Tantangan blogging Mamah Gajah Ngeblog bulan April kali ini tentang Landmark Kota dalam negeri dan luar negeri yang pernah dikunjungi atau ingin dikunjungi. Landmark Kota mana nih yang akan diangkat? Akhirnya memutuskan mengangkat Alun-alun Kota Banyuwangi dan sekitarnya saja, yang terletak di ibukota Kabupaten Banyuwangi, sebuah kabupaten di ujung timur pulau Jawa.
Belum banyak yang tahu ada apa saja di Banyuwangi tersebut yang sering mendapat julukan “The Sunrise of Java”, dikenal sebagai daerah yang panas.
Makna Landmark Kota
Zaman saya kuliah bahkan masih menjadi panduan untuk mengajar, ada bukunya Kevin Lynch berjudul The Image of the City yang menuliskan bahwa ada lima elemen penting sebuah kota. Elemen tersebut adalah paths, edges, districts, nodes, and landmarks.
Nah, landmark kota sering diterjemahkan sebagai penanda kota.
Penanda kota ini bisa berupa bangunan, ruang terbuka, taman, patung, monumen, menara, dan lain-lain. Misalnya Menara Eiffel merupakan landmark kota Paris. Kalau di Bandung, landmarknya ya Gedung Sate atau Alun-alun Bandung.
Sebenarnya landmark tidak selalu untuk kota, bisa juga area kecil di lingkungan rumah yang menjadi penanda untuk lokasi. Bahkan yang lebih luas, landmark bisa untuk kawasan. Misalnya Borobudur, rata-rata masyarakat sudah tahu ada di Jawa Tengah, Indonesia.
Alun-alun, merupakan ruang terbuka sebagai penanda kota yang menjadi ciri khas kota-kota di Indonesia. Apalagi dari sisi sejarah arsitektur kota, ada jejak alun-alun pra Kolonial dan alun-alun zaman Kolonial. Mungkin sama dengan di kota London ada Trafalgar Square atau Plaza di kota San Marco, Itali.
Ada Apa di Banyuwangi
Banyuwangi melekat dengan sejarah kerajaan bernama Blambangan yang memberontak terhadap kerajaan Majapahit. Di kemudian hari Majapahit pun runtuh dan beralih menjadi kerajaan Mataram kemudian Mataram Islam. Blambangan justru menjadi tempat persembunyian warga Majapahit yang enggan memeluk Islam sebelum menyeberang ke pulau Bali.
Nama Banyuwangi konon berasal dari sebuah mitos tentang istri Patih Sidopekso bernama Dewi Sri Tanjung yang terkenal cantik jelita. Kecantikannya sohor hingga ke telinga Sang Raja, Prabu Sulahkromo dan berusaha merayu Dewi Sri Tanjung, tetapi cintanya ditolak.
Sang Raja pun memfitnah sehingga Patih Sidopekso membunuh istrinya karena menduga istrinya selingkuh. Sebelum meninggal, sang Istri berpesan untuk membuang jasadnya ke sungai, bila berbau busuk maka dia bersalah, tetapi bila sang Istri benar, akan tercium bau wangi…
Ternyata tercium bau wangi. Maka daerah ini selanjutnya bernama Banyuwangi.
Alun-alun Kota Banyuwangi
Alun-alun kota di Indonesia dikelilingi bangunan-bangunan penting, misalnya keraton/rumah bupati/pemimpin daerah di selatan atau utara alun-alun, kemudian masjid di sebelah barat. Ketika kolonial masuk ke Indonesia, dibangun penjara disebelah utara dan kantor residen (kantor pemerintah Hindia Belanda) di sebelah timur.
Jejak tata letak seperti ini bisa dijumpai di alun-alun kota Bandung, Solo, Demak, dan beberapa kota lainnya.
Alun-alun bagi masyarakat Indonesia melekat menjadi ciri sebuah kota. Hampir semua kota di Indonesia mempunyai alun-alun untuk bersosialisasi, olahraga, atau sekadar jalan-jalan.
Kekhasan alun-alun kota Banyuwangi ada dua buah alun-alun yang bernama Taman Sri Tanjung dan Taman Blambangan. Dugaan bahwa ada dua buah alun-alun bisa ditelusuri dari peta kuno kota Banyuwangi tahun 1915, berupa kotak disilang yang dikelilingi jalan.
Lalu ada bangunan apa saja di sekitar ruang terbuka tersebut?
Di sekeliling Taman Sri Tanjung terdapat:
- Masjid Raya Baiturrahman di sebelah barat
- Pendopo Sabha Swagata Blambangan yang merupakan rumah Bupati Banyuwangi di sebelah utara
- Mall Pelayanan Publik Kabupaten Banyuwangi di sebelah timur, dulunya adalah penjara.
- Pasar Banyuwangi di sisi selatan lapangan
Di sekeliling Taman Blambangan terdapat:
- Kantor Pos Banyuwangi, sebelah barat
- Kantor Wakil Dagang Inggris-VOC zaman pemerintahan Hindia Belanda (Kampung Inggrisan), sebelah barat
- Hotel Blambangan, sebelah selatan. Hotel ini dulunya bernama Wisma Blambangan pernah dipakai menginap oleh Presiden pertama RI Ir Soekarno, kemudian direnovasi oleh arsitek Andra Matin.
Tentang Pendopo Sabha Swagata Blambangan
Di Banyuwangi sohor akan adanya suku Osing, konon adalah suku asli Banyuwangi yang merupakan keturunan orang Blambangan. Suku Osing mempunyai bahasa daerah yang berbeda dengan bahasa Jawa maupun Madura ataupun Bali.
Kuatnya karakter Osing dan Blambangan, membuat pemimpin daerah Bupati Abdullah Azwar Anas waktu itu membuat Peraturan Bupati tentang Arsitektur Osing di tahun 2019.
Pendopo Sabha Swagata Blambangan merupakan rumah dinas Bupati yang sudah ada sejak tahun 1771. Pendopo ini mengalami beberapa kali renovasi, boleh dibilang merupakan contoh dari penerapan PerBup Arsitektur Osing.
Kepedulian pemimpin daerah akan arsitektur yang kemudian dijadikan landmark sudah ada sejak zaman dahulu. Misalnya Colloseum dari era Romawi, sekarang merupakan landmark kota Roma, Itali. Begitu pula Presiden pertama RI, Ir. Soekarno. Di masa pemerintahannya dibangun Monumen Nasional, Gelora Bung Karno, hingga Masjid Istiqlal.
Di kawasan Pendopo ada beberapa bangunan yang merupakan hasil karya arsitek terkenal Indonesia untuk mendesain antara lain Renovasi Pendopo, Mushola, Guest House, Rumah Tradisional Osing.
Arsitek-arsitek yang terlibat adalah Adi Purnomo, Andra Matin, Yori Antar, Budi Pradono, dan Ahmad Djuhara.
Adi Purnomo mendesain Guest House di sisi kanan pendopo, di belakang Masjid, berbentuk bukit hijau dengan deretan kamar-kamar yang asri untuk tamu menginap. Walaupun kesannya guest house ini ada di bawah tanah, tetapi tetap ada pencayahaan dan ventilasi alam.
Sebetulnya ada gundukan bukit juga di sebelah kanan pendopo, yang berfungsi sebagai garasi dan daerah servis rumah dinas ini.
Sebuah mushola kayu tampak berdiri tegak di sebelah kiri Pendopo yang merupakan karya Andra Matin.
Selanjutnya di pojok belakang Pendopo terdapat Rumah Osing yang merupakan contoh rumah tradisional suku Osing.
Di halaman rumah tradisional terdapat sumur yang diberi nama sumur Sri Tanjung, mengambil nama dari tokoh legenda yang dipercaya masyarakat Banyuwangi hingga hari ini.
Penutup
Mengamati landmark kota dan arsitektur di sekelilingnya alun-alun kota Banyuwangi selalu menarik buat saya. Apalagi melalui artefak ini kita dapat mempelajari sejarah, kebijakan pemimpin daerah, upaya pelestarian, style arsitektur, dan banyak lagi.
Semangat pemimpin daerah Banyuwangi untuk mewujudkan wisata arsitektur patut diacungi jempol. Para arsitek pun bisa tetap terasah kreativitasnya dalam upaya mengangkat kekhasan suatu daerah.
Pemerintah Banyuwangi juga mewajibkan bangunan baru berskala besar untuk memasukkan unsur budaya lokal dalam arsitekturnya, seperti hotel hingga gedung perkantoran.
Upaya pelestarian dan renovasi bangunan pun diupayakan untuk menjadikan kota Banyuwangi semakin menarik.
Semoga bermanfaat.
guset housenya unik yaaa, mushola nya juga. auto pengen ke banyuwangi, hehehe. saya jadi ingat pelajaran di kuliah juga Teh tentang landmark. dosen saya menjelaskan dengan detail tentang ciri – ciri landmark sampai kami diajak fieldtrip ke alun-alun seantaro Bandung kota, hehehe. udah pasti sih kalo alun-alun tuh ada masjid, kantor pemerintahan, publik place seperti pasar dan dua pohon beringin. yang sedih, di alun alun Bandung, dua pohon beringin ini udah gak ada. kalo di ujungberung sih masih ada.
Ada satu hal yang selalu menarik buat saya ketika menemukan alun-alun sebuah kota. Selalu ada masjid besar / masjid raya dan kantor bupati di dekatnya. Banyuwangi adalah salah satu kota di Jawa Timur yang amat ingin saya kunjungi. Semoga ada kesempatan suatu saat.
Baru tahu tentang Osing ini. Begitu beragam ya suku atau ras di Indonesia, tidak hanya suku besar tapi suku-suku yang kurang “populer” pun sangat harus untuk diketahui dan dikenang. Jadi penasaran dengan kota ini, dan ingin kapan-kapan berkunjung ^^
Mbak, saya baru sadar kalau Sri Tanjung itu nama kereta Surabaya-Banyuwangi ternyata merupakan nama taman di Banyuwangi ya. Apa kabar saya nih warga Jawa Timur malah belum pernah ke Banyuwangi
Suasananya sangat indah dan hijau. Air mancurnya bikin pikiran tenang dan rileks. Cocok untuk healing ringan. Btw salfok sama musholla kayunya, unik dan klasik.
Wisata lokal pada Banyuwangi, sekilas membaca di atas, jadi tertarik juga untuk datang ke sana. Apalagi jika rumah-rumah budaya yang sudah lampau tetap dilestarikan seperti itu, menjadi ciri khas dan keunikan tersendiri. Sukses terus untuk wisata Banyuwangi ya!
Luar biasa Banyuwangi, makin ke sini makin mempercantik diri. Kelihatan sekali bahwa pemimpinnya total dan amanah dalam menjalankan tugasnya. Semoga istiqomah 🙂
Lengkap, Teh Hani, menuliskan landmark menarik Banyuwangi. Membaca legenda (atau mitos) asal-usul kota Banyuwangi bikin nyesek ya. Tanpa menyelidiki lebih lanjut, main bunuh istrinya saja. Tapi ya, jika begitu, Banyuwangi gak akan ada dong ya ehehe.
Terima kasih atas wawasannya. Teh Hani. Bagus sekali tulisannya 🙂
salut dengan pemerintah kota/kabupaten yang mau melestarikan bangunan-bangunan bersejarah.. ditengah-tengah pembangunan yang cepat ini, sangat riskan untuk bangunan2 tua tsb dirobohkan demi membangun bangunan2 baru..
Terima kasih bu Hani sudah ikutan tantangan Landmark bulan ini ❤️
Nice info Teh, apalagi buatku yang belum pernah ke Banyuwangi. Baru tahu juga soal suku Osing ini.
Wah, selalu kagum sama Banyuwangi.. Untuk bisa menghargai budaya perlu pemimpin yang berkarakter, nggak heran sekarang melejit nama daerahnya.
Bahasa suku Osing ini lebih ke jawa tengah atau jawa timur sih teh?
Unikkk…
Pernah ke banyuwangi, tp cuma ke baluran dan sekedar lewat mau nyebrang ke bali…
Pengen suatu hari nanti eksplorasi banyuwangi, nunggu balita agak gedean dulu
Banyuwangi emang kentak banget ya budayanya. Saya pertama tahu tentang suku Osing gara-gara lihat Fitri Carlina nyanyi.lagu bahasa osing di TV