Sebenarnya kenapa sih seseorang harus mulai membranding diri (personal branding) dari sekarang? Seberapa perlu seseorang harus membranding dirinya?
Sudah beberapa kali saya ikut diskusi, membaca artikel, maupun seminar tentang Personal Branding. Bahkan baru-baru ini, saat Seminar Peran Warganet Bandung dalam Memanfaatkan Teknologi Informasi dan Komunikasi, di Hotel Prime Park, jalan PHH Mustopha, diadakan hari Kamis, 20 Juli 2017. Ada dua nara sumber yang presentasi waktu itu, pertama Moch. Latif Faidah dengan materi Etika Berinternet, dan Mario Devys tentang Personal Branding untuk Warganet.
Branding bukan hanya sekedar merk yang selama ini kita kenal.
Misalnya KFC, Mc D, Apple, HP, Toyota, kita mengenalnya sebagai merk dagang. Tetapi ada orang-orang hebat dibalik merk dagang tersebut. Orang-orang tersebut dikenal oleh masyarakat karena reputasi yang dibangun dalam waktu yang tidak pendek. Perlu proses secara bertahap seseorang menjadi dikenal sebagai siapa.
Nah, ternyata seseorang ingin dikenal sebagai siapa, bisa kita bangun juga sih. Mario dalam paparannya menjelaskan bahwa Personal Branding adalah proses untuk membuat kita diketahui dan dipercaya orang sesuai dengan positioning yang kita inginkan. Selain perlu proses untuk menjadi dikenal, ternyata positioning itu dapat kita upayakan seperti yang kita inginkan.
Jadi, kamu ingin menjadi apa?
Saya sendiri ingin menjadi apa?
Uniknya, banyak orang, termasuk saya mungkin, sudah sekolah sampai jenjang apa, jadinya beda lagi. Bukan, bukan menyesal, bahwa sekarang saya menikmati sebagai ibu rumah tangga dan penulis. Lhah ya itu, sebagai penulis pun saya belum membranding diri, penulis seperti apa. Masak iya, hanya penulis nonfiksi saja.
Kan belum spesifik juga.
Kata Mario juga, dia dulu latar belakang pendidikannya bukan pertanian, tetapi sekarang membranding diri di bidang agro wisata. Cara membranding diri ternyata macam-macam, lebih pada secara fisik kita diingat orang seperti apa. Mario sekarang sering memakai baret, rupanya itulah branding dirinya secara fisik.
Saya apa ya? Apakah besok-besok saya pakai kerudung merah? Nanti jadi seperti dongeng Red Ridding Hood, dong.
Ternyata ada How To nya, lho, untuk menguatkan personal branding dan supaya seseorang itu lebih dikenali. Antara lain, misalnya tampil beda, membuat ciri khas atau hasil karya spesifik, dan membuat diri sendiri lebih berharga.
Coba sekarang bayangkan Mark Zukerberg. Siapa yang tak tahu dia? Tidak kenal secara langsung, tapi idenya dengan Facebook, membuatnya dikenal di seluruh dunia.
Kemudian, siapa yang tak kenal Steve Job, Bobo Sadino, hingga Myke Tyson?
Bob Sadino (sumber materi seminar Mario Devys)
Begini kira-kira memposisikan diri agar lebih dikenali:
1. Find Your Brand
Buat saya, ini paling sulit. Sampai sekarang saya masih grambyang. Ibu rumah tangga, dosen, penulis. Sebagai penulis buku, saya masih memakai 2 nama, nama KTP dan nama pena. Walaupun saya lihat, ada juga penulis-penulis buku yang memakai beberapa nama.
Biarlah, kan kata Mario, semua merupakan proses. Seringkali orang lain atau masyarakat yang akhirnya membentuk akhirnya seseorang lebih dikenal sebagai apa.
Seperti Raditya Dika itu, awalnya dia tidak merencanakan menjadi selebgram bukan. Media sosial yang membuatnya terkenal.
2. Trust/Reputation
Reputasi itu harus dibangun sedikit demi sedikit. Sama halnya dengan trust atau kepercayaan. Kebalikannya, bila orang terlanjur tidak percaya dengan kita, maka sulit sekali mengembalikannya.
3. Identity/ Character
Mark Zuckerberg terkenal dengan identitas dirinya yang kemana-kemana memakai kaos oblong yang itu-itu saja. Atau almarhum Bob Sadino dengan kemeja dan celana pendeknya. Bahkan dulu pernah ramai diberitakan beliau ditolak untuk bertemu dengan anggota DPR karena diangga tidak berpakaian sopan. Padahal DPR yang mengundang Bob Sadino. Bisa saja keukeuh, yang butuh siapa…
4. Positioning
Supaya masyarakat tahu, kita perlu mempresentasikan BRAND kita juga. Bila penulis, ya sering mengadakan bedah buku, saling review dengan penulis lain. Atau yang beberapa kali saya lakukan adalah saling barter buku.
5. Focus
Fokus, fokus…
Ayo diingat lagi, ingin jadi apa sih sebenarnya. Banyak orang tua yang sampai anaknya lulus sekolah, orang tua masih turut campur tentang karir anaknya.
6. Portofolio
Seperti halnya arsitek atau pekerja seni, bahkan penulis buku juga. Membuat portofolio merupakan salah satu alat untuk meningkatkan pontensi. Media portofolio bermacam-macam, yang populer dilakukan sekarang ya melalui media sosial.
Seperti yang ditanyakan oleh salah satu perserta seminar ke Mario. Penanya, seorang Ibu, memperkenalkan dirinya dari bidang marketing, dan sedang membangun bisnis kuliner. Sependengaran saya, beliau bernama Ina, dan galau, karena Ina sekarang dikenal masyarakat adalah Ina Cookies. Beliau tak mau dong dibilang mendompleng nama yang sudah tenar sebelumnya. Kemudian beliau menanyakan media sosial yang dipakai apakah harus semua untuk memperkenalkan dirinya, karena beliau tak suka Facebook.
Kalau menurut saya sih, karena sudah terlanjur terjun, media promosi ya tidak bisa pilih-pilih. Saya kurang jelas kenapa beliau tak suka FB. Idealnya ya ada bagian yang khusus menangani promosi. Bila tidak suka FB kan secara pribadi. Ya biar orang lain saja yang maju sebagai buzzer untuk menangani media promosi online.
Ternyata Mario berpendapat sama, promosi harus menyeluruh, bila bingung ya serahkan ke yang muda-muda.
Salah satu media membranding diri ya antara lain melalui blog juga. Melalui blogwalking saya bisa tahu, blog teman-teman nichenya apa. Kemudian bergabung dengan komunitas blogger, menghadiri berbagai ajang pertemuan, dan mengikuti aneka blog kontes. Rutin menulis untuk 1 minggu 1 cerita juga bagus untuk melatih ketrampilan menulis kita.
Nah, kalian sudah siap menggali dan memoles Personal Branding masing-masing?
Saya masih belajar nulis ni mbak. Pengen ngebranding diri juga tapi bingung mau jadi apa.
Kalau supaya nyentrik aja sih saya udah ada ide nih 😀
Walah nyentriknya kayak apa tuh? Tapi patut dicoba sih. Asal bukan nyentrik, pura2 jadi lawan jenis yah. Ntar keterusan, bisa2 jadi Putri, bukan Putra…
Ilmu baru dan kece nih. Patut dicoba mbak, apalagi buat yg newbie seperti saya hehee
Sip. Ayo…rencanakan mau jadi apa?…Makasih udh mampir…
Waah sukak ini! Jadi mulai mikir mau dibawa kemana hidup ini hahaa…makasih banyak sharinya 🙂
Sama-sama Mbak Intan. Iya sih harus punya tujuan. Walaupun tidak perlu ngoyo juga sih, nanti setres kalau tidak sesuai harapan. Sersan…serius tapi santai. Hehe…Makasih ya sudah mampir…
Asyik, masuk nominasi. Makasih yaa…
menurut saya yang sulit itu fokus. udah mulai ngebranding ide satu, eh malah main main di ide kedua. ambyar dah brandingnya
Katanya sih perlu proses kan. Siapa tahu di ide keempat baru bersinar branding dirinya. Siapa tahu…
Makasih sudah mampir…
Wah…makasiiih masuk nominasi…