“Diundang si A mantu ga?”
Tidak jarang kita sering kepo bila ada yang menikah atau menikahkan, kita diundang atau tidak ke resepsi pernikahan tersebut.
Kemudian bila tidak diundang, kita baper, kenapa koq saya tidak diundang?
Padahal menentukan siapa saja yang akan diundang dan menyusunnya dalam list undangan perlu pemikiran yang lama. Utamanya jumlah yang diundang berkaitan sangat erat dengan jumlah biaya yang dibutuhkan.
Bagi calon pengantin dan keluarganya menghitung biaya pernikahan bisa membuat setres.
Memang sih, yang penting adalah akad nikah sesuai keyakinan kedua calon pengantin, kemudian tercatat dalam dokumen negara.
Sah!
Selain akad nikah yang utama tadi, urutan kedua adalah baju pengantin.
Zaman saya menikah, baju pengantin menjahitkan ke penjahit kebaya khusus penjahit kebaya pengantin.
Coba, penjahit kebaya saja ada yang khusus penjahit kebaya pengantin.
Karena kami dari keluarga Jawa, begitu pula calon suami, maka pakaian adat Jawa yang dipilih menjadi pakaian “kebesaran”.
Zaman sekarang sudah lazim, pengantin menyewa saja baju-baju untuk acara khusus tersebut. Ada yang sewa perdana, maksudnya pihak penyewa membuatkan khusus untuk calon pengantin.
Nantinya baju tersebut tetap dimiliki oleh pihak penyewa. Keuntungannya ya, pengantin ini merupakan pemakai pertama.
Mungkin secara perasaan, baju pengantinnya bukan bekas pengantin lain sebelumnya.
Jamuan Makan di Pernikahan
Selanjutnya adalah jamuan makan.
Menilik kondisi masyarakat Indonesia yang beragam, penyelenggaraan resepsi pernikahan pun berbeda antara warga di kota kecil dan kota besar.
Pernikahan di kota kecil atau desa dengan pola kekerabatan yang guyup dan kental, biaya mungkin ditanggung bersama.
Kalaupun ada utang untuk biaya pernikahan, itu sudah biasa bagi sebagian masyarakat.
Bagaimana dengan pernikahan di kota besar?
Bukan rahasia lagi, hidup sehari-hari saja di kota besar biayanya mahal.
Apalagi menyelenggarakan pernikahan.
Kalau di desa, tetangga bisa memasak ramai-ramai untuk perhelatan salah satu warganya. Maka di kota menyerahkannya ke katering dan segalanya ada biaya. Hitungannya adalah per porsi per jenis makanan.
Nah, disinilah pusingnya.
Berapa orang yang akan diundang dan berapa jenis menu yang akan dihidangkan?
Padahal namanya orang Indonesia, seringkali yang datang tidak berdua saja, tetapi mengajak anak juga.
Undangan 100, berarti harus menyiapkan hidangan paling sedikit untuk 100X3, yaitu 300 orang.
Bagaimana dengan teman kantor? Undangan satu ditempel di papan pengumuman, maka yang datang bisa bersepuluh.
Undangan khusus mungkin hanya untuk pimpinan saja.
Belum lagi, sekarang zaman medsos, undangan dishare di FB.
Celaka tigabelas bila begini.
Seorang teman yang akan menikahkan putrinya diwanti-wanti oleh pihak katering, harus yakin dengan jumlah yang diundang.
Ibu pemilik katering menyoroti undangan yang dishare melalui FB, karena sulit menghitungnya. Katering juga tidak mau disalahkan bila hidangan habis, sementara para tamu belum semua selesai menyalami mempelai.
Jangan heran, sekarang banyak pasangan yang menikah dengan undangan terbatas karena harus berhitung dengan cermat pengeluaran mereka.
Bisa lingkup keluarga dekat saja, atau lingkup teman dekat saja, sesuai dengan keinginan mempelai.
Tetapi tidak sedikit orangtua yang salah tingkah dengan keputusan putra-putrinya untuk menikah dengan pesta yang lebih private.
Bila Tak Diundang ke Pernikahan
“Eh, baru mantu ya, meuni kitu, teu undang-undang”
“Kenapa ya ga undang-undang, jangan-jangan…”
Sebagian besar orangtua memang lebih risau apa kata orang, dan rela meminjam dana sana-sini daripada berpikir rasional dengan mengadakan walimahan yang terjangkau.
Seringkali kita sebagai temannya juga tidak mau mengerti malah sibuk bergosip dan menduga-duga kenapa, sih, koq tidak diundang.
Pastinya ada pertimbangan tertentu sebuah keluarga atau pasangan yang akan menikah memutuskan akan membuat walimahan seperti apa.
Pengalaman pribadi, kami telah menabung untuk persiapan menikah sejak anak kami SD. Pada kenyataannya dana yang terkumpul menjelang menikahkan, baru setengahnya dari biaya yang dibutuhkan.
Akhirnya dengan berat hati jumlah undangan memang harus dibatasi.
Sebagai teman bila mengetahui ada teman yang menikahkan sementara kita tidak diundang, maka:
DON’T
1. Share undangan di medsos
Reaksi saya bila membaca undangan di medsos ada dua.
Pertama, memang dishare sebagai undangan.
Kedua, sebagai pemberitahuan.
Bila teman saya tidak japri khusus, biasanya saya menganggap berita tersebut sebagai pemberitahuan bahwa dia akan menikahkan, jadi saya tidak datang.
Baru tadi pagi seorang teman (A) curhat, putranya akan menikah dan teman saya mendapat jatah undangan terbatas. Walaupun sudah lazim biaya pernikahan ditanggung bersama pihak perempuan dan pihak laki, tetapi porsi terbesar mengundang masih berada dipihak perempuan.
Tiba-tiba teman lain (B) share undangan pernikahan putra teman (A) tersebut di grup whatsapp.
Teman (A) terpaksa harus japri ke teman (B), bahwa dia tidak mengundang semua teman, karena mendapat jatah undangan terbatas.
Menurut saya, tidak pada tempatnya juga, teman (B) share undangan ke grup wa.
Bukan dia juga yang akan menikahkan.
Bersyukur saja, bahwa teman (B) diundang.
2. Memaksakan hadir
Ada hadis yang menyebutkan bahwa walimatul ursy cukup dengan menyembelih seekor kambing.
Artinya Rasulullah saw. sendiri mencontohkan untuk bertindak sederhana.
Pun kita tidak wajib hadir koq bila diundang walimahan.
Tetapi kita jangan hadir bila tidak diundang.
Kan tidak mau juga, kita disebut sebagai tamu tak diundang.
Memaksakan hadir, apalagi beramai-ramai bisa saja hidangan tidak cukup, walaupun belum tentu kita yang menghabiskan hidangan.
Hidangan yang habis sebelum waktunya seringkali membuat kekecewaan banyak pihak, dan bukan tidak mungkin mengundang omongan di belakang.
3. Gosip
Bergosip tidak ada gunanya. Sudah banyak kisah koq, bahwa calon penghuni neraka itu orang-orang yang ghibah atau bergosip.
Tidak ada gunanya menduga-duga bahwa pasangan itu menikah secara private karena sebab tertentu.
Tidak ada gunanya juga, menghitung hari lalu kepo, akan ada perubahan beberapa bulan kemudian atau tidak.
Stop it! Mind your own bussiness.
4. Baper
Dulu sekali, ibu saya pernah curhat, rupanya beliau lupa mengundang seorang teman ketika saya menikah. Temannya tersebut tahu dari orang lain bahwa orang tua saya mantu.
Ketika pada suatu hari teman tersebut bertemu dengan ibu saya, temannya tersebut menyatakan kekecewaannya tidak diundang.
Ibu saya curhat dan sedih berkepanjangan dituduh sengaja tidak mengundang.
Lupa ya lupa.
Zaman sekarang sih bukan lupa, tetapi memang sengaja tidak mengundang, karena dana terbatas.
Kalau sengaja tidak diundang ya sudah, tidak usah bawa perasaan (baper) bukan?
Hormati keluarga yang telah memutuskan mengundang terbatas.
Doa kita agar mereka menjadi pasangan yang sakinah mawaddah wa rahmah, artinya pasangan yang penuh ketentraman, saling mencintai dan penuh kasih sayang lebih berarti daripada kita nyinyir tidak berguna.
Jadilah teman sesungguhnya, yaitu mendoákan yang baik-baik.
#1minggu1cerita
diedit Bandung, 10 Februari 2020
Setuju bu! Sekarang banyak teman yang ngeshare undangan via FB, tanpa memikirkan keinginan sang pengundang. Padahal ya mana tahu memang terbatas ngundangnya, supaya semua tamu terjamu dengan baik.
Iya Mbak…Pernah ke kondangan yg amat penuh sampai makan berdiri pun masih senggol2an. Ruangan juga panas sekali. Ternyata, mempelai mengundang teman dari SD smp SMA via FB.
Mba Hani 🙂 aku malahan seneng ngga diundang di acara kawinan, nah loh beda lagi ya hehe, Karena males dandan nya milih baju nya, Belum lagi kalo se Belum menikah sll ditanya “Kapan Nyusul!!?” hehe
Salam kenal ya mba
Haha, udh nikah, ditanya anak brp? Saya aja masih ditanyain tuh…cucu udh berapa? Ga ada habisnya ya nanya2 kepo…Salam kenal lagi…Makasih sudah mampir…
Saya pernah gak diundang tapi orang tua saya diundang, mungkin teman saya kelewatan saat undang saya, selow aja sih.
Iya Mbak gpp. Mungkin juga, dianggap keluarga besar dng ortu, jadi undangannya satu. Saya juga begitu koq… ?
Saya akan merasa baper kalau tak diundang. Malah, saya akan merasa ada yang membuat hati ini tersakiti (halah lebay banget saya).
Haha…kirim ucapan selamat dan doa aja deh…
Aq kok malah seneng klo lupa gak diundang, Krn pada akhirnya gak perlu nyiapin kostum buat undangan dan juga isi amplopnya. Ada alasan gak tau klo ketemu orangnya
Toss deh…Apalagi kalau di Bandung, Sabtu malam undangan, harus menembus kemacetan deh…
Gak diundang bukan berarti gak dianggap teman atau famili. Bisa jadi karena budgetnya terbatas atau kehabisan undangan
Kalau teman yang akrab ya kayaknya wajib di undang. Kalau dekat tapi jauh ya sunnah. Kasihan kalau yang diundang di banyuwangi undangannya ke bandung. Hehehe
Nah iya…Berat di ongkos ya Yah…
Iya di transfer saja bun. Hihihi
Kalo saya termasuk orang yang gak mengundang trus pada protes hahahah. Karena emang gak gede-gedean nikahnya, seingat saya gak sampe 20 temen deket yang saya undang, itupun undangnya pribadi via whatsapp. Heheh
Woles aja yah. Yang penting sah dan di jalan yang benar…Semoga langgeng…
Wah sedikit banyak saya belajar tentang adat jawa di sini. Waktu saya menikah, soal undangan memang merepotkan. Apalagi saat adik saya menikah, hanya saya dan Mama yang mengantar undangan ke tetangga. Sayangnya beberapa tidak saya kenal dan beberapa lainnya orangnya tidak di rumah. Padahal saya sudah tanya sana-sini dan minta bantuan susun undangan sesuai jarak sama orang-orang. Saya tidak kenal karena saya memang orang rantau (sudah lama tidak tinggal di sana). Jadinya banyak undangan mubazir karena tidak sampai. Jaid lebih ketidaksengajaan juga, hehe
Nah, iya, saya pun begitu. Sejalan aja engga semua kenal lho. Apalagi yang kerja dan jarang di rumah…Yawda deh…
Sering baper bun kalau Ada yang nikah tapi nggak ngundang-ngundang. Terimakasih, habis baca tulisan ini jadi tercerahkan. Gak diundang? Cuek aja. Malah untung, nggak usah kasih amplopan. Wkwkwk.
Nah iya. Aku pun kalo ada undangan, sebelum berangkat ama suami pa tanya-tanya, siapa yg ngasih amplop. Wkwkwk…
Nggak diundang bukan berarti tak dianggap. Kerepotan pengantin & orang tua pengantin dari a-z itu sungguh melelahkan, setelah saya menikah dan pada baper karena tak diundang, saya beneran merasa bersalah. Padahal persiapan pernikahan kami tak ada 1 bulan dan tentu saja mereka mana ada yang mau tahu. Tahunya cuma terlupakan saja hahaha
Nah iya, komen-komennya suka bikin engga enak. Tapi engga lama kok. Paling sebulan dua bulan, udah itu sepi…
Aku malah sering males dateng ke kondangan mbak hihi, males mikir mau pake baju yang mana, dateng bareng siapa, ngado apa ngamplop ehehe. Malah seneng kalau gak diundang. Kalau diundang serasa punya kewajiban buat datang :D. Bener sih kalau dishare di medsos tanpa ngetag namaku biasanya kuanggap teman enggak mengundang, cuma memberitahukan. Kalau ditag atau undangannya disebar di grup WA khusus baru deh oke diundang bersama teman yang lainnya 🙂
Hahahah, bukannya baper tidak diundang ke pernikahan sie, malah bersyukur ga ngeluarin duit hahahah . Huss ga bole gitu ya nanti pas ku nikah ga adavyg datang wkwk. Bukannya sekarang malah mengundang via WA nya kak wkwk berarti dia dah tau yg mau diundang dong, ga mungkin kekurangan makanan tapi ada banyak juga tuh yg lakukan resepsi habis belum selesai acaranya huhuhu.
Nggak diundang? Santuy kalo saya… itung2 hemat uang sumbangan. Toh juga masalah dianggep teman atau nggak, masing2 udah punya inner circle yang setia 🙂
Betuul setuju banget jangan share undangan di medsos. Persepsi orang macam2 soalnya. Apalagi kalo share di grup, salah2 nanti banyak yg dateng melebihi kapasitas undangan, repot nanti kalo kateringnya ngga cukup.
Lah kebalikannya … lumayan kalau ga diundang.. jadi lebih punya banyak waktu bersama keluarga … atau melakukan hal yang saya suka… plus ga perlu ngeluarin amplop… hehehe..seringan..dapat undangan…meskipun kerabat jauh banget
Saya setuju mbak, walaupun yg menikah teman-teman dlu waktu saya masih SD/SMP pasti ada rasa baper karena tidak diundang
Tidak diundang ke acara nikahan yang digelar orang yang kita kenal, apalagi kenal dekat, itu memang menjengkelkan ya Mbak, tapi paling tidak kita bisa berbaik sangka dan menanyakan langsung kepada yang bersangkutan