Bertahan Happy Setelah Pensiun

hani

Suami pensiun awal tahun ini sedangkan saya menyusul akan pensiun awal Mei tahun depan. Beberapa bulan sebelum pensiun saya kerap bertanya ke suami, apa yang akan dilakukan setelah pensiun. Dengan nada kurang senang suami menjawab, tidak tahu.
Alhamdulillah, menjelang sebulan menjelang pensiun, suami masih diminta melanjutkan mengajar di kampus yang selama ini tempat mencari rizki. Hanya statusnya berubah menjadi dosen kontrak bukan lagi dosen tetap.

Sebetulnya suami itu punya beberapa hobi, saya pernah menuliskan di sini.
Antara lain berkebun, panahan, mendengarkan musik, atau mencari benda-benda yang akan diperbaiki. Tetapi rupanya beda antara hobi dan kegiatan rutin yang selama puluhan dilakukan.
Meninjau ulang kronologi profesi yang pernah dilakukan suami, dia pernah bekerja di perusahaan pesawat terbang di Bandung selama hampir 20 tahun. Kemudian terkena gelombang dirumahkan yang menimpa hampir setengah dari karyawan perusahaan.

Jungkir balik menyisihkan dana untuk menempuh program magister dan dilanjutkan ke program doktoral, akhirnya kemudian suami menjadi dosen tetap di sebuah perguruan tinggi swasta.

Sedangkan saya sejak awal pekerja menjadi dosen ASN yang ditempatkan di perguruan tinggi swasta. Jadi tidak merasakan galaunya sebagai kepala keluarga yang dirumahkan, yang tadinya punya gaji tetap lalu hilang begitu saja.
Saya masih ingat ketika peristiwa karyawan dirumahkan tersebut, disiarkan di televisi, gerbang perusahaan digembok. Waktu itu suami berusia 47 tahun. Usia yang tidak muda lagi untuk mencari pekerjaan baru.
Praktis penghasilan keluarga dari gaji ASN saya dan sesekali suami mroyek.

Persiapan Untuk Bertahan

Setahun ini suami pensiun dan saya pun menjelang pensiun, kami kok akhir-akhir ini malah memikirkan langkah tidak ingin merepotkan anak-anak. Anak-anak memang sudah menikah dan mulai merintis karier serta menabung karena mereka semua freelancer. Sebagai freelancer praktis mereka tidak mendapatkan pensiun, harus menyiapkan sendiri dana pensiun.

Berikut berbagai persiapan yang kami lakukan untuk bertahan happy setelah pensiun. Lah maunya kan setelah pensiun tuh engga ada post power syndrom kan yah, lalu sakit gitu.

Hibah Buku

Buku-buku di rumah kami banyak banget. Ada buku anak yang sudah tidak dibaca lagi, karena anak-anak sudah dewasa. Buku-buku ilmu sejarah warisan bapak mertua dalam bahasa Belanda. Buku-buku arsitektur, buku piano, buku umum, dan buku lain-lain yang sudah tidak update, termasuk kamus-kamus berbagai bahasa.

Setelah menginformasikan ke Instagram story, ada saja teman-teman saya yang berminat akan buku-buku lawas kami tersebut.
Contohnya buku warisan bapak mertua tersebut, berkat jejaring pertemanan, akhirnya kami kirim ke Malang. Ada peminatan Cultural Studies di Universitas Brawijaya yang bersedia menampung buku-buku tersebut.

Saya selalu bilang ke suami, saya tidak mau membebani anak-anak dengan buku-buku saya yang membuat bingung anak-anak, ini buku-buku mau dikemanain? Saya malah menduga, ujung-ujungnya nanti buku tersebut diloakkan. Untuk menghindari hal tersebut, kan lebih baik dihibahkan yang memang berminat.

Merenovasi Rumah dan Beberes

Tahun lalu tabungan saya terkuras besar-besaran karena merenovasi rumah di lahan seluas 220 m persegi. Rumah lama yang kusen-kusennya dimakan rayap dan dindingnya lapuk kami bagi dua menjadi rumah kembar.
Pertimbangan saya, rumah kembar tersebut bisa dipakai ahli waris sampai puluhan tahun ke depan, karena memakai material baru yang lebih kuat.

Ada cita-cita saya lain adalah beres-beres rumah. Pengen gitu rumah yang kami tinggali lebih simpel dan tidak banyak barang.

Merapikan Aset

Aset kami tidak sampai milyaran lah ya. Ada beberapa tabungan, deposito, dan reksadana.
Nah, kami lalu mempelajari lagi reksadana yang pernah dibeli. Kami tuh ya cuma ikut-ikut beli reksadana sambil tidak punya ilmunya.
Itupun untuk mencari berapa nilainya, harus mencari password terlebih dahulu supaya bisa log in ke website manajemen investasi yang bersangkutan. Untung link website dan passwordnya kami catat.
Rencananya dijual-jualin saja reksadana tersebut lalu dikumpulkan dan dirapikan dalam satu pos.

Mencari Tahu Jaminan Kesehatan Bagi Pensiunan

Sebagai ASN dulu jaminan kesehatan namanya ASKES. Sejak BPJS diberlakukan bagi seluruh penduduk Indonesia, maka ASKES pun berubah menjadi BPJS juga.
Tidak ada perubahan tentang keikutsertaan asuransi kesehatan ini, karena kalau pensiunan ASN tetap dibayarkan premi BPJS-nya seumur hidup.

Nah, bagaimana dengan suami? Sekarang ini masih dibayarkan oleh institusi. Bagaimana misalnya sudah tidak menjadi dosen lagi? Siapa yang membayar premi BPJS-nya?
Sedangkan sebagai dosen perguruan tinggi swasta tidak ada pensiun bukan?
Lah, kalau bayar premi mandiri, bayarnya pakai apa?

Berhemat atau Mencari Penghasilan Lain?

Cita-cita saya sih, kalau saya memasuki usia pensiun, ya udah pensiun ya pensiun aja.
Tidak perlu ke kampus lagi wajib mengajar dan dibebani dengan penelitian, pengabdian kepada masyarakat, atau tugas-tugas kampus lainnya. Inginnya ya mengerjakan hobi atau apa saja yang bikin happy.

Ya kalau mencari uang melalui menulis artikel atau ngeblog, kan tidak berupa kewajiban.
Alhamdulillah kan kalau masih bisa berkarya.

Dua bulan terakhir ini saya malah mengubah mindset cenderung ke mode berhemat, daripada susah payah mencari penghasilan baru untuk mempertahankan gaya hidup.
Lagipula gaya hidup kami ya memang berhemat sih. Istilahnya, gaya hidup frugal.

Penutup

Sementara itu saja yang terbayang dan sudah dilaksanakan demi bertahan happy setelah pensiun. Utamanya sih tetap sehat dan melakukan kegiatan tanpa harus ngoyo. Mengerjakan hobi yang selama ini tertunda karena kesibukan mengajar dan tuntutan kewajiban di kampus yang makin hari makin berat. Bisa sesekali jalan-jalan bersama teman atau berdua saja dengan suami. Bisa sesekali jajan minuman kopi dingin kekinian yang ada di sekitar rumah. Bisa sesekali traktiran bersama anak-anak dan keluarganya. Pokoknya apa saja sih yang bikin happy, termasuk update blog serta tetaplah menulis walaupun 1 minggu 1 cerita.

Also Read

Bagikan:

hani

Halo, saya Tri Wahyu Handayani (Hani), tinggal di Bandung. Pemerhati arsitektur dan pelestarian bangunan, main piano, menjahit, dan jalan-jalan. Kontak ke bee.hani@gmail.com

Tags

Tinggalkan komentar

DMCA.com Protection Status