Remote Working, Peluang Berprofesi Di Rumah Bagi Perempuan

hani

Sayang amat, udah sekolah tinggi jadi ibu rumah tangga…

Engga nyesel apa, anak diasuh ART. Mamanya kerja…

Seems familiar yah dengar atau baca statement seperti itu. Entah kenapa, Mom’s War ini koq ya makin menjadi di era Disrupsi 4.0. Dulu mungkin ada juga, tetapi karena tidak ada media sosial, tidak ramai. Dulu teman saya ada yang jadi ibu rumah tangga, teman lain ya santai saja, tidak tanya-tanya. Saya seangkatan kuliah di program studi Arsitektur, 75 orang, 14 di antaranya perempuan. Teman perempuan yang pernah kerja sesuai profesi (baca, ijazah), seingat saya 10 orang. Seingat saya ada yang kerja di rumah, menerima job, menggambar di rumah. Bahkan teman lain, ya memang memilih program studi ini, dalam bayangannya, bisa mendesain sambil momong anak. Waktu itu belum ada pemikiran remote working bagi perempuan, artinya masih bisa berprofesi di rumah, tanpa harus pergi ke kantor.

Sebuah Ilustrasi tentang Remote Working

Baru-baru ini saya berkunjung ke teman saya yang baru punya cucu. Menantu perempuan teman saya, Putri, adalah karyawan sebuah bank di Jakarta. Suaminya, anak teman saya, freelancer, berprofesi sebagai desainer interior di Bandung. Awalnya mereka LDM, long distance marriage, kemudian Putri hamil dan melahirkan bayi perempuan yang cantik dan sehat.

Mindset hampir semua orang kan, setelah menjadi Ibu, keputusannya adalah resign dan siap mengasuh anak. Begitu pula rencana semula Putri, siap-siap resign dan berkumpul dengan suaminya di Bandung.

Apa yang terjadi? Perusahaan tempat Putri bekerja sedang mengembangkan digital banking. Sebuah program perbankan yang berbasis aplikasi. Saya rasa banyak lah teman-teman yang sudah install aplikasi digital banking, logonya kotak biru lingkaran putih ini, termasuk saya.

Rupanya perusahaan memberi kesempatan kepada Putri untuk remote working. Putri mengurus (saya kurang jelas posisi tepatnya) digital banking ini dari rumah di Bandung. Sesekali teleconference atau rapat temu muka yang tentunya tidak tiap hari.

Dari sisi perusahaan, dengan adanya internet dan digitalisasi, karyawan tetap bisa bekerja walaupun jarak jauh. Saya menduga, daripada melatih lagi karyawan baru, lebih baik memertahankan karyawan lama yang sudah kompeten. Sedangkan bagi Putri, dia masih bisa berprofesi sesuai bidangnya, tanpa risau meninggalkan rumah.

Remote Working

Apa itu remote working? 

Di era Revolusi Industri 4.0, banyak hal serba digital, ternyata banyak profesi yang bisa dijalankan dari jarak jauh. Jarak tidak lagi menjadi kendala. Remote working adalah gaya kerja yang memungkinkan para profesional untuk bekerja di luar lingkungan kantor tradisional.  Ini didasarkan pada konsep bahwa pekerjaan tidak perlu dilakukan di tempat tertentu agar dapat dieksekusi dengan sukses.

Jadi, alih-alih pergi ke kantor setiap hari untuk bekerja dari meja di kantor, karyawan jarak jauh dapat menjalankan proyek mereka dan menyelesaikannya di mana pun mereka mau.  Berkat internet dan artificial intelligence, orang-orang memiliki fleksibilitas untuk berprofesi dan mengembangkan potensi mereka sepenuhnya. Apalagi sekarang pun banyak lapangan pekerjaan yang bisa dialihkan ke asisten virtual, seseorang bahkan robot yang bisa menyelesaikan pekerjaan melalui platform digital.

Freelance vs Remote Working

Pekerjaan freelance yang sekarang marak sebetulnya tak asing bagi saya. Teman-teman selepas kuliah, ada yang bekerja di perusahaan konsultan, pegawai negeri, pegawai BUMN, atau freelancer. Sebagai freelancer ada yang bekerja sendiri, menerima job desain dan dikerjakan semua sendiri, ada pula yang membuka biro konsultan.

Dulu, membuka biro konsultan, means menyediakan ruangan khusus sebagai kantor. Arsitek dibantu oleh drafter (juru gambar) dan sesekali konsultasi dengan klien. Sudah pemandangan umum, sebuah biro konsultan isinya deretan meja gambar dengan mesin gambar yang sebesar gaban itu.

Memasuki abad 21 dan ditemukannya software gambar, semua gambar bisa dibuat dalam digital. Dan memasuki era Revolusi Industri 4.0, semua pihak memanfaatkan komunikasi jaringan. Gambar digital bisa dikirim via internet. Selain itu banyak pekerjaan yang dipecah-pecah menjadi pekerjaan kecil dan mulai ada spesialisasi pada beberapa pekerjaan.

Meja dan mesin gambar pun mangkrak, karena drafter tidak menggambar manual lagi. Ruangan kantor menyempit. Bukan hanya meja dan mesin gambar mangkrak, perusahaan pun banyak yang menerapkan sistem kerja kontrak. Karyawan di rumahkan, mereka hanya dihire per pekerjaan. Perusahaan berhemat biaya transport bagi karyawan, operasional sehari-hari, dan banyak lagi.

Remote Working bagi Perempuan

Remote working mungkin mirip dengan freelancer. Dalam bayangan saya, freelancer lebih bebas waktunya dan tidak terikat dengan sebuah perusahaan. Freelancer pun sekarang sistem kerjanya remote working.

Contohnya di profesi arsitektur maupun desainer, pekerjaan bisa dilakukan di rumah, kemudian hasil desain dikirim melalui langit (jaringan internet). Tek-tokan konsultasi dengan klien melalui komunikasi jaringan. Sesudah pekerjaan beres, fee ditransfer melalui internet lagi, dengan internet banking atau mobile banking. Beres deh!

Penulis, content writer, blogger, buzzer, bisnis online, mereka semua adalah barisan remote working. Bekerja dari jarak jauh. 

Sebetulnya, sih, remote working bukan hanya untuk perempuan, tetapi bisa juga berlaku bagi laki-laki. Saya menyorotinya dari sisi perempuan, karena bila perempuan bersuami, koq ya, lalu banyak yang “dirumahkan”. Sekarang peluang untuk tetap berprofesi dan bergabung dalam sebuah perusahaan tetap bisa dijalani bersamaan pula menjadi ibu rumah tangga. Sehingga nyinyiran, “koq sudah sekolah tinggi ujungnya jadi ibu rumah tangga”, tidak perlu terungkap lagi.

Telah ada perubahan paradigma budaya yang belum semua masyarakat siap menerima. Mindset sebagian besar kita adalah, berangkat kerja ya ke luar rumah pergi ke kantor. Mager di depan komputer, dikira internetan engga jelas. Pegang dan mantengin layar ponsel, dikira gadgetan buang pulsa.

Beberapa peluang lapangan kerja masa depan telah saya tuliskan di artikel “Artificial Intelligence (AI): Saingan atau Teman?” di blognya ajopiaman.com. Tinggal kita, tak masalah laki atau perempuan, siap atau tidak menghadapi tantangan tersebut.

Bandung, 25 Februari 2020

Also Read

Bagikan:

hani

Halo, saya Tri Wahyu Handayani (Hani), tinggal di Bandung. Pemerhati arsitektur dan pelestarian bangunan, main piano, menjahit, dan jalan-jalan. Kontak ke bee.hani@gmail.com

Tags

48 pemikiran pada “Remote Working, Peluang Berprofesi Di Rumah Bagi Perempuan”

  1. Remote working atau apapun yang kerjanya gak perlu ngantor, tapi tetap bisa multi tasking, adalah impianku banget.

    Balas
  2. Remote working ataupun freelancer tetap harus ulet dan kreatif kerjanya, kalau ga ya nanti jadi pengangguran juga. Tapi itu tantangannya hehe. Thanks kak, tulisannya menginspirasi ibu-ibu yang masih ragu melihat peluang remote working nih.

    Balas
  3. Saya merasakan ini bund. Saya lulusan magister, menikah, kemudian punya anak. Sejak dulu, saya memang berkeinginan jadi penulis, bukan kerja kantoran. Maka, setelah punya anak, saya di rumah. Bekerja menulis skenario dengan sistem remote working. Meski remote working bukan berarti bisa seenaknya bersantai, tetap ada waktu yang harus dijadwalkan, kalo tidak semua akan berantakan. Keluarga sering banget menyarankan saya daftar CPNS, tetangga bahkan gak tau apa kerja saya, taunya ya nganggur di rumah hahahaha. Gak apa-apa, saya bahagia jadi ibu rumah tangga sekaligus freelancer

    Balas
    • Naaa keren ini. Ibu rumah tangga jalan, profesi jalan. Mindset kita aja seolah berangkat kerja, pdhal ya di rumah. Artinya memang ada jam kerja khusus untuk itu ya…Sip…Aku suka….Cuek aja lah ama omongan tetangga…

      Balas
  4. seruuu emang remote working, saya beberapa kali ditawari jadi System Analyst tapi secara remote dan kalo rapat pake skype. tapi saya enggak kuat pas nyoba ternyata kerjaannya lebih banyak dari kerja kantoran dulu, wkwkwk. tapi worth it sih. cuma kerja di rumah terus gajinya gak kalah kaya di kantoran malah lebih besar. jadi bener-bener berguna banget remote working buat perempuan. semoga banyak perusahaan seperti ini, yes.

    Balas
  5. Nah, ini keren, Mbak. Jadi khususnya perempuan bisa tetap bekerja sambil mengurus anak. Salut pada perusahaan Mbak Putri itu. Jadi tetap memberi kesempatan berkarier. Dan memang sih, lebih baik mempertahankan karyawan lama yang kompeten, daripada mencari karyawan baru.
    Dan memang ya, Mbak. Dengan adanya kemajuan teknologi, ada sisi bagusnya. lebih dimudahkan.

    Balas
  6. Keren ya mbak sekarang udah ada remote working, jadi kerja di suatu perusahaan tapi enggak tiap hari datang ke kantor. Perkembangan teknologi membuat perempuan enggak hanya ibu rumah tangga tapi pekerja kantoran dari rumah 🙂

    Balas
  7. Remote working ini sebenenrya bisa jadi bikin lebih produktif kalau ada ruangan sendiri atau studio ala2 gitu jadi kita tetep berasa di kantor tapi di rumah gitu yak :3

    Balas
  8. Saya kebetulan yang menikmati sekali masa masa remote working ini. Sesekali keluar rumah saat diperlukan, pun karena bekerja dari rumah, jadi pendapatan bisa cukup banyak masuk tabungan. Sesekali pun saya memutuskan untuk sekadar kumpul kumpukl seru dengan rekan kerja saya, biar nggak terlalu terkotak di rumah dan tiap ketemu orang bahasannya hanya soal pekerjaan saja. Jaman semakin berkembang, pilihan profesi pun semakin banyak.

    Balas
    • Iya sih…kelemahannya remote working jadi engga gaul, engga ketemu orang. Tapi bisalah tetap ketemuan, cari komunitas.

      Balas
  9. Iya nih zaman sekarang kalau udah kenalan dengan dunia digital, rasanya kesempatan terbuka lebar meskipun hanya dari rumah. Tinggal rajin-rajin bikin portofolio dan cari situs untuk mendapatkan klien.

    Balas
  10. Sering banget nemu yang beginian di sekitar aku. Selalu menyayangkan kenapa gak bekerja. Malah sering dianggap gak bekerja :(. Padahal mah aku dirumah selain jadi IRT juga jadi wanita pekerja, hanya bedanya aku tidak perlu meninggalkan anak 🙂

    Balas
  11. Untungnya aku dan suami kerjanya sama, gak bisa jauh-jauh dari Internet. Suami ku juga kerja di rumah sebagai developer software dan game. Yang paling suka rese emang keluarga terdekat yang selalu bilang ” gak sayang ama ijazah” hahaha

    Balas
  12. Remote working bikin perempuan bisa bikin kita perempuan tetap multitasking ya bu. Bagi saya sekarang gak ada yg lebih bahagia dari mengurus anak sembari tetap menulis dan menghasilkan uang dari rumah. Kalo anak-anak udah besar, perkara saya mau balik kerja lebih serius lagi, itu urusan nanti.

    Balas
  13. Menurut pemahaman aku mba:
    Remote working artinya dikerjakan tidak dari kantor, meski termasuk karyawan tetap.
    Freelance, jelas tidak punya kantor dan jobnya dari 1 project ke project lain.

    Perempuan bekerja remote working (kerja freelance atau bukan), merupakan solusi ideal saat harus pula menjaga anak di rumah. Sebenarnya, laki-laki pun juga cukup banyak yang remote working. Trend yang makin banyak digunakan saat ini.

    Hanya saja kendalanya, suami sebagai sumber utama income saat kerja di rumah, rentan tidak efektif karena ada saja dicolek urusan domestik rumah. Solusinya, biasanya mereka kerja di coworking space.

    Balas
  14. Remote working sangat membantu sekali di era digital ini. Meski ada memang beberapa kerjaan yang tidak bisa dilakukan secara remote seperti yang berkaitan dengan fisik. Semoga makin banyak peluang remote working ini ya.

    Balas
  15. Noted.. ada perbedaan juga antara freelancer dengan remote working… dan blogger termasuk remote working ya kak

    Balas
  16. Saya juga pengen banget bisa remote working
    kadang mau ajarin istri di rumah nulis, dianya bilang bukan passionnya

    Balas
  17. Saya juga pengen coba yang namanya remote working itu Mbak–kalau freelancer udah sering. Cuma gelar akademik sepertinya membuat saya harus keluar rumah kelak untuk mengajar, walaupun saya belum dapat tempat mengajar sih karena belum lepas betul dari kampus. Tapi, ngomong-ngomong, tingkat universitas pun ada sistem kuliah online ya

    Balas
  18. Menyenangkan banget kerja remote kayak gini, sesuai banget dg keinginan. Cuma kadang kadang perlu keluar buat refreshing

    Balas
  19. Pandangan orang di kampung masih belum ketemu soal remote working ini atau bahkan freelancer.
    Pernah saya melepas pekerjaan di Jakarta, dan menjalani kehidupan sebagai freelancer. Keluarga jadi bertanya-tanya darimana saya bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dijelaskan juga gak paham-paham. Atau mungkin bahasa saya yang perlu disederhanakan.

    Akhirnya ya terpaksa ikutan ‘numpang ngantor’ bareng temen-temen media lokal. Buat sekadar menghindari ‘fitnah’ dan membahagiakan keluarga 😀

    Kalo perempuan pasca menikah rasanya masih mending. Sebab ya paling cuma dibilang ‘sayang ijazahnya’ ya. Abis itu ya udah.

    Selain jaringan internetnya yang semaput, hidup di kampung emang ribetnya gitu hehe

    Balas
  20. Keren mba Hani…semakin menginspirasi..jmn now jaman digital peluang di dunia Maya buanyakkkk bngt ya mbak…andaikan aku ngeh sejak awal..to mending lah dibanding engga sama sekali…mksh ya artikelnya …top top markotop..

    Balas
  21. Remote working, memang cocoknya buat perempuan ya kak, tapi sekarang mah udah banyak cowo yg remote working. Apalagi sekarang ini banyak banget perusahaan yg akan mengurangi pegawainya, dengan adanya digital banking, tinggal nunggu giliran aja kapan disuruh kerja dari rumah ya kak.

    Balas
  22. Saya pernah dengan penuh semangat gabung dengan grup coding. Lalu saya keder dan sulit konsentrasi di urusan coding. Padahal salah satu peluang punya gawean remote working dengan penghasilan yang sangat lumayan, ya.

    Balas
  23. Dengan semakin pesatnya kemajuan teknologi dan informasi, saya perhatikan sekarang banyak kaum perempuan yg memilih bekerja di rumah sekaligus dpt mengurus anak.

    Mereka kreatif untuk menghasilkan sesuatu dgn karya. Dari karya tersebut dapat membantu ekonomi keluarga.

    Balas
  24. Benar sekali. Saya dan istri nyaman kerja di rumah. Memanfaatkan teknologi. Zaman berubah, kerja offline maupun online sama-sama banyak peluang.

    Balas
  25. Beberapa waktu lalu, ramai soal kerja dari rumah bagi Pegawai Negeri Sipil. Yang diilusrasikan Mbak Hani dari pengalamannya adalah, yang kerja freelance atau remote working adalah memang benar-benar orang yang punya skill di bidangnya.

    Nah, kira-kira, apakah remote working ini pas diterapkan untuk Pegawai Negeri kita mbak?
    Salam…

    Balas
    • Ilustrasi yg saya ceritakan ttg Putri kan statusnya pegawai juga, pegawai bank. Pegawai negeri hrs punya skill juga. Remoter working bagi ASN ya tidak semua pegawai, tergantung kondisi. Sama halnya dng Putri, kan bank msh ada pegawai yg berhadapan dng masy langsung. ASN juga begitu, ada yg melayani masy langsung, ada yg berkaitan dng IT.

      Balas
  26. Berarti kerja saya sebagai penulis naskah skenario bisa dibilang remote working dong. baru tahu saya. karena saya kerja jarak jauh tapi terkontrol. Lebih bisa merasakan manfaatnya karena bisa lebih dekat dengan keluarga. kalau ngeblog masih belajar. hehe

    Balas
  27. Deretan Remote Working itu penulis, content writer, vlogger, blogger, buzzer, bisnis online, yaa Mbak Hani… kl saya pinginnya sih gak ke kampus lg, go live aja sama mahasiswa jadi bisa kerja dari rumah aja hihi… ngarep ada #merdekamengajar

    Balas
  28. Jadi pengen coba peruntungan remote working juga nih Mbak jadinya, sometimes emang merindu suasana kerja biar tetap waras, heheh

    Balas
  29. Kayaknya emang sekarang para perempuan memilih remote working dengan segala manfaatnya ya. Jadi nggak perlu ke kantor. Bisa ngurus semuanya.

    Balas
  30. Betul sekali mbak hani, di lingkungan saya masih banyak para perempuan yang saling sikut, membandingkan mana yg lebih baik antara menjadi wanita karir atau ibu rumah tangga. Ngomong” tentang istilah remote working ini sangat baru sekali dalam kamus hidup saya, tapi ternyata implementasinya sudah ada dimana-mana. Alhamdulillah tambah ilmu, terimakasih sudah sharing mbak

    Balas
  31. Ping-balik: Kerja Di Rumah, Kok Malah Boros? - blog hani
  32. Justru trend nya skrg dgn remote working..

    Mereka yang gak paham pasti gak ngikutin perkembangan jaman deh tu mbak hani

    Balas
  33. Ping-balik: 7 Alamat Situs Untuk Belajar di Rumah Akibat Covid-19 - blog hani
  34. Remote Working sepertinya sangat cocok dan pas bagi ibu-ibu rumah tangga yang ingin menambah penghasilan. dengan Remote Working maka, pekerjaan bisa dikerjakan tanpa meninggalkan rumah, sehingga tetap bisa dekat keluarga

    Balas
  35. Disaat mesti #dirumahaja bekerja remote dari rumah atau darimanapun aja membantu banget yaa mbak. Inginnya juga begitu. Jadi pekerja yang bisa bekerja darimana aja

    Balas
  36. Kondisi saat ini dengan adanya pandemi Covid -19, dan anjuran pemerintah mengisolasi diri dirumah, menjadikan remote working semakin penting dan banyak dilakukan oleh berbagai kalangan. Terimakasih mba artikelnya menarik

    Balas
  37. Zaman corona ada work from home yang ternyata ga semudah yang dibayangkan. Apalagi anak-anak juga sekolah dari rumah. Kasian suami ku bingung bagi waktunya. Apalagi aslinya pekerjaan full time tapi dikerjakann remote

    Balas
  38. Ping-balik: Tulisan Minggu #9 - 1 Minggu 1 Cerita
  39. Ping-balik: Menciptakan Pojok Kerja Di Rumah
  40. Saya pernah membaca sebuah survey yang menyimpulkan bahwa generasi berusia di bawah 30 tahun saat ini sangat mendambakan remote working. Mereka ingin sekali bekerja sambil tetap jalan-jalan. Banyak sekali kasus membuktikan bahwa ternyata remote working kerap berhasil, bahkan lebih efektif daripada jika proyek-proyek tersebut dikerjakan di kantor.

    Faktor yang cukup signifikan memang tekanan mental dari keluarga. Orang tua dari generasi di bawah 30 tahun ini merasa risih melihat anak-anak mereka menempa kehidupan baru mereka dengan bekerja di rumah. Sebab para orang tua ini belum terbiasa. Ini diperparah dengan ketidakmampuan para fresh graduates ini menjelaskan kepada para orang tua mereka tentang mengapa pekerjaan mereka di rumah itu tetap seefisien bekerja di kantor.

    Survey tersebut (saya lupa baca di mana) juga menjelaskan bahwa para orang tua pada akhirnya paham tentang keefektifan remote working setelah anak mereka membuktikan hasil kerja mereka. Artinya memang para orang tua berusia di atas 55 tahun butuh pembuktian dulu sebelum mempercayai keniscayaan remote working.

    Saya rasa, kalau kita mau membuka wawasan lebar-lebar tentang macam-macam gaya hidup yang berbeda-beda, tidak akan sampai terjadi nyinyir-menyinyir tentang orang-orang yang tetap berpenghasilan dari dalam rumah.

    Balas
    • Alhamdulillah sih kalau di antara teman-teman kuliahan, mereka udh faham pilihan anak-anaknya yg freelancer dan seharian mantengin laptop or gadget. Tapi kalo di antara teman-teman bloger/ twitter (hehe…temanku lintas generasi) banyak yg mengeluhkan ortu mereka engga siap dng pilihan anak-anaknya. Mindsetnya kerja yg baik dan benar yaa sebagai ASN atau BUMN…

      Balas
  41. Alhamdulillah, sekarang di rumah pun tetap bisa bekerja sambil ngasuh anak-anak dan nemenin mereka belajar juga. Malah meningkatkan bonding asal bisa jaga kualitas kebersamaan.

    Balas

Tinggalkan komentar

DMCA.com Protection Status