Facebook merupakan komunitas media sosial pertama yang saya buat akunnya.
Jujur, awalnya saya buka akun FB tersebut ingin mencari teman-teman sekolah dulu, teman satu kos, dan stalking alias membuntuti anak-anak saya.
Awalnya anak-anak kaget, ortunya ikut-ikut membuat akun FB dan agak jengkel takut saya ikuti dan intip timelinenya.
Memang saya akhirnya dapat menemukan teman-teman SMP atau SMA di langit, bahkan teman sekamar kos zaman kuliah dulu.
Facebookan menjadi tempat mengasyikan karena dapat berkomunikasi dengan teman-teman serta bernostalgia. Kami pun berkirim foto-foto masa lalu.
Saya jadi sibuk scan dan ubek-ubek foto-foto masa sekolah.
Anak-anak pun lupa dan tidak curiga lagi saya ikuti, karena tahu ibunya sibuk sendiri.
Akibat asyik facebookan saya jadi agak menelantarkan blog saya.
Pada suatu hari gara-gara blogwalking ke salah satu blog, saya menemukan komunitas yang namanya IIDN.
Komunitas IIDN adalah singkatan dari Ibu-ibu Doyan Nulis, yang mempunyai grup Facebook IIDN Interaktif dan saya pun mendaftar menjadi anggota grup tersebut.
Ternyata pada saat bersamaan IIDN akan membuka kelas menulis buku secara offline dan online.
Dalam paparannya, program menulis buku ini menjanjikan pesertanya dapat menerbitkan buku dalam waktu tiga bulan.
Menulis buku?
Asyik juga nih.
Saya memang sedang mencari kegiatan yang tidak banyak keluar rumah, syukur-syukur dapat menghasilkan.
Lalu-lintas yang padat dan semrawut serta macet, akhir-akhir ini membuat saya lelah bepergian kesana-kemari.
Apa yang saya cari bak pucuk dicinta ulam tiba.
Menjadi Penulis Buku Berkat Media Sosial
Singkat cerita, saya memang mendaftar ke program penulisan buku tersebut, kebetulan lokasinya di kota Bandung juga.
Tadinya saya ingin ikut kelas online saja, supaya tidak harus keluar rumah.
Tetapi akhirnya saya memutuskan ikut kelas offline, sekalian bersilaturahmi dengan peserta lain.
Program saya ikuti dengan tertib, tata muka saya jalani setiap Sabtu.
Tugas dan arahan menulis buku dibimbing oleh mentor-mentor sebanyak empat orang.
Istimewanya, mentor-mentor tersebut merupakan ibu-ibu dan tidak seluruhnya berdomisili di Bandung.
Dari keempat mentor tersebut, seorang di Bandung, seorang di Pangalengan yang menyempatkan hadir ke Bandung, seorang di Amerika, dan seorang di Johor-Malaysia.
Cara Berkomunikasi
Program penulisan ini memang terbagi dua, kelas offline dan online.
Bagi peserta kelas online berkomunikasinya melalui komunitas media sosial FB tertutup.
Artinya hanya peserta saja yang bisa mengakses ke grup ini.
Komunikasinya melalui slide yang ditayangkan.
Nanti para peserta bertanya di bawah setiap slide yang ditayangkan.
Ada tata caranya berkomunikasi seperti ini.
Peserta hanya boleh bertanya setelah mentor selesai memaparkan materinya.
Bila peserta tidak sabar dan langsung bertanya silih berganti, maka informasi jadi tumpang-tindih.
Karena Facebook akan selalu menayangkan tulisan terakhir di timeline.
Slide pertama yang telah lewat disampaikan, dan peserta terlambat bertanya, akan muncul kembali.
Padahal paparan sudah sampai pada slide ke sepuluh.
Sesekali kami pun berkomunikasi melalui Webinar secara realtime.
Bayangkan, padahal mentor-mentornya kan dari berbagai belahan dunia, yang perbedaan waktunya bisa sampai 12 jam.
Di akhir pelatihan, naskah buku saya setebal 137 halaman ukuran A4 selesai tepat waktu, yaitu tiga bulan.
Naskah tersebut oleh komunitas ditawarkan ke penerbit dan ternyata diterima oleh Elexmedia Komputindo, sebuah penerbit major, anggota grup Gramedia.
Setelah melalui tahap editing dan beberapa kali revisi, naskah buku saya akhirnya diterbitkan.
Masih ada beberapa kali saya ikut komunitas yang berbeda untuk mengasah potensi saya sebagai penulis.
Tidak semuanya berhasil saya eksekusi.
Misalnya saya pernah ikut komunitas menulis buku anak dan ikut pelatihan onlinenya juga.
Tetapi saya ternyata belum mampu menulis buku anak.
Pernah ikut pelatihan dan diberi kisi-kisi bagaimana menjadi penulis hantu, atau ghostwriter.
Ternyata suatu kali saya mendapat kesempatan untuk menulis sebagai ghostwriter, saya kesulitan memposisikan diri sebagai tokoh yang akan saya tulis biografinya.
Ghostwriter adalah penulis yang memposisikan diri sebagai orang lain yang seolah menulis atas nama sendiri.
Sampai sekarang saya baru bisa menulis buku nonfiksi, buku parenting, dan buku interior atau arsitektur sesuai dengan latarbelakang keilmuan saya.
Ngeblog juga Menulis
Kira-kira tahun lalu saya mulai aktif menulis blog lagi.
Saya mempunyai beberapa blog yang semuanya masih free template blog. Saya pun mulai memberanikan diri membuat blog berbasis top level domain.
Sebetulnya tujuannya supaya saya bisa lebih eksis sebagai penulis buku.
Itu sebabnya nama blog saya sama dengan nama pena.
Saya memang sudah menerbitkan beberapa buku, tetapi royalty yang saya peroleh belum secerah Raditya Di atau Tere Liye.
Oleh sebab itu banyak informasi bahwa sekarang penulis buku juga dituntut harus bisa mempromosikan bukunya.
Antara lain melalui media sosial.
Saya pun membuat akun Twiter, Instagram, Goggle+ dan Path.
Penerbit pun sekarang menanyakan kepada penulis yang mengirimkan naskahnya, berapa follower Twiter, Instagram, dan akun media sosial lainnya.
Saya yang tadinya tidak hirau dengan pentingnya medsos, terpaksa harus aktif.
Media sosial sekarang menjadi alat untuk marketing.
Komunitas media sosial ternyata efek positifnya banyak, asal kita terlibat dalam komunitas yang positif.
Bagaimana caranya supaya kita menjadi pribadi yang bertanggung jawab di media sosial?
Tips Aman Bermedia Sosial
1. Bila akan membuat beberapa akun media sosial, usahakan memakai nama yang mirip satu sama lain.
2. Bulatkan niat bahwa akun media sosial yang dibuat hanya untuk menebar kebaikan.
3. Hindari berpolemik dan beradu argumen di media sosial. Bahasa yang tersirat bisa berbeda dengan bahasa tersurat.
4. Pergunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar.
5. Hati-hati meneruskan informasi atau share sesuatu. Cari informasi lebih dalam informasi tersebut, supaya tidak keliru share.
6. Hati-hati mengunggah foto. Sekali foto tersebut beredar di langit, dia akan beredar selamanya. Walaupun kita sudah menghapusnya dari file kita.
7. Dilarang keras copy paste artikel atau foto tanpa menyebutkan sumber aslinya.
Selamat berselancar dan bermedia sosial dengan santun!
Be a Man on Social Media
Setuju Mbak. saya menggunakan medsos untuk meningkatkan potensi diri, termasuk bw ke blog mbak ini.
Iya. Bisa-bisanya kita aja yah memanfaatkan dan jangan lupa waktu. Trims ya udh berkunjung…
Kalau bisa menggunakan medsos dengan bijak memang banyak ya mba manfaat yang bisa dirasakan. Semakin dikenali semakin banyak ceruknya. 🙂
Ah jadi pengen baca buku mba Hani
Betul. Kalau telaten bisa memperoleh manfaat banyak. Sok atuh baca buku saya. Pesan ke saya langsung bisa koq. Ditunggu pesanannya…Eh…tuh kan medsos buat jualan…Makasih ya udh berkunjung.
Aku banyak banget merasakan manfaat dari bersosialisasi di medsos. Aku Ikut IIDN, komunitas blogger, hingga bikin komunitas parenting. Dari medsos aku dapat sahabat-sahabat yang menyenangkan dan mencerahkan, menambah ilmu, dan medsos juga menjadi sarana menebar kebaikan.
Bisa jalan-jalan ke Amerika hanya dengan modal tiket pesawat doang, sungguh pengalaman yg tak terlupakan.. semua karena silaturrahmi yang berawal dari medsos.. Kegiatan selama di amrik, mengunjungi Los Angeles, Detroit, Geneva New York State dan balik ke LA lagi difasilitasi oleh teman-teman yang disana, yang kenalannya dari medsos juga. Alhamdulillah…
Kiatnya, apa yang kita tulis di medsos adalah personal branding kita, maka tulis, bagikan dan terbarkan hanya kebaikan saja. Insya Allah yang kembali pada kita juga berupa kebaikan.
Waduuh keren banget. Jalan-jalan cuma modal tiket pesawat doang, gara-gara medsos pula. Setuju, bermedsos menebar kebaikan saja…
Kalau saya, media sosial yang pertama saya buat itu kalau nggak salah friendster mbak. Itu pas SMP kayanya. Banyak sekali ya mbak manfaat jika bergabung disebuah komunitas jika kita bisa memaksimalkannya.
Betul banget. Banyak manfaatnya koq. Makasih ya sudah berkunjung…
Pengalaman yang luar biasa sampai bisa menjadi penulis ya mba. Semoga itu dapat memotivasi saya untuk tetap belajar ingin menjadi penulis meskpun bukan penulis besar, setidaknya saya bisa mengekpresikan diri. Terima kasih telah memberikan pencerahan untuk saya.
Sama-sama. Terimakasih sudah mampir…
Kapan-kapan mampir lagi yaa…
Masya Allah, salut dengan pengalaman Mbak Hani. Saya pun awal menekuni dunia kepenulisan di medsos berawal dari Komunitas IIDN, kemudian dapat job menulis di salah satu platform asing. Dari situ, banyak teman yg ngajakin bikin buku, jadi ghostwriter, merambah dunia blogging, dan akhirnya menjadi editor di penerbitan. Betapa media sosial bisa berperan positif kalau kita gunakan dengan baik ya, Mbak.
daripada copas info di medsos kan mending pakai fitur yang ada: retweet atau share
itu sudah cukup kok untuk membagikan informasi dan menjaga integritas kita
Intinya, dalam bermedia sosial, kita yang menakar dan menyaring, tentang mana yang layak untuk dibagikan dan mana yang sebaiknya disimpan sendiri saja ya.
benar sekali y mbak
sosmed itu ibarat pisau bermata dua
klo kita g bijak memanfaatkannya ya bisa rugi
sebaliknya klo bisa dimanfaatkan ya akan membuat kita lebih produktif
Iya saya juga berusaha memanfaatkan medsos dengan baik. Dulu sih tahunya cuma update-update aja. Setelah dicari tahu ternyata bisa menambah networking dan penghasilan ^^
Mungkin kalo dulu saya ikutin terus IIDN kita kenalnya gak lewat blogwalking ya mba Hani.. tapi lewat IIDN.
Saya kagum sekali sama founder IIDN. Orangnya gak cepat puas sama hasil dan ingin terus belajar hal baru. Salah satu sifat beliau yang pengen saya contoh.
Iya sih. Bermain media sosial itu tergantun niat kita untuk apa? Kalau misalkan untuk meningkatkan potensi diri sudah ada banyak komunitasnya di sana. Kita hanya perlu fokus dan nggak tergoda kepada hal lain. Hehehehe
Yang terakhir itu mbak, etika yang sering tidak diindahkan ya, copas dan berujung plagiasi jika tak sebutkan sumber.
Makanya saya pengin banget terbitkan tulisan saya di wattpad biar lebih ‘aman’. Mudah2an suatu hari nanti ketemu jodoh penerbit yang cocok.
Medsos ini kalau bijak menggunakannya, bisa jadi platform pengembangan diri. Contohnya tahun 2013-2014 aku sering nulis di note Facebook kemudian baru akhirnya masuk ke dunia blogging. Lagian sekarang komunitas menulis sudah banyak. Rajin-rajin aja join.
Aku setuju nih mbak. Komunitas media sosial efek positifnya atau negatifnya tergantung kita sendiri.
Menggunakan sosmed dengan bijak dgn menjadi pribadi yang bertanggung jawab kudu jadi prinsip jika ingin hidup kita berkualitas.
Memang sangat hati-hati kita di zaman digital ini, data pribadi rawan menjadi konsumsi publik yang akan berakibat buruk jika di tangan orang yang tidak benar.
Menjadi penulis buku melalui media sosial, luar biasa ya mbak. Ngeblog juga salah satu cara untuk menulis dengan cara yang juga menarik.
Btw belajar dari mana saja yang penting sesuai dan kita terapkan ilmunya ya
Aku belum pernah ni ikut kelas IIDN, sekali buka jadwalnya selalu bentrok terus.. padal pengen banget ikutan kelas menulisnya
Paling nggak suka tuh kalau medsos dijadikan ajang untuk pamer apalagi menebar kebencian bahkan parahnya mengumbar aib diri sendiri atau orang lain
Setuju banget mba Hani, niatkan diri untuk bisa bermanfaat lewat media sosial dengan terus menciptakan konten positif ya Mba
btw, saya awalnya memang dari media sosial. Dulu sering ikuta lomba sana sini di beberapa penerbit indie, kemudian mulai mengenal content writers sampai akhirnya bergabung dengan teman-teman blogger di facebook.
dan lupa dulu kenal komunitas-komunitas blog itu dari mana saja. tapi ya memang jika dimaksimalkan bisa kok akhirnya menemukan jalannya