Efek perilaku phubbing – Teman bloger pernah kan di suatu tempat berama banyak orang, tetapi masing-masing seolah sibuk dengan dunianya. Semua orang tekun dengan ponsel di tangan. Perilaku cuek seperti ini dinamakan phubbing.
Kata phubbing berasal dari gabungan kata phone dan snubbing. Phone, ya telepon. Sedangkan snubbing, terjemahan bebasnya adalah menghina, mencerca, menolak, tak peduli.
Asal-usul istilah phubbing berkat temuan dari kalangan akademisi di Australia.
Mereka risau dengan fenomena yang muncul satu dekade terakhir ini. Sejak berkembangnya teknologi ponsel, ternyata malah membuat jarak antar manusia.
Waktu itu di bulan Mei 2012, sekelompok ahli di University of Sidney berkumpul untuk mendiskusikan definisi apa yang tepat untuk fenomena ponsel tersebut. Mereka merupakan akademisi, di antaranya ada seorang ahli kamus, seorang ahli fonetik, seorang penyair, juara debat. Hasil diskusi menyimpulkan bahwa perilaku seseorang lebih memperhatikan ponselnya daripada lawan bicaranya adalah tidak sopan. Mereka secara teknis membuat semacam teka-teki silang, sampai akhirnya ketemu dengan kata phubbing itu.
Ciri-ciri Phubbing
Kenapa perilaku phubbing lalu dianggap tidak sopan?
Ponsel dari hari ke hari semakin canggih.
Sering dengar kan, ponsel mendekatkan yang jauh, menjauhkan yang dekat.
Coba perhatikan di ruang tunggu mana saja, entah di rumah sakit, di terminal, bandara, bahkan di angkutan umum. Hampir semua memegang ponsel, dan tekun menatap layarnya.
Jarang, boleh dibilang hampir tak pernah, sedang di ruang tunggu atau dalam angkot, ada yang menegur dan mengajak berbincang-bincang. Saya sendiri pun, tidak terlalu suka diajak ngobrol oleh orang tak dikenal. Ponsel menjadi penyelamat saya supaya tidak disapa orang lain.
Bahkan sering juga, di restoran, keluarga yang rencananya akan makan bersama, dari ayah-ibu-anak semua memegang ponsel. Anak balita pun diberi gawai berupa tablet untuk game.
Kekhawatiran kita semua adalah, kita menjadi mahluk yang anti sosial. Malas berinteraksi dengan orang lain. Lebih suka memperhatikan layar ponsel, yang beritanya bisa jadi hanya hoax saja.
Tanda-tanda Phubber
Phubber adalah orang yang melakukan phubbing.
Siapa saja bisa menjadi phubber. Mungkin teman-teman blogger, saya, keluarga di rumah, teman di kantor, dan lain-lain.
Dulu dikenal etika bertelepon. Bila beberapa orang berkumpul, misalnya rapat, mengajar, berduaan suami, bersama anak, bila ada telepon, maka orang yang menerima telepon mengucapkan MAAF terlebih dahulu ke sekitarnya. Barulah dia menerima telepon, atau pergi menjauh.
Tetapi sekarang, coba perhatikan, makin lama orang semakin cuek dan tidak menerapkan etika bertelepon seperti itu. Ada telepon ya tinggal terima. Ada pesan WhatsApp, langsung dijawab.
Seseorang malah chatingan dengan lawan chatingan di dunia maya, padahal di dunia nyata, ada seseorang nyata-nyata di depan mata.
Kesel kan dengan perilaku seperti itu.
Nah, berikut tanda-tanda bahwa kita sudah menjadi phubber dan efek perilaku phubbing:
- Setiap saat dekat dengan ponsel, dan tidak bisa jauh-jauh darinya.
Pernah kan, sudah keluar dari rumah, dibela-belain kembali ke rumah karena lupa bawa ponsel. - Interaksi atau mengobrol dengan keluarga pendek saja, karena perhatian kita lebih terfokus pada perangkat gawai masing-masing.
Ayo ngaku, kadang kita menjawab pertanyaan anak seperlunya, karena ada notifikasi dari akun olshop. - Cek telepon kapan pun ada jeda dalam percakapan dengan orang lain.
Sama dengan poin ke 2. Kita malas mengobrol. Lebih asyik baca LINE Today. - Menjawab panggilan telepon tidak mendesak, ketika sedang bersama keluarga atau teman.
Sudah susah-susah mencari waktu yang tepat untuk berkumpul, ketika berkumpul kita malah sibuk telpon-telponan. Jadi apa tujuannya, nih, kumpul-kumpul. - Menggunakan telepon sebagai selingan untuk menghindari pekerjaan atau tugas rumah tangga.
Bagi ibu rumah tangga macam saya, sudah tahu harus segera memasak, malah cek Instagram. - Jika menonton TV, kita memeriksa telepon setiap jeda iklan atau saat-saat adegan yang dirasa membosankan.
Saya ngaku. Saya pun melakukan hal yang sama. Mana kalau film di TV film box office, iklannya kan bejibun. Bosan. Ya tak ada salahnya cek WhatsApp atau Facebook deh. - Mudah teralihkan dari percakapan jika mendapat pesan teks atau notifikasi dari media sosial.
Saya pun begitu sebetulnya. Tapi demi kesopanan, saya mematikan alarm notifikasi. Diam-diam nanti saya cek chatingan WhatsApp.
Bagaimana teman blogger? Kalian termasuk phubber dengan tanda-tanda di atas?
Efek Phubbing pada Keluarga
Efek perilaku phubbing ternyata mengurangi saat-saat berkualitas bersama keluarga.
Pertama, keluarga merasa terabaikan, karena walaupun kita ada di tengah keluarga, tetapi perhatian lebih banyak ke ponsel dalam genggaman.
Kedua, bagi anak-anak, mereka akan mencontoh cara berkomunikasi yang salah.
Anak-anak harus diajarkan sejak kecil bahwa manusia berkomunikasi dengan berbicara.
Walaupun untuk kasus tertentu mereka pun harus belajar berkomunikasi secara tertulis, melalui SMS, WhatsApp, dan lain-lain. Tetapi itu bukan yang utama.
Ketiga, terlalu sering berinteraksi dengan media sosial membuat anak-anak canggung berkomunikasi dengan orang lain di dunia nyata. Menghadapi orang lain di dunia nyata feelnya berbeda dibanding hanya membaca layar ponsel. Di dunia nyata kita bisa mendengar intonasi suara, bisa membaca mimik wajah, dan hal-hal lain yang mengasah sensitifitas anak.
Itu sebabnya banyak keluhan, anak-anak generasi milenial dianggap kurang sopan, karena mereka kurang terlatih berkomunikasi dengan orang lain.
Kampanye Anti-Phubbing
Sebuah penelitian terbaru menemukan bahwa efek phubbing mengancam empat kebutuhan mendasar dalam kesehatan mental seseorang, yaitu rasa memiliki, harga diri, eksistensi, dan perasaan terkucil.
Tidak ingin kan kita merusak kesehatan mental anggota keluarga kita.
Caranya bagaimana untuk menghentikan phubbing?
Mudah saja.
Musuh terbesar phubbing adalah komunikasi.
Maka…jalin kebersamaan dengan berbicara! Start talking…
Bila menghadiri pertemuan, rapat, reuni, makan bersama keluarga, kencan, apa saja, di mana kita akan berinteraksi dengan orang lain secara nyata. Simpan ponsel kita.
Ada baiknya juga menetapkan kamar tidur sebagai ruang bebas ponsel.
Matikan telepon di luar jam kerja.
Takut dimarahi boss atau takut kehilangan konsumen di olshop yang kita rintis?
Mana yang kalian pilih? Kurang komunikasi dengan keluarga, atau tetap menjalin komunikasi yang hangat dengan keluarga.
Percayalah, efek anti-phubbing ini efek domino. Bila kita mulai menerapkan peraturan tanpa telepon saat sedang berkumpul, maka anak-anak pun akan menghargai keputusan tersebut, dan belajar berbicara serta memperhatikan orang lain.
Nah, teman blogger siap mendukung gerakan anti-phubbing?
Stop Phubbing
https://www.youtube.com/watch?v=SwzwiqG2vjM
yang aku tau pubertas hahaha
ayooo dukung gerakan anti phubbing…
Tanpa kita sadari hp menjadi jurang pemisah antara orang tua dan anak
Iya…saya pun sering lupa. Terlalu terikat dng HP
Yuk kita sukseskan gerakan anti phubbing!
Terima kasih sudah menuliskan ini dan mengingatkan saya Mbak. Bisa jadi saya adalah salah satu phubber juga.. Hiks!
Sip…saling mengingatkan dlm keluarga supaya stop phubbing
Aku sepakaaat banget. Mari berbicara dan simpan Hp di tas terdalam. Apalagi kalo udah ada anak dan suami di kamar atau di mobil. Fokus tatap mreka kalo bicara. Oh ternyata aku phubber 🙁
Bener. Suka lupa…Hehe…
Ayo dukung stop phubbing
Aku baru tahu istilah ini. Hiks kayanya saya termasuk nih phubber… Duuh memang gak sopan ya semoga perlahan bisa lebih baik lagi memanfaatkan gadget.
Saya pun…termasuk phubber. Pernah kezel banget ketinggalan HP. Padahal gpp juga ternyata…
Jadi selfplak banget nih Bun, tulisannya. Ternyata saya sering jadi phubber juga hiks.. makasih sudah direminding
Samma…saya juga. Bangun tidur mau sahur, malah nyalakan HP…
Iya nih. Teknologi smartphone membuat yg dekat menjadi jauh .. meskipun yg jauh juga makin dekat ya mbam