Cagar Budaya Karya Ir. Soekarno di Kota Bandung

hani

header cagar budaya

Kota Bandung sarat akan kisah sejarah, mulai dari dugaan terbentuknya dari danau Bandung yang mengering. Sempat mendapat julukan Paris van Java di zaman Hindia Belanda, dan Kota Kembang. Bandung sebuah kota terletak di dataran pada ketinggian 725 m yang dikelilingi gunung-gunung, memiliki hawa yang sejuk, segar, dan panorama yang indah.

Bandung, yang dikenal sebagai ibu kota Priangan ternyata menjadi pilihan Gubernur Jendral Herman Willem Daendels (1808-1811), untuk membelokkan jalan Anyer ke Panarukan, lebih dikenal sebagai Jalan Raya Pos (Groote Postweeg), melewati kota ini. Tak kurang berbagai bangunan baru didirikan sejalan makin berkembangnya kota Bandung. Bersamaan dengan itu, Bupati Wiranatakusumah II, memindahkan ibu kota Kabupaten Bandung dari sekitar Dayeuh Kolot, ke kota Bandung dekat dengan Jalan Raya Pos.

Ir. Thomas Karsten seorang arsitek dan perencana wilayah turut andil dalam penataan kota Bandung, khususnya pada periode tahun 1893 – 1906. Hal ini ditandai dengan adanya peta pengembangan kota Bandung yang lengkap per dekade. Regulasi tata kotanya pun dituangkan dalam peraturan bernama Staadsvormings Ordonnantie. Bangunan-bangunan baru silih berganti dibangun dengan gaya arsitektur percampuran antara arsitektur Eropa disesuaikan dengan ciri arsitektur tropis yang sering hujan. Beberapa arsitek Belanda yang baru lulus dari universitas ternama di Belanda, berkiprah mewujudkan desain-desain mereka yang sebagian besar masih bisa kita temui di beberapa tempat di kota Bandung.

cagar budaya
             Gedung Sate – Icon Kota Bandung, Arsitek: J. Gerber (1924) – Cagar Budaya Indonesia

Sejalan dengan rencana memindahkan pusat pemerintahan Hindia Belanda ke Bandung, berbagai kantor pusat dipindahkan dan didirikan, antara lain Kantor Pos Besar, Balai Besar Kereta Api, Kantor Pusat Pekerjaan Umum lebih dikenal sebagai Gedung Sate termasuk jalur kereta api di tanah Priangan. Masih ditambah lagi dengan beberapa sekolah dasar dan menengah hingga perguruan tinggi, salah satunya Technische Hoogeschool te Bandung lebih dikenal sebagai Institut Teknologi Bandung yang didirikan tahun 1920.

Ir. Soekarno Sang Arsitek

Soekarno, seorang pemuda kelahiran Surabaya tahun 1901, merupakan alumni Technische Hoogeschool te Bandung tahun 1926, dari jurusan Teknik Sipil.
Pemuda ini dikemudian hari merupakan Presiden pertama Republik Indonesia yang memproklamirkan Kemerdekaan Republik Indonesia bersama Mochammad Hatta.

Selama ini kita lebih banyak mengetahui bahwa Soekarno seorang tukang insinyur, padahal di awal baru lulus, beliau juga mendisain beberapa bangunan di Bandung. Bahkan di masa menempuh pendidikan beliau pernah magang ke C.P. Wolff Schoemaker, ketika mendesain Hotel Preanger.

cagar budaya
                                      Hotel Preanger; Arsitek: C.P. Wolff Schoemaker (1929)

Soekarno mendirikan biro insinyur bersama Ir. Anwari. Setelahnya mendirikan biro lain bergabung dengan Ir. Rooseno, dan mulai merancang beberapa bangunan di Bandung. Rancangan Soekarno dan tim lebih banyak rumah tinggal dan beberapa bangunan lainnya. Menurut beberapa data, bangunan-bangunan tersebut adalah:

• Rumah di jalan Kasim no 6, 8, dan 9
• Rumah di jalan Kacakaca Wetan no 8
• Rumah di jalan Dewi Sartika no 107
• Rumah di jalan Palasari no 5
• Rumah di jalan Gatot Subroto no 54, dan 56
• Rumah di jalan Pasir Koja no 25
• Gedung di jalan Lengkong, sekarang menjadi Hotel Lengkong
• Masjid di jalan Via Duct
• Beberapa bangunan yang telah musnah adalah rumah di jalan Gatot Soebroto no 17 dan jalan Abdoel Moeis no 196.

cagarbudaya(1)_optimized
                                                            Rumah-rumah Karya Ir. Soekarno

Soekarno memang tak lama berkarya sebagai arsitek. Apalagi beliau lebih fokus pada masalah perjuangan bangsa, yang membawanya menjadi proklamator. Di masa itu, sebagian besar proyek besar dikerjakan oleh arsitek dan insinyur Belanda yang didanai pemerintah Geemente. Maka suatu prestasi besar bahwa Soekarno sebagai anak bangsa dapat turut berkiprah sejajar dengan bangsa lain, di negeri sendiri. Cagar budaya karya Soekarno tersebut sudah waktunya ditetapkan sebagai Cagar Budaya Indonesia, sebagai uju penghargaan kita kepada kiprah beliau di dunia arsitektur.

Kisah Rumah Kembar Jalan Malabar – Bandung

Ketika pemerintah Hindia Belanda menata kota Bandung, desain-desain bangunan mempunyai karakter khusus seperti bangunan sudut yang diberi menara, bangunan yang dimundurkan letaknya dibandingkan dengan bangunan di sebelahnya, atau bangunan yang mempunyai garis sumbu terhadap lingkungan. Detail dan ornamen pada bangunan pun ditambahkan tergantung pada gaya bangunan pada masa itu.

Salah satu yang cukup menarik adalah menempatkan bangunan kembar sebagai gerbang lingkungan. Di antaranya adalah rumah kembar yang terletak di jalan Gatot Subroto 54 dan 56, tepat di sudut jalan persimpangan dengan jalan Malabar. Jalan Gatot Subroto, dahulu bernama Papandayan (Papandayan Laan).
Rumah kembar tersebut dirancang oleh Soekarno dengan mengadopsi gaya rumah beratap mansard. Beberapa rumah-rumah lain yang dirancang oleh Soekarno mempunyai kemiripan pada bentuk atap, yaitu dengan sudut tertentu dan bertumpuk.

peta
                                                                  Peta Kota Bandung 1928
petamalabar_optimized
                                                        Peta Papandayan Laan – Malabar
malabar
                                                            Gerbang Lingkungan Jalan Malabar

Pada tahun 2018 yang lalu, salah satu rumah kembar, yaitu rumah no 54 direnovasi oleh pemiliknya karena akan ditempati lagi. Ternyata dalam proses renovasinya membongkar seluruh atap, melepas seluruh kusen dan mengupas seluruh lapisan dinding luar dan dalam. Proses renovasi tersebut mengundang reaksi masyarakat hingga melibatkan walikota masa itu, Ridwan Kamil menyegel bangunan untuk dilakukan investigasi.

Rumah kembar cagar budaya karya Soekarno tersebut dianggap tidak mematuhi kaidah merenovasi bangunan cagar budaya secara semestinya. Akibatnya bangunan ini sekarang mangkrak, karena proses renovasinya terhenti.

rumah kembar
                                        Rumah Kembar Jalan Gatot Soebroto 56 (difoto 2019)
malabar
                                        Rumah Kembar jalan Gatot Soebroto no 54 (difoto 2019)

Membangkitkan Kesadaran Memelihara Cagar Budaya

Cagar Budaya, merupakan upaya pemerintah mempertahankan berbagai situs, struktur, kawasan, bangunan, dan bentuk fisik peninggalan masa lalu.

Pengertian Cagar Budaya dalam UURI No. 11 Tahun 2010 :

“Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.”

Ada kriteria bahwa sesuatu bangunan termasuk kategori cagar budaya menurut UURI no 11 tahun 2010, pasal 5, yaitu:

  • Berusia 50 tahun atau lebih.
  • Mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 tahun.
  • Memiliki arti khusus bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan.
  • Memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.

Tujuan menetapkan suatu cagar budaya karya Soekarno karena merupakan kekayaan budaya bangsa sebagai wujud pemikiran dan perilaku kehidupan manusia yang penting artinya bagi pemahaman dan pengembangan sejarah, ilmu pengetahuan, dan kebudayaan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Oleh sebab itu perlu dilestarikan dan dikelola secara tepat melalui upaya pelindungan, pengembangan, dan pemanfaatan dalam rangka memajukan kebudayaan nasional untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

Menurut website Sistem Registrasi Nasional Cagar Budaya, tercatat 96.342 terdaftar sebagai cagar budaya, 48.922 terverifikasi, dan 1.619 mendapat rekomendasi, dan total yang telah sebagai cagar budaya Indonesia, adalah 1083 (data tanggal 17 November 2019).

Karya Ir. Soekarno diangkat karena sesuai dengan butir terakhir pasal 5 tentang memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa. Seperti kita ketahui Soekarno sangat sadar dengan sikap “nation building” dalam memimpin bangsa. Sikap itulah yang ingin kita teruskan ke generasi-generasi berikutnya, walaupun melalui wujud karya berupa bangunan dan rumah tinggal.

hotellengkongcopy_optimized
                                 Hotel Lengkong; Arsitek: Ir . Soekarno & Ir. Rooseno (1959)
hotel lengkong
                                                                Plakat Cagar Budaya

hotel lengkong

Kota Bandung mempunyai Perda no 7 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Kawasan dan Bangunan Cagar Budaya sejalan dengan UU RI no 11 tahun 2010 tentang Cagar Budaya. Menurut pendataan di kota Bandung tercatat 1.759 bangunan cagar budaya, 70 situs, dan 26 struktur di 24 kawasan. Ribuan bangunan, situs, dan struktur tersebut tercatat dalam beberapa klasifikasi yaitu A, B, dan C.
Mengutip data dari Tim Ahli Cagar Budaya (TCAB) kota Bandung, golongan A sebanyak 252 bangunan cagar budaya tidak banyak perubahan pada bangunan. Golongan B sebanyak 446 ada perubahan terhadap bangunan, sementara golongan C sebanyak 1059 terjadi perubahan yang sangat banyak pada bangunannya.

Bangunan cagar budaya kota Bandung yang termasuk dalam kategori cagar budaya Indonesia baru 6 bangunan, yaitu Gedung Sate, Gedung Dwi Warna, Gedung Merdeka, Kantor Pos Besar, Museum Geologi, dan Observatorium Bosscha.

cagar budaya indonesia
                                                    Cagar Budaya Indonesia di Bandung

Win-win Solution Antara Peraturan dan Pemilik Bangunan

Rawat atau Musnah? Merawat Itu Tidak Murah

Bandung kaya akan bangunan cagar budaya, jumlahnya ribuan, dan usianya minimal 50 tahun. Boleh dibilang bila sebuah bangunan memasuki kriteria khusus ciri khas gaya arsitektur atau bernilai sejarah, dan ditetapkan oleh Tim Ahli Cagar Budaya sebagai bangunan cagar budaya, maka harusnya bangunan cagar budaya akan semakin banyak. Itu sebabnya sekarang kota Bandung berupaya menjadi salah satu Kota Pusaka Indonesia.

Di sisi lain, banyak bangunan cagar budaya tersebut merupakan milik pribadi yang tanggungjawab perawatan dan pemeliharaan merupakan tanggung jawab pemilik. Disinilah letak persoalan besarnya. Merawat bangunan tidak murah dan tidak mudah. Iklim tropis dan kelembaban kota Bandung yang hampir 90% ditengarai menjadi penyebab sebagian besar bangunan lama tersebut lapuk dimakan usia.
Merawat apapun, apalagi merawat bangunan yang sudah berumur puluhan tentu saja tidak murah. Bangunan-bangunan yang termasuk cagar budaya menilik keberadaan lokasinya di kota Bandung, sebagian besar berlokasi di kawasan strategis. Nilai pajak bumi dan bangunan di kawasan strategis yang tinggi menyebabkan beberapa bangunan cagar budaya beralih fungsi menjadi fungsi komersial.

Untuk itu berikut beberapa usulan solusi merawat cagar budaya, agar pemilik bangunan tidak dirugikan bila bangunan masuk kriteria cagar budaya:

                                                                   infografik cagar budaya

1 – Sosialisasi Undang-undang dan Peraturan Daerah tentang Cagar Budaya
Tidak seluruh lapisan masyarakat faham adanya Undang-undang dan Perda yang mengatur pengelolaan kawasan dan bangunan cagar budaya. Dalam pandangan sebagian masyarakat bangunan lama dan lapuk, solusinya adalah dibongkar, diganti yang lebih modern.

2 – Sosialisasi Rambu-rambu Renovasi Secara Teknis
Memiliki bangunan cagar budaya menimbulkan kebanggan bagi penghuninya. Untuk itu Pemerintah Daerah melalui Tim Ahli Cagar Budaya diharapkan menerbitkan rambu-rambu renovasi secara teknis untuk menjadi panduan pemilik bangunan dan aparat di kedinasan yang menerbitkan izin bangunan.

3 – Konsultasi Alih Fungsi
Pemerintah daerah melalui Tim Ahli Cagar Budaya memberikan sosialisasi dan konsultasi pada pemilik yang mempunyai rencana alih fungsi bangunan agar karakter bangunan aslinya tetap dipertahankan. Supaya tidak terjadi seperti pada Rumah Kembar Cagar Budaya karya Soekarno di jalan Malabar, Bandung.

4 – Pengurangan Pajak Bumi dan Bangunan
Untuk membantu pemilik merawat bangunan cagar budaya, ada baiknya pemerintah memberikan kompensasi berupa pengurangan nilai pajak bumi dan bangunan (PBB). PBB yang tinggi menyebabkan pemilik menjual ke investor yang kemudian membongkar atau mengalihfungsikan bangunan.

5 – Pemberian Markah Pada Bangunan Cagar Budaya
Markah atau plakat yang menunjukkan bahwa bangunan merupakan cagar budaya selama ini baru diberikan pada bangunan cagar budaya golongan A.
Contohnya pada kasus cagar budaya karya Soekarno, plakat cagar budaya terpasang di pintu masuk Hotel Lengkong.

Demikianlah usulan agar cagar budaya tetap terawat dengan melibatkan seluruh lapisan masyarakat, pemilik, dan pemerintah.

Semoga bermanfaat.

Sumber:
Dana, Djefry W.; 1990; Ciri Perancangan Kota Bandung; Gramedia Pustaka Utama; Jakarta
Hartono, Dibyo; 2014; Architectural Conservation Award Bandung; Rosdakarya; Bandung
https://www.ayobandung.com/read/2019/08/16/60839/ciri-khas-wuwungan-dan-pewayangan-dalam-desain-arsitektur-soekarno
http://www.bandungsiana.com/2017-08-19/ini-6-bangunan-karya-soekarno-di-kota-bandung
https://www.pikiran-rakyat.com/bandung-raya/2019/10/22/birokrasi-buruk-jadi-kendala-penyelamatan-cagar-budaya-di-kota-bandung
http://prfmnews.com/berita.php?detail=1059-bangunan-cagar-budaya-di-bandung-terancam-kehilangan-karakter
Digitized old maps collections of Bandung, courtesy of Koninklijk Instituut voor de Tropen.

Also Read

Bagikan:

hani

Halo, saya Tri Wahyu Handayani (Hani), tinggal di Bandung. Pemerhati arsitektur dan pelestarian bangunan, main piano, menjahit, dan jalan-jalan. Kontak ke bee.hani@gmail.com

17 pemikiran pada “Cagar Budaya Karya Ir. Soekarno di Kota Bandung”

  1. Saya sangat setuju dengan usulan pembebasan PBB utk bangunan cagar budaya. Kadang hal tersebut yg menyebabkan ahli waris menjual tinggalan sejarahnya. Terima kasih untuk sharing informasinya mba. Semoga kelak saya bisa napak tilas ke Bandung lagi, khususnya mengunjungi jejak karya Bapak Proklamator kita.

    Balas
  2. Banyak juga ya karya bapak Ir. Soekarno. Aku bacanya sambil ngebayangin letak-letak gedungnya. Jadi penasaran yg di Jl. Gatsu yg mana ya? Belum kebayang. Harus lewat kesana nih.

    Balas
  3. Setuju banget Mbak untuk selalu menjaga cagar budaya. Bisa menjadi sumber belajar secara langsung bagi anak2 kita kelak. Jadi tahu ini macam cagar budaya yang ada di kota Bandung dan karya Bapak Soekarno.

    Balas
  4. Keterlibatan semua pihak, pemilik, pemeeintah dan masyarakat mesti ada unyuk pelestarian cagar budaya.
    Aku baca artikel ini sambil terkagum-kagum dengan desain bangunan cagar budaya ini. Semoga dengan upaya rawat ini, cagar budaya akan bisa dinikmati anak cucu kita nanti

    Balas
  5. Bandung benar-benar gudangnya cagar budaya ya.Kayak Jogja juga Semarang kali yak. Jakarta pun buanyak kok. Tapi kayak museum gitu yg paming sering kulihat.
    Nah, soal pemeliharaan nih,bbrp cagar budaya khususnya museum, memang awalnya kurang terawat saat masih di bawah pemeliharaan keluarga. Berat di ongkos juga kan. Trus lama-lama diserahkan negara kemudian dipugar, diperbaiki. Banyak yang makin hits, tapi nggak sedikit juga yg tetep sepi. Emang gampang-gampang susah sih merawat cagar budaya. Biasanya yg punya nilai sejarah tinggi, atau berbau spiritual yang bakalan bertahan dan ramai dikunjungi. Kalau sejarahnya krg jelas. Ya agak repot

    Balas
    • Nah itu. Karena tua, yang punya kan gimana gitu, takut ambruk. Mau direnovasi, ya sekalian ganti model. Wes…bablas deh, ilang jejak sejarahnya…

      Balas
  6. Selama ini hanya bisa mengagumi arsitek bangunan tua yang ada di Kota Bandung, tanpa menyadari ternyata beberapa bangunan itu hasil karya dari Ir Soekarno, Bun hihihi
    Sayang sekali rumah kembar yang ada di Jalan Gatsu dibiarkan begitu saja ya…semoga ke depannya ada solusi ya…

    Balas
    • Iya nih. Malah jadi mangkrak gimana ya. Padahal maksud pemiliknya kan baik, mau direnovasi. Hanya kurang pengarahan saja, renovasinya seperti apa supaya karakter bangunan lama tetap ada.

      Balas
  7. Nggak banyak yang yuni tahu tentang bangunan cagar budaya di sekitar rumah yuni di Madura sana. Ada atau tidaknya juga yuni nggak paham. Hehehe

    Balas
  8. Saya sudah hampir 10 tahun tinggal di bandung tapi belum paham banget tentang kota ini. Lewat tulisan Mba Hani ini jadi teredukasi tentang sejarah beberapa bangunan cagar budaya karya Ir.Soekarno. Banyak yang ternyata, jadi penasaran ingin mengunjungi tempat tempat tersebut.

    Balas
  9. Wah Pak Karno sang arsitek bnyk juga ya mb ninggal rancangan rumah-rumah di Bandung. Keren…Tak hanya itu termasuk rumah krmbar. Semoga bangunan yang msk cagar budaya itu terawat dgn baik.

    Eh ini lomba ya…mg2 menang ya…Aamiun..

    Balas
  10. Ping-balik: Menyusuri George Town di Penang, Malaysia - blog hani
  11. Ping-balik: Mengenal Karya C.P. Wolff Schoemaker di kota Bandung

Tinggalkan komentar

DMCA.com Protection Status