Lompat ke konten

Pesan Moral Penulis adalah Menulis dengan Jujur

jasa desain grafis

Para perempuan, terutama ibu-ibu di sebuah komunitas yang saya ikuti, terusik. Komunitas IIDN, Ibu-ibu Doyan Nulis menyayangkan komentar Rhenald Kasali, profesor sebuah perguruan tinggi ternama. Status seorang remaja dari Banyuwangi yang ditulis di akun Facebooknya dianggap oleh netizen merupakan plagiarism. Remaja tersebut tidak menulis dengan jujur. Karena tulisannya sama persis dengan orang lain, yang dikemudian hari ternyata yang bersangkutan tidak mempermasalahkannya.
Menurut Rhenald Kasali, tulisan Afi, sang remaja bukanlah tulisan ilmiah, apalagi hanya diposting di status akun Facebook. Jadi menurut beliau, plagiat hanya berlaku untuk karya ilmiah.

Di Indonesia ada 2 undang-undang yang mengatur tentang plagiarism. Yaitu Undang-undang RI tentang Hak Cipta dan Peraturan Menteri Pendidikan Nasional, tentang Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi. Di pasal 40 Undang-undang Hak Cipta disebutkan bahwa buku, pamflet, perwajahan karya tulis yang diterbitkan, dan semua hasil karya tulis lainnya, termasuk ciptaan yang dilindungi.

Artikel yang ramai diperbincangkan di dunia maya dan diduga adalah plagiarism mula-mula diwartakan oleh seorang sastrawan dan bloger, Pringadi Abdi Surya, disertai dengan screenshot perbandingan dari kedua artikel. Seperti biasa, bila ada berita tentang seseorang yang mendadak tenar, lalu melebar kemana-mana dan ramailah netizen dengan caci-makinya.

Budaya Copy Paste

Lepas bahwa Rhenald menyatakan artikelnya Afi bukan plagiat dan Pringadi Abdi Surya, mengatakan sebaliknya, artikel Afi plagiat. Saya mengerti, alasan masing-masing pihak tersebut  menyatakan hal yang berbeda.
PerMen tentang Plagiat diberlakukan ketat di perguruan tinggi. Pelaku plagiat terbanyak memang dari kalangan perguruan tinggi, bisa mahasiswa, bisa dosen. Pengalaman sendiri, hampir semua karya tulis mahasiswa bukanlah karya ilmiah. Dari 12 mahasiswa matakuliah Seminar yang saya ampu, hampir semua tulisannya lebih dari 80% plagiat.

Saya tahu darimana?
Ada software yang bisa diunduh atau dibeli untuk mengetahui tulisan seseorang plagiat atau tidak. Bahkan software terbaru bisa menyertakan link-link awal asal-muasal kalimat yang sama. Di dunia perguruan tinggi sebetulnya tidak mungkin menghindari seseorang tidak mengutip tulisan orang lain. Sebetulnya ada batasan, selama masih di bawah 30% kutipan, masih belum dianggap karya tulis tersebut hasil plagiat. Ada ketentuan juga, bahwa penulis karya ilmiah harus menyertakan sumbernya bila mengutip bagian dari tulisan. Teknik menyitasi pun dijelaskan di beberapa buku panduan tentang penulisan karya ilmiah.

Saya selalu menyarankan ke mahasiswa untuk melakukan parafrase, yaitu menuliskan kembali sebuah kutipan dengan susunan kalimat buah pikiran sendiri. Bagi mahasiswa rupanya lebih gampang, unduh tulisan dari langit, lalu copy paste ke tulisan sendiri. Biasanya paragraf landasan teori-teori. Jangan tanya, apakah tiap paragraf berkaitan atau tidak. Seringnya, sih, tidak.

Plagiat pun bahkan dilakukan oleh dosen hingga guru besar. Sanksinya berat, seorang guru besar bahkan dicabut gelar profesornya, karena tidak mencantumkan nama penulis asli dalam menulis beberapa artikel ilmiahnya. Bahkan seorang dosen batal gelar doktoralnya, karena penelitiannya merupakan hasil penelitian dari negara lain tahun-tahun sebelumnya.
Bagaimana dengan mahasiswa? Untuk karya Tugas Akhir atau Skripsi mereka, ada pernyataan di atas materai, bahwa yang bersangkutan tidak melakukan plagiat, dan bersedia menerima sanksi.

Menulis dengan Jujur

Menurut Rhenald, dan juga informasi dari ahli hukum, status facebook bukan tulisan ilmiah, jadi tidak terjerat dengan hukum plagiarism. Facebook menurut Rhenald adalah media umum, bukan jurnal ilmiah.

Pringadi, apa yang saya baca di sebuah portal, adalah seorang penulis. Bagi penulis apapun, penulis buku, blog, artikel, reviewer, bahkan copywriter di perusahaan iklan, ruh utama karya tulis adalah kejujuran.
Penulis pun sebelum menulis harus melakukan penelitian terlebih dahulu, bukan. Untuk menulis satu buku, dia harus membaca minimal 5 buku sejenis. Selain menambah wawasan tentang hal-hal yang akan ditulis, juga menghindarinya dari dugaan plagiat tadi. Paling tidak seorang penulis yang punya harga diri, dia akan menuliskan sendiri buah pikirannya supaya beda dengan orang lain.

Seorang penulis bila di kemudian hari dijumpai dia memplagiasi karya orang lain, maka tertutup kesempatannya tulisannya dipercaya orang. Bahkan penerbit memblacklist penulis-penulis yang karyanya merupakan plagiasi. Seperti kata pepatah, sekali lancung keujian, seumur hidup orang tak percaya.

Media umum, mau itu koran, blog, facebook, semestinya tidak dianggap kurang berarti, sehingga setiap orang boleh mengaku karya orang lain sebagai karya sendiri. Ada etika, buah pikiran orang lain, sepantasnya dihargai.
Mudah kok, kita cuma diminta menuliskan sumbernya. Tidak perlu malu juga, seolah tidak bisa menulis pikiran sendiri, hanya meneruskan pikiran orang lain. Lebih baik menulis satu dua kalimat, tapi buah pikiran sendiri. Daripada, berpuluh paragraf, ternyata salin rekat (copy paste) punya orang lain.

Saya tidak mau berandai-andai sih, besok-besok Afi akan menulis apalagi? Apakah masyarakat masih mempercayai tulisannya merupakan karya tulisannya sendiri?
Walaupun tulisannya hanya dimuat di Facebook dan media sosial lain, harapan banyak orang, dia menulis dengan jujur. Untuk menulis jujur, tidak perlu penelitian ilmiah, kok.
Media sosial sekarang ini mendadak menghadirkan sosok dari antah berantah muncul di layar gawai kita. Kadang karena tuntutan dunia maya, kita lebih perhatian terhadap komentar dunia maya daripada berkarya di dunia nyata. Afi mungkin terlanjur dipuja orang, sebagai remaja luar biasa, yang mempunyai pemikiran melebihi pemikiran orang dewasa sekalipun.
Alangkah indahnya bila justru Afi bisa menularkan budaya menulisnya ke remaja lain, menulis dengan jujur tentu saja.

Sumber:
http://style.tribunnews.com/2017/06/01/heboh-dugaan-afi-lakukan-plagiarisme-ini-pandangan-renald-kasali-guru-besar-universitas-indonesia
Undang-undang Republik Indonesia no 28 tahun 2014 tentang Hak Cipta
Permendiknas-no-17-tahun-2010 tentang Pencegahan dan Penanggulangan Plagiat di Perguruan Tinggi

Diedit Bandung, 23 Maret 2020

21 tanggapan pada “Pesan Moral Penulis adalah Menulis dengan Jujur”

  1. Bagus banget artikelnya mbk hani, terima kasih sudah mengingatkan untuk menulis secara jujur..

    Salam kenal dari Bengkulu mbk.
    ditunggu kunjungannya di blog saya.hihi
    ditunggu juga Follow nya..

  2. Setuju bu, menulis memang harus jujur jadi refleksi diri juga sehingga pembaca bisa merasakan feelnya. dan tentang copas jujur saya ga respect meskipun penulis asli membiarkan tetap saja itu bukan buah pemikirannya sama saja membodohi diri sendiri

  3. Pingback: Bahasa Indonesia Pemersatu Bangsa Di Tengah Gempuran Bilingual

  4. Saya kl gak menguasai gak pandai menulis. Makanya yg saya tulis yg saya alami, sekitar jalan2 dan makan2. Adakalanya perlu inspirasi dari tulisan orang lain tp sekedar inspirasi bukan plagiat ??

  5. Hallo kak Hani,

    Ketika saya membaca artikel ini, saya langsung teringat dengan permasalahan ini.
    Kira-kira mungkin tiga minggu yang lalu saya melihat interview mas Pringadi ini dengan Tempo di IG Live nya Tempo. Di dalam interview itu, muncul juga pertanyaan terkait dengan anak yang dianggap sebagai sastrawan karena menulis karya sastra yang untuk ukuran anak umur segitu terlalu berat.

    Hanya saya tidak tau kalau ternyata Prof. Kasali berpendapat ini bukan plagiat, sangat disayangkan.

    Betul sekali kak, menulis itu membutuhkan usaha yang luar biasa. Bahkan hanya untuk satu paragraf saja, harus membaca berbagai macam sumber/buku. Belum lagi teknik menggabungkan satu paragraf dengan paragraf yang lainnya.

    Saya sendiri memulai menulis, karena memang menyadari kalau ini kelemahan saya dan harus saya benahi. Menulis menjadi ilmu wajib dasar yang sebaiknya dikuasai oleh setiap orang.

    Terima kasih atas artikelnya.

  6. Sekarang banyak oknum yang ingin sukses cepat dengan berbagai cara bu, termasuk plagiat ini. Kadang berpikir bagaimana orang-orang seperti itu bisa memperkenalkan diri sebagai penulis jika mereka bahkan tidak memeras pikiran dan usaha maksimal untuk karya tersebut.

  7. Padahal udah aturannya ya bagi yang melakukan plagiat di dalam dunia pendidikan, tapi nyatanya masih banyak juga yang melakukan itu. Saya suka sedih kalau nemu berita, ada dosen melakukan plagiarisme. Ibarat pepatah, guru kencing berdiri murid kencing berlari. Lha kalau dosennya aja begitu, gimana dengan mahasiswanya?

  8. Menurut saya ya plagiarisme. Karena sudah copy paste tanpa menyebutkan sumberya. Kejujuran sudah dipinggirkan…sedih kalau berkarya diawali dengan tipu-tipu begini. Padahal kalau menulis dengan jujur, karya sendiri akan jadi ciri kita nanti.
    Hm…jadi penasaran gimana nasib Afi sekarang ya, ga pernah terdengar lagi

  9. Terima kasih sharing ilmunya kak, menulis dengan jujur dan hasil karya sendiri memang lebih bagus dan akan menjadi ciri khas tersendiri, namun saat ini masihbanyak yang menggunakan auto konten hehehe

  10. Kalau menurut sy segala sesuat di dunia hasil dari ATM amati, tiru, modifikasi..bagian modifikasi yg kdng orang sdh ga mau create lagi krna butuh proses dan waktu alias ga sabar pengen cepet mempublish hasil karya.. hehe..namun tetap sj kejujuran itu diatas segalanya..ya mbak Hani..jd menulis dengan jujur adalah keharusan..

  11. Kalau ngga mau dibilang curhat karena terlalu jujur, kadang saya selalu pakai sudut pandang orang ketiga hehe. Jadi ngga ketauan kalau itu lagi curhat atau lagi jujur pengen ungkapkan sesuatu

  12. Sebagai mantan pekerja media, udah terbiasa untuk menulis jujur. Memang sulit sih, tapi yakin deh kalau tulisan jujur itu lebih terasa.

    Btw, saya termasuk yang gedeg juga sih sama Afi haha

  13. Penulis adalah seorang yang menulis dengan jujur. Terimakasih mbak Hani ilmunya. Di blog sebelum posting selalu kucek dulu plagiarism. Kalau kita nulis dengan bahasa sendiri tapi ide orang lain, plagiatkah mbak? Soalnya ide kita kadang muncul setelah membaca tulisan orang lain.

  14. Mendingan nulis tulisan curhat atau pengalaman pribadi deh asalkan jujur ya gak bunda.? Hehe

    Di zaman serba digital ini kadang udah ga tahu lagi mana penulis asli, karena saking mudahnya menemukan suatu karya di Internet. Maka perlu memegang teguh suatu prinsip untuk menulis atu berkarya dengan jujur

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

DMCA.com Protection Status