Sering dengar atau baca ya, pernyataan seseorang, membuat blog untuk warisan ke anak cucu. Terdengar eh, terbaca mulia sekali, mewariskan sesuatu ke anak cucu. Seolah anak cucu taken for granted gitu, si anak-cucu akan sangat bergembira menerima warisan.
Benarkah si anak-cucu ini gembira menerima warisan dari orang tua, nenek, pini sepuh. Yakin mereka tidak terbebani dengan segala warisan tersebut? Yakalik kalau warisan tersebut berupa properti milyaran, dana abadi di bank ya boleh juga sih, atau blog yang DA/PA dan pageview ribuan per hari.
Apa itu Warisan
Menurut Wikipedia, warisan adalah peninggalan yang ditinggalkan pewaris kepada ahli waris. Tapi kalau kita baca lagi lebih jauh apalagi kalau dikaitkan dengan kaidah agama yang saya anut, waduh…penjelasan tentang harta waris bisa sangat panjang.
Ayat-ayat dan hadis yang menyertainya pun berjilid-jilid.
Belum lagi ada tulisan bahwa harta yang diperoleh seseorang otomatis akan diwariskan ke ahli warisnya.
Hanya ada penjelasan singkat bahwa yang namanya harta warisan adalah benda bergerak dan benda tak bergerak.
Sepertinya belum ada penjelasan apakah blog yang berupa produk digital tak berujud kebendaan, apakah bisa diwariskan atau tidak.
Tanggungjawab Menerima Warisan
Mendapatkan warisan itu antara senang tetapi juga ada tanggungjawab sesudahnya.
Misalnya mendapatkan warisan rumah, senang kan ya. Berarti engga perlu repot-repot cari rumah, sudah ada tempat bernaung. Tetapi ada tanggungjawab akan warisan tersebut, harus punya biaya untuk merawat dan membayar PBB yang naik terus tiap tahun.
Ada lagi warisan-warisan yang lapuk dimakan usia atau tidak update lagi, sehingga bingung mau diapakan si warisan tersebut. Warisan tersebut saya peroleh karena pemiliknya meninggal dunia. Jadi sebetulnya kalau dinilai dengan uang, bagi saya tidak terlalu bernilai, tapi karena berupa tinggalan, merasa wajib merawatnya. Contohnya buku-buku lama, pecah-belah piring gelas, peralatan dapur, kain-kain batik tulis puluhan lembar, dan banyak lagi.
Seringnya barang-barang tersebut diperoleh pemiliknya melalui perjuangan tidak ringan dan diceritakan ke anak-cucu. Sehingga barang tersebut kan precious banget bagi pemiliknya.
Kemudian hari sang pemilik wafat, apakah pewaris lalu juga menganggapnya precious juga.
Hum…nanti dulu…
Bicara realitas saja sih. Memorabilia kan bagi yang ingin mengenangnya.
Bagi saya, memorabilia tidak harus keep si barang tersebut.
Akhir-akhir ini saya merasa rumah saya sarat barang. Sekian tahun menikah banyak barang terkumpul ditambah lagi mewarisi barang-barang tinggalan orang tua dan mertua. Pelan-pelan saya sudah menawarkan atau menghibahkan barang-barang tersebut. Tapi kok rumah tetap penuh yah…
Padahal beres-beres rumah ala Marie Kondo sudah dicoba dipraktekkan nih…LOL…
Mewariskan Blog
Blog ibaratnya rumah maya, bisa diperjuangkan sehingga blog tersebut menghasilkan. Di antara kami sesama bloger sering terucap, bahwa akan mewariskan blog tersebut ke anaknya, mungkin cucunya.
Saya yang sudah ngeblog sekian tahun masih terseok-seok sih soal penghasilan dari blog. Blog-blog saya memang sudah menghasilkan, tapi jujur saja masih receh-receh. Belum yang jutaan per bulan sehingga bisa menjadi penghasilan.
Selain itu blog juga ada niche dan nama blog yang melekat erat dengan pribadi atau bahasa kerennya personal branding. Taelaaa…
Sekarang ini saya baru punya 3 blog berdomain dan beberapa blog gratisan. Ternyata ya, update blog tuh pekerjaan tersendiri di antara waktu mengajar maupun urusan rumah tangga.
Tak heran ada yang memang akhirnya melepaskan pekerjaan sebelumnya untuk serius ngeblog dan membuat blog sebagai sumber penghasilan. Bloger seperti itu memang keren dan pastinya akan mengelola blog-blognya secara profesional ibaratnya mengelola perusahaan.
Saya belum pernah tanya ke keluarga, mau tidak mereka mewarisi blog saya? Dengan segala kerepotan harus membayar domain, membayar sewa hosting, update artikel, saya kok tidak yakin mereka mau melakukan itu semua.
Ngeblog tuh harus ada passionnya untuk ngeblog.
Anak-anak saya ada dua sudah dewasa dan saya lihat passionnya bukan ngeblog.
Bidang keilmuan pendidikan mereka tidak ada yang sama dengan saya. Seandainya mereka meneruskan blog saya, nichenya pasti beda.
Belum lagi nama domain melekat dengan nama pribadi saya, ya tidak mau lah mereka nebeng nama ibunya.
Harusnya sejak awal membuat nama blog yang bukan nama pribadi kalik ya… Haha…
Bisa juga bareng-bareng bikin blognya, lalu nulisnya gantian, bisa deh blog jadi warisan.
Kayak teman saya yang dokter suami-istri, anaknya jadi dokter juga. Si Istri yang dokter spesialis kulit, buka klinik kecantikan, anaknya yang dokter juga tersebut jadi dokter spesialis bedah plastik. Baru saja kemarin, teman saya cerita, anaknya sekarang sudah terlibat di klinik ibunya. Top kalau itu mah…
Nah…kalau blog? Hum…
Penutup
Artikel ini artikel curcol saja sih. Makanya ditulis hanya dalam waktu 30 menit.
Artikel curcol nulisnya kan cepet banget mengalir. Seperti kata teman saya, free writing. Tak ada terpikir SEO, keyword, CPC, dan lain-lain.
Intinya melalui tulisan ini, saya tidak ingin mewarisi sesuatu yang menjadi beban bagi turunan saya. Selama saya hidup ya blog-blog saya diusahakan tetap update dan menghasilkan (untuk saya…).
Perkara anak-cucu, biarlah mereka menggali potensi diri mereka sendiri. Mau jalannya ke mana ya, saya kan hanya mengawal saja. Buat saya ya, blog saya bukan untuk warisan ke anak cucu.
Bagaimana dengan teman-teman? Punya cita-cita mewariskan blog ke anak-cucu?
Sekian curcol hari ini…