Saya punya kartu kredit sebuah bank nasional. Tujuan saya waktu mendaftarkan untuk memiliki kartu kredit tersebut adalah untuk jaga-jaga, misalnya harus booking hotel, pesan tiket pesawat, harus beli sesuatu, dan lain-lain. Berbeda dengan kebanyakan orang yang memakai kartu kredit seperti bank berjalan untuk tarik tunai, hal ini tidak pernah saya lakukan. Begitu pula cara bayar yang dilakukan teman saya dengan pola 0 (nol) cicilan, tidak pernah saya lakukan juga. Saya selalu membayar lunas tagihan setiap selesai digunakan, tak pernah terlambat. Jadi saya hafal, tanggal berapa tagihan dan tanggal jatuh temponya. Biasanya tagihan dikirim via email per tanggal 26, sedangkan batas waktu bayar, tanggal 10 bulan berikutnya. Kayaknya saya parah dalam hal menggunakan kartu kredit, parah saking jarang dipakai. Berbekal pandemi yang belum tahu ujung akhirnya, maka saya memutuskan menutup kartu kredit saya. Ya kali engga pernah booking apa-apa juga selama hampir satu tahun ini. Parahnya lagi, di aplikasi M-banking ada tanda-tanda saya akan ditagih iuran tahunan. Oh NO…
Cari Informasi Menutup Kartu Kredit
Sudah banyak saya mendapatkan info bahwa nasabah yang akan menutup kartu kredit tuh tidak mudah. Pengalaman suami saya seperti itu juga. Pernah sudah menyatakan ditutup, eh, masih ditagih iuran tahunan. Lapor ke bank, dijawab oleh Teteh CS bahwa pusat perkartuan ada di Jakarta, padahal kami di Bandung. Waktu itu belum zaman media sosial, dan pengaduan belum semudah sekarang. Pokoknya mah rame lah, sampai harus kirim surat ke kantor pusat bank terkait di Jakarta dan isi suratnya disepidol merah pakai tanda seru…
Maka saya pun mencari informasi melalui internet. Ada penjelasan untuk telepon ke Call Center dan dilanjutkan datang ke kantor cabang. Entah ya, saya lebih suka bertemu orang daripada bicara via telepon. Maka keputusan saya, langsung ke kantor cabang terdekat saja. Toh, tinggal menyeberang jalan. Itung-itung, jalan pagi, olah raga.
5 Langkah Menutup Kartu Kredit
1 – Ke Kantor Cabang
Berbekal buku tabungan, kartu kredit, dan KTP, saya melangkah ke kantor cabang pembantu terdekat. Karena di website bank tersebut memang dijelaskan, pergi ke kantor cabang. Setelah ukur suhu di pintu masuk, ditanya oleh satpam, saya keperluannya apa. Mau menutup kartu kredit.
“Oh, kalau untuk penutupan, Ibu harus ke kantor yang di jalan Asia Afrika, di lantai 4. Di sini hanya untuk aplikasi permohonan kartu kredit,” begitu kata pak Satpam.
Lah, kenapa juga, di website tidak dijelaskan yak. Apa saya yang salah. Tidak faham antara kantor cabang pembantu dan kantor cabang.
Berbekal niat banged mau menutup, ya saya pulang lagi, dan siap berangkat ke kantor cabang, pusat, whatever, yang dimaksud.
2 – Ke Pusat Kartu (Card Center)
Pergilah saya berkendara ke alamat seperti kata pak Satpam. Seingat saya bank tersebut terletak di kanan jalan. Setelah parkir, naik tangga, cek suhu, ditanya lagi oleh Satpam, saya mau apa. Mau menutup kartu kredit.
“Oh, Bu,maaf, Ibu harus ke Card Center letaknya di seberang di samping bank BCA, di lantai 4,” begitu kata pas Satpam.
Astaga, kenapa tidak dijelaskan di website? Jadi harusnya di website dijelaskan, nasabah harus ke Card Center.
Maka saya pun turun tangga, menyeberang jalan, ke gedung seberang, naik lift ke lantai 4, jumpa Satpam lagi. Kali ini harus tandatangan pernyataan tidak dari luar negeri 14 hari ke belakang, dan tidak pernah kumpul-kumpul di zona merah pandemi.
3 – Siapkan Bukti Bayar
Setelah menunggu berapa saat di ruang tunggu, saya pun dipanggil oleh Teteh CS. Saya menyatakan maksud saya, dicek data-data seperti biasa. Alamat, tanggal lahir, nama ibu kandung, no ponsel, KTP, dan kartu kreditnya.
Bisa dimaklumi, pengecekan kartu kredit bertujuan mencek nasabah masih ada tunggakan yang belum dilunasi, cicilan, dan lain sebagainya. Seperti sudah diduga sebelumnya, saya tidak ada hutang, malah ada kelebihan bayar. Itulah akibat pandemi, saya malah sempat setor melalui ATM, karena salah membaca aplikasi M-banking.
Petugas menawarkan akan dikembalikan ke rekening saya dalam 7-14 hari kerja dan dipotong biaya administrasi. Atau…saya mau membelanjakan saja dulu kelebihan dana tersebut.
Tekad saya sudah bulat akan menutup ya, ditutup. Kalau masih mau belanja, lah, saya kan harus kembali lagi ke bank ini untuk upacara menutup.
Ternyata proses pengembalian kelebihan dana tersebut tidak serta merta.
Petugas masih menanyakan apakah saya punya bukti setor pembayaran dan bukti pembelanjaan terakhir. Tidak punyalah saya. Mana ada saya menyimpan strok-strok pembayaran?
Petugas menyarankan saya mencetak buku tabungan saya.
4 – Cetak Buku Bank
Saya sampaikan ke petugas bahwa bukti bayar selalu dilakukan melalui ATM, tapi tak punya stroke ATM nya. Mungkin bagi teman-teman saya ribet amat ya, tidak mengatur pembayaran melalui M-banking atau setting auto debet. Memang sengaja sih, supaya saya tidak gampang beli-beli.
Ternyata oh ternyata, cetak buku tidak bisa dilakukan di Card Center ini. Saya harus balik lagi ke bank semula yang sebelumnya salah masuk itu. Ya kali mosok saya harus wira-wiri turun-nyebrang-naik-turun-dan seterusnya lagi.
Naik pitamlah saya. REPOT.
Apakah tidak ada cara mempermudah? Hari gini, katanya digital, mosok masih harus jalan kaki ke sana ke sini.
Alasan CS, sistemnya beda antara Card Center dan kantor bank cabang.
Petugas menawarkan untuk blokir dulu saja kartu kredit, nanti kapan-kapan bila saya sudah cetak buku bank, baru diproses penutupan kartu kreditnya.
Lah…
Saya menanyakan, bisa tidak melalui aplikasi saja di ponsel? Kan ada rekaman debit-kredit sebuah rekening di aplikasi.
Akhirnya memang petugas menyetujui saran saya, yaitu SS bukti pembayaran kartu kredit di bulan-bulan yang diinfokan petugas.
Hasil SS tersebut kemudian diemail ke CS.
5 – Isi Formulir dan Gunting Kartu
Setelah bukti-bukti SS diprint oleh petugas, saya pun disodori formulir pengajuan penutupan kartu kredit yang harus ditandatangani, bahwa memang saya menutup kartu kredit karena tidak dipakai lagi.
Petugas menawarkan menggunting kartu.
OK.
Langkah selanjutnya saya tinggal menunggu dana kelebihan bayar kartu kredit ditransfer kembali.
Kesimpulan
Nah, teman-teman, demikianlah pengalaman saya ketika menutup kartu kredit baru-baru ini. Tentang review kartu kredit memang saya tidak memanfaatkan iming-iming yang sering ditawarkan pada pengguna kartu kredit. Tidak pernah menggunakan reward, diskon, metode pembayaran cara cicilan, dan lain-lain. Cara pikir saya, bila ingin menggunakan kartu kredit untuk membeli barang, saya harus yakin bahwa dana cukup. Saya menggunakan kartu, karena saat itu tidak membawa uang tunainya. Menurut saya sangat salah, menggunakan kartu untuk beli-beli dulu, bayarnya gimana nanti. Pengalaman teman-teman saya, memanfaatkan iming-iming cicilan 0 (nol) persen ternyata juga berujung bunga berbunga. Kartu kredit adalah kartu hutang. Mindset kita dalam pengelolaan keuangan keluarga, kartu kredit bukan bagian dari manajemen keuangan. Itu sebabnya sejak awal, bagi saya kartu kredit merupakan kartu darurat saja, tempatnya pun bukan di dompet.
Apakah saya akan mengajukan lagi kartu kredit di masa yang akan datang? Sepertinya tidak.
Di luar negeri juga setahu saya, kartu debit bank nasional terpercaya juga bisa dipakai untuk belanja, kok. Minimal bisa dipakai tarik tunai di ATM negara setempat. Kartu debit malah lebih meyakinkan menurut saya, karena jelas ada dananya, dan kita tidak hutang. Kalau tidak ada dananya ya tidak beli. Dah gitu aja…
Sekian dulu deh. Panjang kalau artikel berbau curhat.
Semoga bermanfaat.
Entah kenapa, saya sangat tidak suka dengan kartu kredit. Suami juga sama. Kami berusaha tidak bersentuhan dengan kartu kredit, meskipun banyak orang sudah merasakan manfaatnya. Saya pikir, pilihan saya ini aman untuk menjaga agar tidak kalap saat banyak tawaran belanja datang. Daripada terjebak pada pembayaran yg tak perlu, lebih baik menghindari saja. Menghindari keburukan lebih baik daripada mengambil manfaat.
Saya sependapat dng mbak Hani. Menghindari keburukan lebih baik daripada mengambil manfaat.
Pernah mengalami ribetnya tutup kartu kredit juga. That the last time, tak mau lagi berurusan dengan kartu kredit. Puyeung rasanya harus Bolak-balik kaya gitu.
Dulu saat masih aktif di dunia marketing karena sering ada acara entertain dadakan maka harus bawa kartu kredit agar tidak menggunakan atau mengacaukan kas negara (hehe..) sebab butuh waktu 1 minggu bagi perusahaan saya menggantinya. Tapi setelah resign dari perkerjaan maka saya udah gak pake kartu kredit lagi.
Ya Allah, Bun, aku kok ikutan kezel saat Bunda disuruh pindah-pindah. Info di website sepertinya kurang jelas berarti ya. Kasihan nasabah harus pindah-pindah begitu. Selamat, Bun, udah nggak make kartu kredit lagi. Hihihi … sama kayak saya dan suami. Kalau ada duitnya ya beli, kalau duitnya belum ada, sabar tunggu ada duitnya. Hehehe …
Wah segitu repotnya ya bun untuk tutup kartu. Sebagai mantan preman CC aku paham gemesnya bunda hihihi..
Tapi kebetulan akutu gak pernah sampe seribet ini nutup kartu bun. Malah aku biasa cmn tlp ke call center, tutup kartu by phone dan tinggal gunting kartu trus buang. Hampir ga pernah seingatku dtg ke bank utk tutup kartu. Kalo untuk komplen pernah, tapi itu urusan banking, bukan kartu.
Tapi aku mmg selalu bayar-bayar semua CC dan tagihan lain lwt mbanking, internet bankin dan sms banking. Jadi jarang banget ke ATM. So, emang hampir gak pernah mitap sama mba CS.
Eniwe pakai CC atau DC semua tergantung pribadi masing-masing sih ya. Aku sendiri masih pake dua-duanya. Denger-denger kalo mau ke LN hrs punya CC sbg salah satu syaratnya. Hahahaha pdhl blm tau jg kapan mau ke LN.
Saya belum pernah punya kartu kredit, Bun. Takut kalau punya utang banyak, jadi sepakat dengan suami untuk gak punya kartu kredit.
Baca pengalaman Bunda, meni riweuh ya, kalau mau nutup kartu kredit. Prosedur di badan keuangan seperti itu bikin malesin.
Alhamdulillah sekarang udah bisa menutup kartu kreditnya ya…
waduh lumayan juga ya proses untuk menutup kartu kredit ini. Hmm, suami saya kebetulan nggak tertarik sama KK, jadinya saya juga ngikut aja. Makanya sampe sekarang nggak pernah punya KK. Saya ikutan senang akhirnya mbak Hani bs menutup KKnya, udah deh tenang nggak punya kartu hutang hehe 🙂 Suka kok artikel curhat gini, lebih panjang juga gpp 🙂
Gimana gak kesel ya mba, kartunya digunakan nggak tapi iuran tahunan nya tetap berjalan, kalau sudah gini siapa yang patut disalahkan.
Apalagi ada beberapa orang mengalami kesusahan saat mengurus kartu mereka seperti mba contohnya.