Pasar kain tenun Ruteng – Perjalanan dari Kampung Adat Bena menuju kota Ruteng di malam itu kami tempuh 4 jam lebih. Jalan berkelok menyusuri tebing dan hutan bambu tak terlalu terlihat mencemaskan karena gelap. Goyangan bus ke kanan ke kiri, menurun dan menanjak, walaupun kami setengah tertidur tetap terasa melelahkan. Elly di dalam gelapnya bis menawarkan siapa di antara kami yang besok mau pijat, dia bisa mencarikan tukang urut. Banyak yang mengacungkan jari, dan salah seorang dari kami mencatat, sekira ada 6 atau 8 orang yang berminat. Sudah 3 hari kami berwisata melakukan perjalan darat dari Maumere dan setiap malam kami tidur di hotel yang berbeda. Capek kan ya …
Tiba-tiba salah seorang teman bertanya, di kota Ruteng itu ada apa saja? Kis sambil lalu bilang, ada Kampung Adat lagi, namanya Ruteng Pu’u, gereja ada dua, ada yang kuno dan yang baru, ada pasar.
Pasar?
Para Mama yang setengah tidur ini mendengar kata “pasar” langsung cenghar (segar, bahasa Sunda).
Jual apa di Pasar?
Ya, ikan asin, kopi, mungkin vanili. Di bagian belakang ada pasar kain tenun.
Kain tenun?
Itu mah, para Mama langsung bangun. Penasaran, kain tenun di jual di pasar, dalam bayangan pasti lebih murah daripada di obyek wisata. Akhirnya kami pun janjian, besok akan ramai-ramai ke Pasar Ruteng.
Pasar Kain Tenun Ruteng
Malam itu kami sampai di hotel Sindha di Ruteng pukul 00:30, setelah pembagian kamar, saya pun mandi air panas lalu tidur. Sebelumnya sempat chat dan halo-halo siapa saja yang besok akan ke pasar dan kumpul pukul berapa.
Setelah sarapan keesokan harinya, kira-kira setengah dari kami cap-cus jalan kaki ke Pasar Tradisional Ruteng. Tempatnya memang tak jauh dari hotel.
Wait, pijatnya bagaimana?
Maaf ya, Mama Elly, para pemijat yang sudah dibooking terpaksa di cancel. Obat capek ternyata ke Pasar (baca, Pasar Kain Tenun).
Area Pasar Kain Tenun letaknya di belakang, jadi kami melewati terlebih dahulu los-los penjual barang kebutuhan sehari-hari. Namanya pasar walaupun pasar kain tenun, beberapa memang sudah buka sejak pagi, atau bersiap-siap akan buka. Kain-kain tenun ikat digantung rapi dengan warna dan corak yang berbeda dibandingkan dengan kain-kain yang kami jumpai dari Sikka, Kelimutu maupun Bena.
Kata Elly, itu motif Todo. Dari sini saya baru perhatikan, ternyata tiap daerah memiliki motif khas yang berbeda. Bahkan kata Elly, tiap kampung motifnya berbeda.
Harga kain tenun di pasar kain tenun Ruteng, memang lebih murah, sekitar 200 hingga 400ribu rupiah. Para Mama pun cemangat cekalih sodara-sodara. Tunjuk sana tunjuk sini, tawar sana tawar sini. Saya membeli sehelai seharga 350ribu dan beberapa selendang untuk oleh-oleh seharga 50ribuan. Bukan hanya kain yang di jual di sini, tetapi beberapa produk kerajinan lain, misalnya tas, dompet, topi, dan lain-lain.
Dalam perjalanan kembali ke hotel selepas berbelanja, kami berpapasan dengan rombongan lain yang baru berangkat ke pasar. Berkat grup WhatApps, hasil share foto di pasar ternyata iklan jitu menggugah ketertarikan teman-teman lain untuk menyusul belanja kain tenun juga.
Kain Tenun sebagai Warisan Budaya Flores
Teman-teman masih ingat kan, tujuan kami ke Flores adalah melihat langsung proses pembuatan tenun ikat. Di hari pertama kami sudah mampir ke Lepo Lorun, Sentra Tenun Ikat di Desa Nita, Kabupaten Sikka. Keistimewaan Sentra Tenun Ikat Lepo Lorun yang dirintis oleh Alfonsa Horeng tahun 2003 karena kepeduliannya pada proses pewarnaan tenun ikat dengan pewarna alami. Bagi Alfonsa Horeng pemrakarsa Sentra Tenun Ikat Lepo Lorun (STILL), kegiatannya bukanlah sebagai kerajinan tangan semata, tetapi lebih pada pelestari warisan budaya nenek moyang.
Pewarnaan alami diperoleh dari berbagai tumbuh-tumbuhan yang tumbuh di lingkungan sekitar. Warna merah dan biru diperoleh dari daun mengkudu dan indigo. Sedangkan kulit pohon mangga dan kunyit menghasilkan warna kuning. Kulit kacang-kacangan akan menghasilkan warna kehijauan. Tanaman lain misalnya kayu hepang, dadap srep, dan kulit pohon mahoni akan menghasilkan warna yang berbeda lagi. Boleh dibilang proses pewarnaan alami seperti ini dari sudut pariwisata akan mendukung tema eco tourism yang menjadi potensi wisata Flores.
Jenis Tenun Ikat
Tenun ikat adalah gambaran sebuah proses tenun yang dilakukan dengan cara mengikat motif terlebih dahulu sebelum dilakukan pewarnaan dan selanjutnya ditenun. Dari hasil obrolan di antara teman-teman ada yang mengoleksi tenun ikat. Tak heran mereka bersemangat mengoleksi, karena keunikan dari motif kain tenun yang berbeda-beda.
Kain tenun ikat ditenun dengan alat tenun gendong, sehingga lebarnya hanya selebar badan penenun, kira-kira 70 cm. Oleh sebab itu selembar sarung merupakan gabungan dua helai kain 70 X 200 cm yang dijahit tangan. Sarung jadinya setinggi dada, yang dipakainya dililit seperti memakai sarung. Ada pula yang merupakan gabungan 3 helai kain.
Jadi ya teman-teman, kain-kain yang kami beli, kami dedel, lalu paron, berdua atau bertiga. Jatuhnya jadi tidak mahal, karena kain seharga 700ribu bisa dibagi berdua. Mudah saja, nanti disambung dengan kain yang senada warnanya, atau dibuat kombinasi.
Di Nusa Tenggara ada 3 jenis kain tenun, yaitu:
- Tenun Ikat, prosesnya benang lungsi (arah panjang) diikat sesuai motif, kemudian melalui proses pewarnaan berulang, terakhir baru ditenun.
- Tenun Buna, menenun untuk membuat corak atau ragam hias/motif pada kain mempergunakan benang yang terlebih dahulu telah diwarnai.
- Tenung Lotis atau Songke (Songket), mirip dengan tenun Buna, tetapi memakai gabungan benang emas.
Motif Tenun Ikat
Di Flores terdapat hampir 30 suku dan setiap suku mempunyai bahasa dan dialeknya sendiri. Di bagian timur ada suku Sikka, Larantuka, Lio, dan Ende. Kemudian di bagian tengah tinggal suku Ngada, Riung, dan Nage Keo. Sedangkan di barat tinggal orang-orang Manggarai yang terdiri dari beberapa kampung dan adat.
Matapencaharian mereka adalah bercocok tanam, kopi, kemiri, vanili, dan lain-lain. Kemudian juga beternak kerbau dan kuda. Itu sebabnya pada beberapa motif tenun ikat di Flores menampilkan kuda pada ragam hias kain tenunnya, seperti yang kami jumpai di Kampung Adat Bena.
Berikut beberapa motif tenun ikat Sikka yang sering kita jumpai, yaitu:
1- Motif Utan Dala (bintang kejora)
Motif ini mudah dikenali berbentuk bintang, merupakan geometri persegi empat dengan isian belah ketupat kompleks melambangkan pertanda pencegah malapetaka.
2- Motif Utan Naga Lalang
Naga Lalang artinya jejak naga. Masyarakat adat percaya naga salah satu simbol spirit Ibu Bumi. Apabila naga melintas dan meninggalkan jejak, maka orang yang melihat jejak itu akan mendapatkan keberuntungan dalam hidup.
3- Motif Jarang Ata Bian
Motif kain ini melambangkan kuda sebagai kendaraan arwah menuju alam baka mempunyai makna filosofis bahwa hidup manusia tidak akan terlepas dengan kematian.
4- Motif Korosang Doberadu Manu Dadin
Manu artinya ayam, yang merupakan representasi ajaran moral tentang kedisiplinan hidup dan juga sebagai alat atau sarana dalam upacara ritual masyarakat adat setempat.
5- Motif Okokirek
Motif okokirek atau tempat sirih pinang, diciptakan berdasarkan cerita nenek moyang bahwa sub-etnis Sikka dahulu adalah pelaut ulung.
6- Motif Mawarani (bunga mawar)
Flores pulau bunga dengan keindahan alamnya dilukiskan dalam motif utan mawarani.
7- Motif Patola
Ada dugaan motif patola (bulatan bunga) merupakan pengaruh dari motif patola dari India. Ragam hias ini diambil dari hasil barter perdagangan yang dibawa oleh orang Portugis.
Nah, teman-teman inilah sebagian dari berbagai motif kain tenun ikat yang dijumpai di kampung adat, sentra tenun, maupun di Pasar Tenun Ruteng. Sebetulnya masih ada ragam hias berupa geometri sederhana, bintik, garis, lengkung, bentuk daun, bentuk hewan, manusia, dan lain-lain. Keunikan dari tenun ikat buatan tangan adalah tidak ada kain yang sama persis motifnya.
Ketrampilan menenun sendiri diwariskan turun-temurun dari zaman dulu kala. Ada dugaan, ketrampilan menenun mulai kurang diminati oleh anak perempuan generasi milenial. Hal ini disebabkan waktu pembuatannya yang lama yang perlu ketelitian dan ketekunan.
Pasar Kain Tenun Ruteng diharapkan dapat menjadi etalase warisan budaya Flores akan berbagai produk tenun ikat maupun tenun songket dari seluruh wilayah Nusa Tenggara. Dengan harga bersaing dan kualitas yang terjaga, semoga ketrampilan menenun pun masih bisa dipertahankan dari generasi ke generasi.
Sumber:
https://tenunikatsikka.co.id/
Bandung, 12 Mei 2019
Wah cantik-cantik banget kainnya, nggak kuat >,<.
Bangga dengan Indonesia yang kaya akan budaya. Setiap daerah pasti punya kain khasnya masing-masing yang emang cantik-cantik banget.
Betul Mbak. Makanya buat kolektor surga deh…
Ada aja motif yang belum punya…Hehe…
Wah surganya para pencinta kain nih teh apalagi tenun dan etnik, aku banget lah hehe. Terima kasih yaa teh infonyaa 😀
wahhh kain tenun lombok memang the best nih. Desainnya itu fashionable banget buat jaman sekarang mbak.
Keren!
Cantik cantik kain etnik nya
Paling suka yang motif patola. Khas banget gitu lihatnya. Jadi pengen kembaran pakai kain tenun lebaran nanti.
Salut. Artikelnya lengkap sekali. Kalau saya juga ada di pasar itu di Ruteng, mungkin juga sudah kalap mata. (Untung dompet saya masih dilindungi.)
aduh jadi pengen ikutan para mamah pilih2 tenun ikat. motifnya cantik2 semuaa…. aku dah punya yg warna item gelap, ijo, n merah. mau yang mana lagi yaa 😀
astaga kenapa kemarin saya gak singgag ke sini ya.. duh.. mesti ke sini ntar ah..
Ya ampun, auto ngences lihat kain-kain tenun yang cantik, ngakak pas baca mama-mama yang lesu dan pegel butuh pijat malah auto cancel semua karena memilih pasar kain haha
Kain tenun flores memng bagus banget. Aku prnh beli lngsung di perajinnya, harganya agak mahal memang tapi kualitas baik sekali krn dibuat tangan, awet bngt. Mahal ngak masalah, toh membantu usaha perajin lokal adalah hal baik. Trus kl beli di mal mah udh pasti lebih mahak hehehe.
pantes aja tukang urut kalah saingan sama pasar tenun
tenun ikat luar biasa cantiknya
motif patola dibawa dari India, itu juga mbak informasi yang aku dapat dari Museum Batik Pekalongan,
ada motif batik jlamprang patola khas Pekalongan yang kulihat di sana, sama deh cantiiik banget dengan tenun patola
Saya suka bacanya. Jadi tau motif2 tenun Sana. Paham sih kenapa mama-mama sampai heboh belanja. Lanjutkan Maaam. Rh
Harap maklum ya judulnya. Hehe…
Motifnya cantik-cantik. Duh, jadi pengen main ke Pasar Tenun Ruteng juga.
Wah kak hani udah sampai di Ruteng aja, daku malah belum sempat ke sana, baru sampai Labuan Bajo.
Wah suka semua kain tenun di artikel ini… jadi setiap tenunan punya filosofinya masing2 sesuai kearifan lokalnya ya mba…
Kain tenunnya cantik – cantik gini mana bisa tahan ya. Bunda artikelnya bagus banget, aku yang baca berasa ikut turun ke pasar jadinya.
Masya Allah, motif kain tenunnya cantik-cantik. Duh, jadi pengin. Btw, saya suka yang motif Patola, yang ada bau-bau Indianya.
Aku sukaaa motif utan dala. Ternyata bagus ya buat dipake kompakan gitu, jadi terinspirasi nih biasa kebayaan terus, boleh juga pake tenunan.
Sungguh menggoda, hihihi…
Saya suka motif patola dan mawarani, eh motif utan dala juga bagus. Suka semuaaa. Harganya juga cukup terjangkau.
Suka motif Patola..Dan itu.. semua yang dipakai Ibu-Ibu cantik itu. Beneran unik motifnya.
Oh ya, itu harga ratusan ribu mereka sudah bisa terima pembayaran cashless kah? Atau memang kita musti sangu uang tunai kalau ke pasar tenunnya?
Iya aku juga suka motif Patola, Mbak. Btw…kita² tuh pada paron koq. Selembar kain bisa berdua. Karena lebar cuma 70 cm, ya sambung aja kain hitam. Pakai tunik panjang kan ketutup sambungannya. Hehe…
Di pasar sih tunai. Tapi dpn pasar ada ATM BRI kok. Atau ditalangin temen dulu. Nanti bayar ke dia…Ibu² ada aja lah akalnya…
Cantik cantik banget ya bun, motif kain tenunnya. Sepertinya setiap daerah di nusantara memiliki ciri khas motif kain tenun. Beruntungnya kita memiliki keberagaman suku di Indonesia.
Aaaahhh mamak-mamak diajak ke pasar itu pasti kebayang deh hebohnya eheheheh.. palagi kalo dapet harga murce, lelah Hayati jadi ilang Bang. Kalua dipake ke kondangan pasti jadi keren ya Bun, dipadu atasan yang etnik gitu.
Jadi lebih tahu tentang tenun ikat berikut filosofinya, nih. Tak heran jika harganya di atas ‘kain biasa’ mengingat proses pembuatannya yang cukup rumit dan hasilnya cantik.
Adalah sekolah khusus menenun di NTT sana, Bund?
Mengingat di Solo saja ada SMK jurusan Batik dlm rangka mewariskan keterampilan dan kebudayaan untuk generasi selanjutnya.
Hihihi…ternyata tukang pijit kurang diminati jika dibandingkan dengan belanja di pasar ya, Bund…
Etapi memang motif kainnya bagus-bagus. Kayaknya kalau ikut ke pasar kain tenun ruteng, bakalan gak mau cepet-cepet pulang, deh! :))
Sedihnya itu kalo harga ke pengrajin murah, tapi kalo dijual di etalase jadi mihil banget. Itu yang aku lihat untuk tenun songket di Sekayu, Sumatera Selatan. Mereka hanya dibayar upah menenun saja. Karena bahannya udah disediakan. Jadi kehidupan mereka tidak sebanding dengan harga kain tenun yang dikerjakan. Semoga saja kedepannya kehidupan pengrajin tenun di Indonesia semakim baik. Aamiin
Wahh langsung jatuh cinta rasanya ama kain2 syantiikk itu. Menggoda iman buat bikin outfit baru pas lebaran ?
Pingback: Nominasi Tulisan Pilihan Minggu 19 - 1 Minggu 1 Cerita
Bagussss banget motif”nyaaa. . Jd pengen bangeet main ke flores, semoga ada rejeki buat kesana. Aamiin ???
Kekayaan wastra Indonesia memang keren banget yaaa teh. Saya juga pernah ngobrol sama pendiri Kelompok Tenun Watubo, Rosvita di Desa Watublapi, Sikka, masih di Flores juga. Perekonomian masyarakat di sana sangat terbantu dengan sektor ini. Apalagi mereka menggunakan pewarna alami. Memang harga kain tenunnya mungkin lebih mahal dari tenun biasa. Cuma kan secara tak langsung kita ikut berkontribusi pada pelestarian lingkungan. Masyarakat secara tak langsung menjadikannya daya tarik wisata. Pelan2 mereka mengembangkan kampung wisata dan obyek wisata sejarah karena mereka kan bekas jajahan Portugis. Petualangan yg seruuuu ya teh. Penat hilang karena pasar. Memang lah jiwa shopping emak2 itu luar biasa. Kekeke
Aduh cantik bgt. Aku jadi makin pengen nih keliling Indonesia. Indonesia kaya sekali.. datang langsung ke sana memberi pengalaman tersendiri.
Saya pernah dikasih kain tenun oleh teman yang abis jalan-jalan ke Nusa Tenggara. Tapi saya enggak pernah tahu itu termasuk motif yang mana 😀
Yuni suka banget sama motif mawarni dan motif patola. Hehehe
Jadi obat cape alami mama-mama itu emang belanja ya mbak hehehe. Mau pijit aja jadi gak jadi, lebih memilih ke pasar. Aku terpesona melihat kain tenunnya yang cantik-cantik terutama motif kain tenun ikatnya. Jadi ingin punya juga hwaaa
Wiii motifnyaaa cantik2 banget mbak hani..
Aku naksir utan dala nyaa?? Pasti mahal yaa? Hihi
jadi harganya sekitar 300an ya. saya pengen punya yg ada motif mawarnya, cantik sekali. semoga suatu saat bs langsung beli di tempat perajinnya
Bagus-bagus, kain tenunnya. Dan banyak yang motifnya sudah bernama. Itu artinya sudah jadi motif communal, ya. Waah… asyik sekali. DI kota saya juga ada pembuat tenun. Awalnya banyak meniru motif dari NTB, lama-lama punya motif sendiri. Padahal, kain tenun ini sudah ada sejak abad ke-20 dan sudah berkali-kali dikirim Kartini ke Belanda. Motif itu malah sudah tidak ketahuan yang seperti apa, hanya tinggal kuitansi implisit di suratnya
Indahnya yaa motif² kain tenun asli Flores ya Kak.. Saya suka banget liat yg motif Mawarani tuh, bunga² mawar gitu ya… Syantiikk. Keren ya msh ada kampung adatnya. Semoga terus terlestarikan kearifan lokalnya.
Wah lainnya cantik-cantik ya Bun, bisa kalap belanja Di Sana hehehehe.
Ingat maumere ingat senam maumere gemu famire :D.
Pasar tenun ini mirip ya yang kayak di desa sade, tapi banyak motifnya yang kain tenun flores ini
Bagus bagus banget ya Mbak motif kain tenunnya. Harganya juga lumayan.
Akhirnya saya jadi paham bahwa ada pasar yang khusus menjual kain tenun khas flores, dan pilihan motifnya sangat beragam jugaa ya
Apapun warnanya, kain tenun semuanya cantik dan elegan. Pas kualitas sama harga, dibuatnya memang dengan cinta 🙂