbol perdamaian seluruh umat manusia itu versi Islam ?

Salam, dalam kosa kata bahasa Arab artinya peace, damai. Tentu saja harapannya dengan bersalaman menunjukkan rasa saling memaafkan dan berdamai. Begitu pula yang terjadi dengan tradisi bersalam-salaman yang dilakukan oleh Istana Negara.

Sejak beberapa periode presiden, istana negara memberi kesempatan pada masyarakat untuk bersilaturahmi dan bersalam-salaman dengan Presiden Republik Indonesia. Biasanya Presiden didampingi istri, bersama dengan Wakil Presiden didampingi istri.

Warga dari berbagai kalangan diberi kesempatan untuk antri bersama-sama dengan pejabat negara lainnya. Membaur mulai dari kaum ibu, bapak, muda-muda, hingga anak-anak.

Ketika Lebaran Tanpa Salaman di tahun 2020

Tahun 2020 ini menjadi tahun yang amat berbeda dibanding tahun-tahun sebelumnya. Tahun ini lebaran tanpa salaman. Tidak ada tradisi bersalaman baik di lingkungan keluarga, kantor, hingga Istana Negara.

Penyebaran virus CoViD-19 melalui kontak fisik, sentuhan, dan jabatan tangan, menyebabkan beredarnya larangan untuk tidak bersilaturahim dan bersalam-salaman. Pejabat dan kantor-kantor meniadakan open house. Belum tahu juga, sih, bila kantor sudah buka, karyawan akan bersalaman masih jaga jarak atau tidak.

Silaturahim dianjurkan melalui berbagai media platform untuk berkomunikasi secara virtual saja. Bahkan dalam keluarga besar saya dari kakek pihak Ibu merencanakan pertemuan melalui Zoom di tanggal dan waktu tertentu. Belum pernah sih, halal-bihalal virtual begini. Sejak Mamah saya wafat, tidak ada lagi acara sungkem.

Mudah-mudahan komunikasi virtual bisa menjadi obat kangen yang biasanya hanya bisa bertemu setahun sekali. Masih bisa saling bermaaf-maafan walau Lebaran tanpa salaman, hanya melalui layar komputer maupun ponsel.

Selamat Idul Fitri 1441 H teman-teman narablog semua…

“Taqobalallahu minna wa minkum”

lebaran salaman
Selamat Idul Fitri 1441 H dari kel Didit Widiatmoko

Bandung, 24 Mei 2020

Also Read

Bagikan:

hani

Halo, saya Tri Wahyu Handayani (Hani), tinggal di Bandung. Pemerhati arsitektur dan pelestarian bangunan, main piano, menjahit, dan jalan-jalan. Kontak ke bee.hani@gmail.com

Tags

19 pemikiran pada “Tetap Bermaafan Walau Lebaran Tanpa Salaman”

  1. Yup..saya juga taunya salaman itu menunjukkan tidak membawa senjata dan niatan baik.. tapi masalahnya budaya salaman ini sudah menjadi sebuah kebiasaan yang kalau tidak dilakukan ada sesuatu yg hilang…

    Tapi kalau hilang utk kebaikan kita saat ini sepertinya tidak apalah .. asalkan kita masih bisa bertemu dan bertatap muka ya kak

    Balas
  2. Seperti menjadi sebuah kebiasaan baru, tradisi salaman berkurang akibat pandemi covid saat ini. Semoga wabah ini cepat berlalu

    Balas
  3. Taqabbal yaa kariim. Pengetahuan baru buatku mba karena ngga pernah kepikiran untuk tahu dari mana asalnya salaman. Ternyata udah sejak zaman Romawi jadi tradisi.
    Btw mohon maaf lahir batin ya mb Hani

    Balas
  4. Secara tidak langsung akan timbul budaya baru di masyarakat kita sepertinya dengan “ditiadakannya” salaman . Tanpa bersalaman pun sebenarnya tidak akan kehilangan makna dari Idul Fitri yaitu saling memaafkan. Maaf lahir batin Mba Hani

    Balas
  5. qaballahu minna wa minkum shiyamana wa shiyamakum. Maaf lahir batin ya mbak. Kita salaman virtual aja dulu. hehehe…

    Balas
  6. Saya tadinya tidak mau salaman tapi bertemu yabg lebih dituakan masih enggan jika tidak bersalamam, akhirnya salaman. Malah yang ibu-ibu langsung menarik cipika cipiki. Sesudahnya, pasti langsung usap tisu basah sama hand sanitizer di tangan ✌

    Balas
  7. Selamat lebaran juga, Bu. Wah, masih bisa sungkem. Saya tahun ini tidak bisa sungkeng langsung, hanya lewat hape. hehe….

    Balas
  8. “Ora Salaman Tetep Seduluran” begitu orang Tuban bilang saat lebaran tahun ini. Di sini pun banyak yang tidak bersalam-salaman. Ya mengingat covid19 yg masih menggila.

    Balas
  9. Di sini kami gak cuma gak salaman mba, tapi juga gerakan tutup pintu alias gak terima tamu. Huhuhu. Secara kami tinggal di zona merah pekat. Untungnya kesadaran masyarakatnya tinggi, jadi saling bisa mengerti. BTW, maaf lahir batin ya Mba Hani. Semoga someday kita bisa salaman, bertemu langsung, tentunya dengan kondisi lingkungan kita yang jauh lebih sehat dari sekarang.

    Balas
  10. Kami lebaran kali ini malah gak buka pintu Mbak, jadi ya gak ada salam-salaman antar tetangga. Semoga tahun depan sudah bisa normal kembali.

    Balas
  11. Selamat Idul Fitri Maaf Lahir Batin ya mbak Han…iya salaman dan sungkeman sdh jadi tradisi y di tanah air..ga afdol tanpa itu…gegara coronces nih jadi agak berubah tradisinya.. semoga thn depan sdh normal lagi Amin YRA

    Balas
  12. Tradisi salaman ini bahkan sebelum lebaran, ketika bertemu teman secara gak sengaja saya jadi sungkan untuk salaman dan cipika-cipiki. Padahal biasanya bila bertemu begitu hangat, sejak covid kita jadi saling menjaga takut menularkan satu sama lain. Hiksss sedih banget Mba Hani.

    Balas
  13. Minna wa minkum taqabbal ya kariim. Iya Mbak selain gak bisa salaman, gak bisa ketemu dulu nih sama keluarga besar. SIlaturahmi via video call aja dulu hehe. Semoga tahun depan diberi umur panjang bisa sama-sama lagi, aamiin

    Balas
  14. Beda daerah beda gaya ya Mba Han. Namun artinya dan tujuan masih sama.

    Di tempat saya (Minang) salaman pas lebaran yang hanya salaman saja. Tapi kepada orangtua atau yg lebih tua biasanya kami sedikit membungkukkan badan.

    Bicara lebaran kali ini. Tradisi ini memang benar-benar hilang. Trenyuh sih ketika tamu tak sebanyak lebaran sebelumnya. Salaman tak bisa.

    Balas
  15. Kalau di lebaran ini salamannya diganti dengan menangkupkan tangan ya. Saya jadi teringat silaturahmi online dengan adik2 dan adik2 sepupu kemarin, gak bisa bertemu langsung karena jarak jauh yang memisahkan. Tradisi bersalaman menurut saya adalah tradisi baik, asal jangan sampai dihukumi wajib saja 😀

    Balas
  16. salaman sudah menjadi tradisi kemanusiaan di Indonesia, khususnya Jawa. Tidak hanya saat lebaran, saat perjumpaan tradisi-tradisi apapun juga bersalaman. misal ketika pernikahan, akad nikah, tradiis sunatan, hingga setelah sholat berjamaah, biasnya juga bersalaman… bersalaman tidak hanya mempertemukan dua tangan, menyentuhkan kulit, tapi menautkan hati…. begitulah… semoga tahun depan sudah bisa kembali bersalaman. terima kasih kak

    Balas

Tinggalkan komentar

DMCA.com Protection Status