Ketika saya berdua suami menonton Opening Ceremony Asian Games 2018 di televisi, kami agak terlambat sehingga momen tarian Ratoeh Jaroe terlewati. Tentu saja kami menonton selebihnya hampir tanpa berkedip.
Pertama dari segi tata panggung, unik. Belum pernah saya melihat tata panggung sebuah Opening Ceremony suatu pekan olahraga, bahkan sekelas olimpiade yang dibuat 3 dimensi seperti ini. Biasanya panggung ya panggung saja. Plain. Kotak, segi empat, kemudian ada konstruksi baja untuk tata lampu dan tata suara. Para pemain menghadap ke tribun atau arena penonton. Bahkan biasanya pun tanpa panggung, karena digelar di sebuah stadion utama, maka acara digelar di lapangan tengah yang sebesar lapangan sepak bola. Tapi kali ini di Opening Ceremony Asian Games 2018, panggung seberat total 600 ton dan ukuran panjang 120 meter, lebar 30 meter, dan tinggi 26 meter. Panggung tersebut akan menjadi latar saat 6.000 atlet dan ofisial dari seluruh kontingen berparade dibawah bendera kebanggaan negaranya.

Ketika acara hampir sampai di penghujung akhir, belakangan baru saya tahu nama segmen ini Ring of Fire. Pertama muncul para penari dengan membawa api diwadah yang dipegang di kedua tangan dan diputar-putar. Saya dan suami berdebat tentang ini. Saya kira bukan api sungguhan. Sedangkan suami keukeuh, itu api beneran.
“Mosok api beneran. Diputer-puter gitu. Kan bahaya”
“Api. Tuh lihat ada bayangan kelebatan api. Kalau lampu LED engga ada bayangannya”
Tetap saja saya belum yakin, para penari tersebut membawa api sungguhan. Kalau apes, ada percikan api dan menyambar baju mereka, kan bisa terbakar. Jadi saya menontonnya sambil agak deg-degan. Lalu muncul penari lain, sekarang celananya yang menyala dan wajahnya ditutupi cadar merah. Kami selain terpana, juga berpikir keras, bagaimana caranya membuat celana merah itu bisa berpendar.
“Kainnya apa sih itu? Seperti rompi yang dipakai polisi malam hari apa ya? Scotchlight”
“Bawa lampu LED di balik celana” kata suami.
Kok dia tahu sih.
Tarian kolosal ini luar biasa. Disana-sini ada formasi, di atas ada yang menabuh drum. Lalu muncul lagi berombongan dari salah satu sisi panggung. Tata pangguna dengan nuansa alam Indonesia sangat terasa. Api dimana-mana. Dilengkapi dengan gerakan mirip tarian Kecak dari Bali, dan iringan musiknya, menambah suasana tarian terasa magis dan memukau.
Koordinat pada Tarian Kolosal
Keesokan harinya kami menonton siaran ulangan acara Opening Ceremony Asian Games 2018 ini dari sebuah stasiun televisi lokal. Barulah saya menonton tarian pembuka Ratoeh Jaroe tersebut.
Kemudian disana-sini mulai ada yang share, dari WA grup maupun media sosial, tentang cara mengganti baju pemain cara kilat.
Disela saya melongo menonton rampak kekompakan anak-anak menarikan tarian asal Aceh tersebut, suami menyela:
“Itu ngaturnya pakai komputer. Dibikin koordinat, penarinya dinomerin”
Iiiih, kok dia tahu lagi.
Penasaran, saya mencari tahu, benarkah koreografernya sudah digital minded. Sampailah saya ke sebuah nama, Eko Supriyanto, koreografernya. Ternyata beliau seorang penari yang gelar akademisnya berendeng. Sarjana dari ISI Surakarta, lalu Magister dan Phd dari ULCA Amerika Serikat, masih ditambah lagi Doktor dari Universitas Gajah Mada.
Beliau bersama Denny Malik menata koreografer dengan membaginya menjadi 3 segmen utama, earth, energy, dan fire.
Pantas saja elok ditonton dan selaras dari awal hingga akhir, lah wong berkonsep dan orang sekolahan.
Makanya Dek…jangan anggap remeh pekerjaan kreatif. Mereka sekolahan juga lho…
Ini gara-gara tema 1 minggu 1 cerita tentang Asian Games 2018, saya jadi berselancar mencari tahu tentang tarian Api ini. Dibanding Ratoeh Jaroe yang juga fenomenal, saya memang lebih menyukai Ring of Fire, stunning lah.
Salah satu hasil selancar saya, ketemu nih twitter dari seseorang dengan inisial “hm” @joblesstudent.
Sepertinya dia turut serta menjadi salah satu penari dalam segmen Fire.
Berikut penggalan twitternya:
Jadi di bagian Fire ini, dibagi lagi jadi 5 bagian:
1. Pro Fire, mereka yang muter muterin api pertama kali masuk
2. Drummers, main drum di atas gunung
3. Non-Fire/Flame, yang masuk di deket gunung
4. Spirit of Fire, yang pasukan paling banyak
5. Fire/Torch, yg terakhir msk
Nah, disini gua sendiri masuk ke Spirit of Fire (SOF), yang mana formasi paling ribet.
Sama kayak Saman, latihan kita juga dibagi jadi Pocket, Compound, dan Dress Rehearsal.
Pas Pocket, kita latihan di Gedung Nyi Ageng. And we ended up not using most of the choreo, karena emang banyak perubahan yang dibutuhkan.
Di Compound Rehearsal, udah dapet bib number sama ID card, jadi kalo masuk discan gitu absennya.
Dah nomor di bib itu berguna buat ngatur barisan. Jadi di chat yg dibuat ada nomor 1-249 dibikin jadi posisi yang diinginkan, disesuaikan dengan koordinat di panggung.
Kalo kalian kira itu karpet di bawah gunung cuma warna putih doang, kalian salah.
Jadi di karpet itu ada koordinat, dengan titik 00 sebagai center. Ya kayak koordinat di mtk aja sih.
Disamping center -A01, bawahnya -A02
Sampingnya -B01, bawahnya -B02
Keren kan?
Nah, makanya disini penari harus inget posisi mereka dimana aja. Contoh, line gua harus masuk dari M29, terus berhenti di antara A06 dan B07.
Kalo salah?
Yaudah sebarisan salah 😀
Atau barisannya miring miring.

Nah, ternyata benar.
Keteraturan tarian kolosal ini berkat pengaturan koordinat dan tiap penari memang dinomori.
Selama ini saya menerapkan koordinat di gambar denah pekerjaan arsitektur atau membaca peta.
Biasanya hanya kotak-kotak menurut abdjad, ABCD dst, kemudian sisi lainnya angka 12345 dst.
Eko Supriyanto karena harus mengatur 4000 penari dan membuat koreografi untuk 1600 penari dan terbagi menjadi 3 segmen, maka semua penari memang diberi nomor khusus dan memakai perangkat komunikasi. Hal ini perlu dilakukan untuk menaklukan panggung raksasa tersebut.
Kata Eko, dia menerapkan yang namanya koreografi charting, supaya para penari tahu arah kemana harus bergerak. Sebuah tantangan, sambung Eko lagi.
Menerapkannya untuk koreografi tarian kolosal mungkin sudah lazim. Saya saja yang ketinggalan info.
Pokoknya serulah. Bagus banget.
Saya kagum. Indonesia kagum. Dunia kagum.
Salam tazim untuk Eko Supriyanto, koreografernya.
https://www.youtube.com/watch?v=gHBinojrRa8
Baca ulasan dari sisi koordinat membuat saya ingat dengan Matematika.
Matematika selalu mengagumkan.
Matematika ada dimana-mana…
Makasih udah mampir
Masya Allah keren ya Bun, kasih standing applause deh buat Eko dan tim. Btw Eko ini yg pernah jadi penari latarnya Madonna ya?
Iya beliau pernah jadi penari latarnya Madona. Konon pas audisi, 6000 orang yg audisi, dipilih cuma 6. Eko Supriyanto satu-satunya yang non Amerika…
Masih merinding kalau bahas Asian Games 2018. Karena, #SiapaKita? (((INDONESIA)))
siapa kita???
(((INDONESIA)))
Saya membaca salah satu penari yang mengungkapkan tentang koordinat tarian Ratoeh Jaroe di twitter. Dan memang perjuangannya untuk menampilkan tarian yang kece bnget itu penuh perjuangan. Kece! Makasih share nya mbak.
Waah…saya musti cari juga nih twiter tari Ratoeh Jaroe. Pengen tahu juga ngatur koordinatnya…
Wah, saya baru tahu. Ternyata ada orang-orang yang ahli di belakang layar mengatur semuanya menjadi sempurna. Keren habis…dan di situlah bergumam, ternyata mtk berguna untuk pejuang seni.
Matematika ternyata engga hanya kali bagi tambah kurang…
Jangan takut ama matematika yah…
Masya Allah sedetail itu yak, saya mah gak bakal kepikiran buat yang kaya begitu hehe. Benar-benar bikin melongo.
Bikin melongo dan engga bosen-bosen nontonnya…
Makasih udah mampir…
Aplikasi ilmu matematika di segala bidang termasuk dalam hal seni. Keren, deh.
Beneerrr. Keren yaah…
Emang kerna bangeet. Beda sama yang sudah-sudah. Karena zaman sekarang memang kreativitas berkembang tanpa batas. Daei awal saya penasaran gimana mereka bangun gunungnya
Membangunnya katanya 4 bulan tuh Mbak. Dan dalam hitungan jam harus segera dibongkar, karena besoknya stadionnya mau dipakai tanding…
Salam takzim sama Mas Eko Supriyanto. Hebat … hebat … hebat.
Bener Mbak. Kita harus bangga…
Wahhh keren, benar-benar hebat ya mba. Sepertinya pikiran saya bekum menjangkau ke arah sana. Terima kasih ilmu dan sharingnya mba
Sama-sama. Terimakasih sudah mampir…
Keren dan dahsyat ceremony nya. Untung, saya nggak bisa main matematika hehehe kalo nggak, bisa pusing tujuh keliling deh. Cukup nikmatin saja sambil menganga 😁
Takjub pas liat tuh acara. Kok yg nari bisa gak salah gitu ya. Soalnya kan panggung supet luas. Oalaah ternyata pakai koordinat ya. Meski gak paham jadi bisa bayangin laah dikit
Dalam hati pas lihat ceremony cuma ada tanya, kok bisa sekompak itu ya tarian dan juga kecepatan ganti kostum mereja? Tapi katena begitu menikmati dan gk mau ribet, jadi ya tanya itu tak terjawab. Smpi mb Hani nulis ulasan ini. Akhirnya tahu semua, thx infonya ya mbaa…Keren kuyy…
Dalam hati pas lihat ceremony cuma ada tanya, kok bisa sekompak itu ya tarian dan juga kecepatan ganti kostum mereja? Tapi katena begitu menikmati dan gk mau ribet, jadi ya tanya itu tak terjawab. Smpi mb Hani nulis ulasan ini. Akhirnya tahu semua, thx infonya ya mbaa…Keren kuyy…
Saya nonton sambil melongo terkagum-kagum malam itu. Baca ulasan bu Hani makin berlipat ganda kagumnya😍