Desa Kemiren Banyuwangi – Pada suatu kesempatan sebelum melanjutkan perjalanan ke Pantai Basring, Banyuwangi. Di hari Minggu pagi itu kami mampir dulu ke Desa Kemiren di Banyuwangi.
Kata pa Lendi, salah satu teman dosen di grup Caraka ini, setiap hari Minggu ada car free day di sana.
Sesampainya di sana, ternyata bukan “car free day” seperti yang saya bayangkan di kota Bandung, ketika jalan raya bebas mobil pada hari Minggu. Biasanya kalau car free day seperti itu, jalan mobil tersebut dipakai untuk olahraga bersama, seperti senam, dance, dll. Terutamanya sih banyak orang jualan, karena orang menyempatkan jalan-jalan bersama keluarga.
Car Free Day di Desa Kemiren
Nah, di Desa Kemiren Banyuwangi ini, jalannya ternyata jalan kecil kurang lebih selebar 3 meter. Sehari-hari juga tidak dilalui mobil. Di tepi jalan rumah-rumah penduduk berjajar, yang halaman dan teras depannya dipakai untuk menjual berbagai macam kuliner setempat.
Ada yang berupa lemari kaca sederhana saja menjual jajanan khas Banyuwangi, mulai sate-satean, tape bungkus daun jati, dan lain-lain.
Ada juga yang menggelar di halaman kosong, mengaduk adonan kue cucur dan menggorengnya langsung.
Kami pun menyusuri jalan kecil ini menikmati suasana minggu pagi yang cukup interaktif dan ramai. Hampir setiap rumah membuka rumahnya dan menjual aneka kuliner atau buah-buahan setempat. Tak jarang kami dipersilakan masuk ke dalam rumah, diajak melihat-lihat bagian dalam rumah dan ditawari mau minum apa.
Walaupun kesempatan kami jalan-jalan sepanjang jalan kecil tersebut tidak lama, ada beberapa kegiatan yang unik dan dilakukan mulai dari anak-anak hingga lansia.
Kesenian Tradisional
Di depan sebuah rumah, sepertinya rumah kosong, telah siap sekelompok ibu-ibu sepuh dan seorang bapak membawakan kesenian tradisional yaitu Kesenian Musik Lesung.
Permainan musik ini merupakan tradisi Gedhongan, dan termasuk dalam warisan budaya asli dari suku Osing yang terbukti masih dilakukan hingga masa kini oleh warga desa.
Mereka masih melakukan tradisi yang begitu erat kaitannya dengan bertani. Berbagai ritual dan kesenian tersebut maksudnya merupakan salah satu cara mengucapkan rasa syukur.
Tak jauh dari para lansia tersebut menunjukkan kebolehan memukul lesung dan alat musik bambu dalam irama rampak, sekelompok anak-anak laki berusia 10tahunan juga heboh memainkan kendang dan kemung (gong kecil).
Anak-anak ini mengiringi temannya yang menari. Sebetulnya bukan menari sih ya…karena gerakannya seperti jatilan, seruduk sana-seruduk sini, kayak kesurupan.
Ketika anak ini menyeruduk ke sekumpulan orang yang menonton, maka hebohlah berlarian.
Penasaran ketika pertunjukkan sudah selesai dan saya ikuti sosok yang menari tersebut, ternyata biasa-biasa aja tuh. Engga kayak orang kesurupan. Rupanya tadi adalah bagian dari atraksi saja.
Umah Kopi “Jaran Goyang”
Sambil berjalan-jalan begini, Banyuwangi itu panas, padahal masih pagi. Mampirlah saya ke sebuah kedai kopi. Ada papan namanya Umah Kopi “Jaran Goyang”.
Banyuwangi katanya terkenal dengan kopinya.
Saya yang bukan peminum kopi, tertarik juga membeli segelas latte dingin untuk take-away untuk kembali jalan-jalan.
Ngobrol kecil saya pun tanya-tanya ke Mas Baristanya. Katanya kedai ini usaha sendiri, baru berjalan beberapa tahun ini. Penyajian kopinya sudah menggunakan mesin pres kopi modern dan kekinian.
Latte dinginnya lumayan nendang sih, kopinya terasa kuat. Beda dengan kopi-kopi kekinian di Bandung.
Rumah Batik “Dewa”
Kalau sudah jalan-jalan begini, biasanya teman-teman mencar maka sesudahnya akan saling mencari deh. Ternyata teman-teman tuh sudah kumpul di sebuah rumah kayu dengan teras yang asri.
Di teras tersebut seorang teman sedang mewawancara salah seorang tetua adat Osing.
Suku Osing yang dipercaya merupakan turunan masyarakat Blambangan, merupakan salah satu suku adat di pulau Jawa yang masih kuat memegang adat & tradisi lokal.
Masuk ke dalam ternyata rumah ini adalah rumah batik “Dewa” yang menjual batik-batik khas Banyuwangi.
Kekhasan batik Banyuwangi terletak pada motifnya yaitu motif Gajah Oling dan Pecah Kopi. Walaupun tentu saja ada motif-motif lainnya.
Motif Gajah Oling, berbentuk sulur mirip tanaman pakis menjulur ke atas dengan beberapa daun dan bunga di bawahnya. Gajah Oling merupakan arti dari bentuk Gajah yang bertubuh besar, atau “yang maha agung”, serta Oling artinya “eling” atau bahasa Jawa dari “ingat”. Maka dari itu, makna dari Gajah Oling merupakan “selalu mengingat yang maha Agung”.
Rumah Osing
Tak jauh dari Desa Kemiren ini terdapat sebuah rumah yang dipercaya merupakan Rumah Osing yang tersisa. Kami diterima oleh bapak pemilik rumah dan diperkenankan masuk ke dalam rumah hingga ke dapurnya.
Rumah Osing adalah rumah yang terbuat dari kayu dan bambu. Kayu yang digunakan biasanya adalah kayu bendo dan kayu cempaka yang kuat, sebagai struktur utama. Sedangkan dindingnya terbuat dari anyaman bambu dengan motif anyaman yang khas.
Rumah yang kami datangi tersebut memiliki dua bentuk atap, yaitu atap untuk rumah utama, terdiri dari ruang tamu dan kamar tidur. Sedangkan atap dibelakang khusus untuk atap ruang dapur yang cukup lega. Dapur masih merupakan dapur tradisional yang kompornya menggunakan kayu bakar. Tak jauh dari kompor tersebut terdapat balai bambu untuk menyantap hidangan.
Denah rumah utama terdiri dari 3 bagian, teras-ruang tengah-ruang tidur. Kekhasan rumah-rumah keluarga Osing adalah kasurnya terbuat dari kapuk yang bungkus kainnya berwarna merah dan hitam.
Seperti halnya rumah-rumah tradisional di beberapa daerah di Indonesia, kamar mandi dibangun belakangan dan terpisah dari rumah utama.
Penutup
Desa Kemiren telah ditetapkan menjadi Desa Wisata Osing, tepatnya yakni berada di Desa Osing atau Desa Kemiren yang berada di Kecamatan Glagah, Banyuwangi, Provisi Jawa Timur.
Nama “kemiren” diambil dari asal muasal desa tersebut didirikan yang banyak pohon kemirinya.
Sebetulnya ada akomodasi untuk memfasilitasi wisatawan yang ingin tahu lebih dalam kehidupan masyarakat Osing. Rumah-rumah tersebut merupakan type homestay yang didesain berbentuk arsitektur Osing.
Tidak cukup sebenarnya hanya sebentar menikmati keseruan minggu pagi di Desa Kemiren, Banyuwangi ini. Semoga ada kesempatan lain untuk stay lebih lama di sini, terutama bila ada event daerah seperti barong ider bumi, tumpeng sewu, ngopi sepuluh ewu, atau festival gedhogan.
Semoga bermanfaat.
Baca ini jadi kangen jalan2 keluar kota ka, apalagi desa unik dan ada wisata edukasi kayak gini hihi
Sudah kubaca nih artikelnya mantap bener ya banyak cerita kearifan lokal di desa kemiren banyuwangi… yang menarik tuh umah kopi jaran goyang, cocok kayaknya tuk nongkrong 😀
hehehe unik, car free day di jalan selebar 3 meter
Atuh kalo pun bisa lewat mobil bakal gak bisa dari 2 arah
Walau tetap angkat jempol untuk geliat budayanya
Jadi pingin ke Banyuwangi nih saya Mbak Hani, karena ternyata punya banyak destinasi wisata
Suku Osing memang masih meemgang kuat dnilai adat dna istiadat, termasuk nilai budaya. Paling terjaga juga adalah bahasa daerahnya yang memang cukup berbeda dengan bahasa Jawa pada umumnya.
MashAllah. Keren banget Desa Kemiren Banyuwangi ini.
Desa wisata yang lengkap entertainmentnya. Mulai dari budaya, peninggalan sejarah, kuliner dan banyak hal lain yang pantas dinikmati oleh para wisatawan. Apalagi terus ada homestay agar kita lebih bisa melebur lagi dengan kekayaan dan keindahan desanya.
Aahh jadi pengen ke Banyuwangi. Pengen road trip terus lanjut nyebrang ke Bali.
Jalan-jalan ke desa wisata ini bisa sekaligus berbahagia karena banyak yang dilihat, sekaligus bersyukur betapa indahnya Nusantara kita ini ya
Desa wisata kesayangan akuuhhh
aku pernah k sini malam2′
ada disambut tarian juga
klo pagi cethaarrr bgt yak
Beruntung banget, Mbak Hani, pas mampir di Desa Kamiren pas ada car free day dengan kearifan lokal. Kalo Mb Hani fokus ke bangunannya, kayaknya aku bakal lebih fokus ke jajanannya :))
Jadi pengen menginap di rumah osing nya itu. Pasti suasananya beda dan bakalan banyak nambah insight terbaru. Mempertahankan tradisi dan adat budaya di tengah kemodernan ini memang sulit. Salut dengan desa wisata Kamiren yang masih alami ini
Kenapa ada namaku, hihihi..
MashaAllah ya..
Kalau ingin melihat kekayaan budaya Indonesia, masih bisa banget ke desa Kamiren Banyuwangi. Melihat secara langsung kehidupan dan kebiasaan suku osing.
wah wajib nih ya main di “car free day”nya desa kemiren banyuwangi.
penasaran melihat atraksi dan budaya mereka di sana. seru banget kayaknya, jadi pengalaman baru juga ya
Konsepnya menarik juga ya, car free daynya. Enggak di jalan besar tapi di gang dengan kearifan lokal. Kepengen melihat langsung rumah adat yang masih kesisa itu mba..
Wah seru ya jalan jalan ke Banyuwangi. Rumah penduduk jadi tempat wisata. Edukasinya dapat tuh