Pengalaman Mudik Lebaran Ke Malang Mencari Saudara

hani

Suami lahir dan menetap di kota Malang hingga kelas 1 SMP, kemudian ikut ayahnya yang pindah kerja ke Bandung. Seperti jamaknya kita di Indonesia, kalau berkenalan dengan orang baru, selalu akan ditanya, asli mana, maka suami masih bisa menjawab asli Malang. Karena ayah mertua yang kelahiran Jawa Tengah, sekolah, bekerja, dan berkeluarga di Malang. Begitu pula dengan ibu mertua, yang memang asli Malang. Ayah-ibu mertua keduanya sulung, adik-adiknya semua menetap di Malang. Begitu pula, kakek-nenek dari pihak ayah-ibu mertua asli Malang dan dimakamkan di Malang. Lengkap kan ya AreMa deh … Oleh sebab itu mudik Lebaran ke Malang kali ini untuk napak tilas jejak leluhur suami.

Berbeda dengan saya, yang numpang lahir di Makassar. Ayah kelahiran kota Blora, ibu kelahiran kota Purwodadi. Mereka berdua menikah di Purwodadi, mempunyai 5 putra-putri, yang beda-beda kota kelahirannya. Menilik lini masa keluarga, kami pernah menetap di Purwodadi, Jakarta, Makassar, Magelang, Jakarta, Beograd, Bonn, dan kembali ke Jakarta hingga ayah pensiun.

Kedua orang tua kami anak sulung, oleh sebab itu mereka menjadi tujuan silaturahmi keluarga besar. Ibu saya sulung dengan 5 adik, yang pindah semua ke Jakarta. Ayah dan ibu mertua, keduanya sulung, yang pindah ke Bandung.

Setelah saya menikah dan menetap di Bandung, maka setiap lebaran, kami bukan mudik, tetapi ngota. Bila tahun ini kami berlebaran di Bandung, maka tahun depan kami berlebaran di Jakarta. Itupun kami hanya sebentar saja bila ke Jakarta. Biasanya kami berangkat ke Jakarta naik mobil sesudah sholat Ied. Kecuali memang jadwal sholat Ied di Jakarta, maka kami berangkat sehari sebelumnya, lalu kembali ke Bandung di hari ke-3. Begitulah yang kami lakukan sejak mulai menikah, anak-anak lahir, hingga mereka menikah semua.

Satu demi satu orang tua kami wafat. Diawali oleh ayah mertua, lalu ayah saya, kemudian ibu mertua, dan terakhir ibu saya di tahun 2014 di usia ke -88 tahun. Ibu mertua di akhir hayatnya dirawat salah seorang kakak ipar di Jakarta, hingga beliau wafat dan dimakamkan di Tanah Kusir. Demikian juga yang dimakamnya di Tanah Kusir juga.

Sebagai keluarga turunan Jawa, setiap Lebaran ada ritual sungkem. Ketika ibu saya wafat, ada perasaan bahwa kami tak wajib lagi ke Jakarta. Ritual sungkem hilang begitu saja. Walaupun semua adik-adik ibu saya, kakak kandung dan adik saya, semua di Jakarta, tentu saja berbeda, karena orang tua telah tiada.

sungkem
zaman masih bisa sungkem ke Mamah

Kakak saya sudah mempunyai keluarga besar sendiri dengan anak-menantu-cucu-besan, pasti punya acara sendiri. Begitu pula dengan keluarga Oom-Tante saya tersebut, mereka juga mempunyai acara sendiri. Beberapa kakak-kakak suami yang juga menetap di Jakarta, tidak mudah juga untuk mengatur supaya dapat berkumpul bersama di saat Lebaran.

Begitulah yang terjadi, awalnya seorang Muslim di Indonesia, kala berlebaran akan ikut acara keluarga ayah-ibu kita. Begitu menikah, maka harus berbagi dengan keluarga mertua. Waktu berlalu, kakek-nenek, ayah-ibu, wafat satu demi satu. Tinggal kita membentuk keluarga sendiri dan bertambah usia juga.

Sempat terpikir, lepas dari ritual sungkem dan kumpul keluarga, sepertinya saya dan suami kalau liburan ke mana gitu enak juga. Toh, ucapan Selamat Idulfitri, Mohon Maaf Lahir Batin, dan segala doa yang menyertainya bisa dilakukan melalui grup WhatsApp. Anak-menantu-cucu, pastinya akan kumpul dengan keluarga mertua masing-masing.

Akhirnya memang di awal tahun 2019 ini kami merencanakan libur Lebaran ke Malang, kota kelahiran suami. Sesekali ingin merasakan seperti yang dilakukan hampir seluruh rakyat Indonesia, mudik. Rencananya kami berangkat sore hari sesudah Shalat Ied, silaturahim dengan tetangga, anak-menantu-cucu serta keluarga besan.

malang here we come (wajah 16 jam di KA, belum mandi)

Sebelum puasa kami menyempatkan ziarah ke makam orang tua di Jakarta dan mampir ke salah seorang kakak, kami sampaikan bahwa Lebaran kami akan ke Malang. Kakak sempat bertanya, kami mau ke siapa?

Karena di Malang sepertinya sudah tidak ada sesepuh maupun saudara kandung yang akan dikunjungi. Dalam benak kita semua, kan, kalau mudik dan berkunjung silaturahim Lebaran, yang didatangi tuh yang sepuh atau kakek-nenek.

Bulan Maret kami memesan tiket kereta api Malabar, Bandung-Malang, pergi-pulang, melalui aplikasi. Kemudian memesan akomodasi melalui booking.com, sebuah Guest House di jalan Merbabu untuk tiga hari. Suami masa kecilnya tinggal di jalan Buring, tak jauh dari jalan Merbabu, daerah bernama gunung-gunung di Indonesia.

Ternyata urusan mudik yang semula usul iseng-iseng saya ini, ditanggapi serius oleh suami. Dia ternyata sudah menyusun itinerary hari pertama hingga hari ketiga.

Termasuk transportasi yang kami akan pakai di Malang, dan kulineran ke mana saja. Moda transportasi kami memilih motor saja, yang kami sewa untuk tiga hari ke depan. Pertimbangannya, menyewa mobil sangat mahal, macet, dan kami hanya berdua saja.

Mencari Saudara

mudik lebaran
bersama keluarga kakak suami

Suami pindah ke Bandung di tahun 1969. Beberapa kali memang pernah ke Malang untuk liburan maupun reuni dengan teman SD. Tetapi khusus silaturahmi dan mencari saudara baru di tahun 2019 ini. Praktis saudara yang akan kami cari tersebut suami tidak pernah bertemu selama 50 tahun. Apalagi saya kan ya …

Hari pertama kami tiba di kota Malang, yang kami lakukan adalah mencari makam kakek-nenek dari pihak ayah dan ibu mertua. Herannya, ternyata kedua pasang kakek-nenek dari ayah dan ibu mertua tersebut dimakamkan di satu area makam keluarga. Ini pun suami mengandalkan ingatan saja mencari lokasi makam mereka di Makam Samaan ini.

Dari makam kami ke rumah Bulek Bawuk. Kami mendapatkan alamatnya dari salah seorang putra Bulek yang menjadi dosen di kampus yang sama dengan tempat suami mengajar. Hubungan keluarganya adalah Bulek Bawuk merupakan sepupu ibu mertua. Ayah Bulek Bawuk, Mbah Soekarli, adik Mbah Soekarlan, ayahnya ibu mertua.

Bulek Bawuk berusia 85 tahun masih segar dan lantang bercerita kenangan masa lalu.

Di rumah Bulek, ada putra Bulek yang lain dan cucu-cucu beliau. Kami jadi mengenal lebih banyak lagi saudara, yang baru kami jumpai saat itu.

Hari masih pagi, kami melanjutkan perjalanan untuk menyambangi kakak ipar dan anak-menantu-cucunya di area perumahan di Sawojajar.

Ternyata ya, kenangan nama jalan dan area suatu tempat masa lalu dan yang tertera di Google Map jauh panggang dari api. Banyak nama-nama zaman dahulu yang berganti dengan nama-nama pahlawan.

Maksudnya saya mau cerita, bahwa kami kesasar-sasar. Misalnya, suami ingatnya daerah Kayu Tangan, tetapi daerah tersebut tidak ada di Google Map…

Menjelang lohor, barulah kami sampai ke rumah keponakan tersebut di jalan Danau Tigi. Salah seorang keponakan dan keluarganya mau berangkat ke mertuanya. Sehingga kami makan siang bersama keponakan yang lain bersama keluarganya.

Menjelang ashar kami kembali ke guest house, mandi, dan tidur. Badan rasanya lelah sekali, karena sebelumnya kami menempuh perjalanan 16 jam naik kereta api, mandi, istirahat sebentar, disambung momotoran mencari alamat.

Selepas magrib, suami mengajak berkunjung ke saudara yang lain.

Kali ini ke saudara sepupu suami. Hubungan keluarganya adalah, ayahnya suami merupakan kakak dari ibunya bu Atta, istri seorang dokter spesialis kandungan di Malang. Mereka berdua lebih sepuh dari pada kami berdua, tetapi tetap memanggil suami dengan sapaan “Mas”.

Begitulah, masih kental unggah-ungguh menurut tata krama Jawa.

Hari-hari berikutnya masih ada lagi saudara-saudara lain yang kami jumpai. Misalnya karena diundang makan siang bersama, maka ada kakak-adik dari saudara yang kami temui kemarin. Ada anak-anak dari saudara sepupu dan banyak lagi.

Semuanya baru saya jumpai sekarang ini. Praktis saya menjumpai keluarga baru. Ada perasaan excited yang berbeda dibandingkan bila kami ke Jakarta.

Napak Tilas dan Reuni Teman SD-SMP-SMA

napak tilas

Saya pernah ikut beberapa kali ke Malang bila suami reunian teman-teman SD-nya. Teman SD boo…

Saya yang rapor SD ada empat, karena ikut ayah pindah-pindah tempat tugas, rasanya tidak ada yang ingat seorang pun teman SD.

Berkat grup WhatsApp komunikasi tetap terjalin. Kalau mereka bertemu tuh ya, telinga saya seperti pulang ke kampung halaman, pulang ke rumah Ibu. Mereka berkomunikasi dengan bahasa Jawa, bahasa yang jarang lah saya dengar di tanah Sunda. Tentu saja saya mengerti, ada rasa kangenlah ya lama tidak dengar orang berkomunikasi dengan bahasa Jawa. Teman-teman suami sering salah duga, mereka mengira saya bukan orang Jawa. Tentu saja logat Kera Ngalam berbeda dengan logat Jawa Tengah, bahasa Ibu saya.

Tak dinyana, salah seorang teman SMP-SMA suami, menikah dengan orang Malang. Menetap di Malang dan membuka Restoran Dapur 33. Jadilah suami reuni kecil-kecilan lagi dengan tiga teman dan ngobrol tentang masa remaja. Termasuk obrolan gita cinta SMA mereka.

Serunya, mereka juga membawa keluarga, sehingga saya memanjangkan lagi tali silaturahim dengan teman-teman baru. Teman suami ya teman saya juga lah ya …

Jumpa Teman Blogger

bersama teman blogger Malang

Kalau dibilang kami ke Malang khusus mencari saudara yang lama tak bertemu. Maka Allah swt menambah lagi kegembiraan kami, saya sih terutama, karena berjumpa dengan teman dunia maya dari grup Pasukan Blogger JA (Joeragan Artikel).

Secara tak sengaja, kami dilancarkan jumpa darat dengan teman-teman blogger dari Malang. Karena suasana Lebaran dan agak mendadak, alhamdulillah, saya bisa berjumpa dengan mbak Enny Rahayu dan mbak Erny Kusuma. Saya jadi kenal lebih dekat dengan mbak Enny yang santun dan lembut, khusus naik motor datang dari Kabupaten Malang. Sedangkan mbak Erny, kata suami, Mbak yang Malang banget … hehe ….

Saya jadi tahu mbak Erny mempunyai nasib yang sama dengan saya, kalau ditanya asli mana suka bingung. Begini ini nasib putra-putri yang ayahnya dinasnya pindah-pindah kota. Dan kami pun jadi tahu bahwa tanah kelahiran kami sama, Makassar.

Walaupun kami hanya bertiga sangat berkesan bagi saya. Rasanya kami sudah seperti saudara saja. Mbak Eny harus segera kembali ke rumah, karena waktu menunjukkan menjelang azhar. Perjalanan ke Kabupaten cukup jauh.

Sedangkan mbak Erny, masih melanjutkan acara bersama putri-putrinya dan malam hari menyempatkan jumpa darat dengan mbak Melani dari Sidoarjo.

Nah, teman-teman, begitulah pengalaman mudik lebaran ke Malang kami. Selain menjumpai saudara yang sudah lama tidak bertemu, kami pun menjalin dan menambah teman baru yang sudah seperti saudara.
Sesampainya di Bandung, kami berdua saling mengucapkan rasa syukur. Lebaran 2019 ini sangat berkesan. Insya Allah silaturahim ini memanjangkan usia kami. Maksudnya ya bisa silaturahim lagi kapan-kapan.

Kira-kira kalau ada umur, Lebaran tahun 2020 kami mau ke mana lagi nih?

Catatan:

Seinget saya, waktu tahun 2019 tersebut kami mudik lebaran ke Malang, ada tuh keidean, tahun 2020 ke Makassar yuk. Menengok tanah kelahiran. Tapi apa mau di kata, tahun 2020 kan pandemi, dan kami tidak ke mana-mana. Bahkan di tahun 2023, kemungkinan hanya ke Jakarta ke adik-adik saya sebentar.

Diedit di Bandung, 17 April 2023

Also Read

Bagikan:

hani

Halo, saya Tri Wahyu Handayani (Hani), tinggal di Bandung. Pemerhati arsitektur dan pelestarian bangunan, main piano, menjahit, dan jalan-jalan. Kontak ke bee.hani@gmail.com

19 pemikiran pada “Pengalaman Mudik Lebaran Ke Malang Mencari Saudara”

  1. Indahnya silaturahmi, aku nggak sempat kemana-mana berpacu dengan waktu anak-anak yang mulai masuk tgl 10 sedangkan kami pulang baru tanggal 6 heeeewww

    Balas
  2. Ternyata mba Hani kelahiran Makassar. Itu kampungku, tanah kelahiran yang amat kucintai. Duh, mendadak melow setiap kali mengingat Makassar. Qadarallah, tahun ini kami tidak mudik ke Makassar. Mudah-mudahan tahun depan. Yuk, lebaran 2020-nya di Makassar aja, siapa tahu bisa ketemuan.

    Balas
  3. Masya Allah, banyak silaturahim ya Bun… Seru pasti bertemu teman-teman… Dulu waktu belum nikah males mudik, sekarang udah nikah malah aku jadi pengen ikutan kek org2 mudik, hee…

    Balas
  4. Wah, aq mudiknya Jakarta-Jakarta keneh, seru ya bisa bertemu dan menyambung silaturrahmi dengan saudara dan teman

    Balas
  5. Setiap mudik pasti deh ada selalu cerita yang menarik, kalau di daerahku lebih familiar dengan kata pulkam alias pulang kampung, jadi rindu pulkam…

    Balas
  6. Rapor SD-nya sama kayak Dani, ada 4 hehehe. Karena ngikut ayahnya pindah-pindah. Btw,aku masih ingat suara Bu Hani kalo ngomong juga lembut banget. 😘

    Balas
  7. Alhamdulillah, ikut senang baca cerita bisa sambung silaturahmi lagi dengan saudara yang puluhan tahun tak bersua…dengan penuh perjuangan pula.

    Sepertinya Lebaran 2020 nenyusuri tanah kelahiran bakalan pas nih mbak Hani 😀

    Balas
  8. Wah Bunda ama Suami mesra terusss… mantab! Sehat-sehat terus ya Bun… senang baca kisah-kisah mudik kayak gini.

    Balas
    • Ternyata ada cerita menarik di kota Malang terkait silaturahmi. Membangun dan menjaga silurahmi tentu suatu sikap yang wajib dipertahankan meski aktifitas sudah begitu kompleks. Ingat keluarga besar baik dari suami atau istri. Wah kota Malang, Arema juga.

      Balas
  9. Barakallah…
    Bahkan Nabi Yakub ditunda waktu wafatnya karena pahala silaturahim. Semoga bunda Hani dan keluarga dipanjangkan usia diberi kesehatan dan kebahagiaan.

    Balas
  10. Masyaallah, senang sekali bisa berjumpa dengan teman dumay. Alhamdulillah ya Bunda dan suami bisa menemui saudara-saudara di Malang dan bernostalgia tentunya. Terima kasih banyak ya Bunda, semoga ada kesempatan di lain waktu untuk berjumpa. Amiin

    Balas
  11. Alhamdulillah Bun Hani dan suami dilancarkan ya selama napak tilas mencari saudara dan keluarga. Bahkan msh sempat bertemu dgn kami blogger JA dari Malang. Senang banget, smg selalu sehat biar Agustus dpn bs kumpul lgi ya bun…

    Balas
  12. Ping-balik: Ngeblog Metamorfosisku Menjadi Mahluk Digital - blog hani
  13. tali silaturrahmi memang harus dijaga… kalau mbak Hani ke Malang lagi, saya persilahkan mampir ke Kampung Sanan, yaitu kampung yang menjadi sentra home industri tempe terbesar… rumah saya di kampung ini… 🙂

    Balas
  14. Pasti Ada hal menarik yang didapat Dari perjalanan, apalagi ketika mudik terus Kita berkunjung ke sanak famili. Jadi inget di tahun ini orangtua dari pihak ibu udah gak ada dua-duanya, kira-kira lebaranku tahun ini bakal gimana ya? Kebetulan orang Tua dari pihak ayah berbeda pulau jadi sulit untuk pergi karena kendala biaya jadi jarang sekali lebaran Di sana

    Balas
  15. ini tulisan lama yang masih related sama sekarang ya, barakallah mbak Hani dan suami yang sama-sama suak bertualang. ditunggu ceritanya kalau jadi menyusur kenangan di Makassar, salam hangat

    Balas
  16. Cerita kayak gini memang seruuu, dan setiap orang pasti masih punya ceritanya masing-masing gak ada yang sama (kalau mau diceritain hehe). Semoga silaturahmi tetap terjaga dengan baik, sehat-sehat untuk semua keluarga dan kerabat mbak hani ❣️

    Balas

Tinggalkan komentar

DMCA.com Protection Status