Salam teman-teman,
Kali ini saya menulis tentang Wedding & Marriage.
Ketika seorang perempuan menikah, mungkin akan takjub dengan kondisi diri sendiri. Bagaimana takdir menghadirkan seorang suami, boleh dibilang adalah orang lain, dalam kehidupan kita. Di hari-hari ke depan sosok suami ini mungkin menggantungkan seluruh hidupnya pada sang Istri. Ternyata ya, sebagai seorang istri, kita harus sangat hati-hati menjaga perasaan belahan jiwa tersebut. Masih ingat kan, iklan “Mulutmu Harimaumu”?. Jangan biarkan hal-hal kecil yang secara tak sadar diucapkan akan menyakiti hati suami. Sebagai istri kita harus bisa menjaga hati suami agar pernikahan tetap awet.
Berikut 5 langkah menjaga perasaan sang Suami:
Hidup di luar kemampuan
Ibu mertua saya menasihati bahwa berapapun yang diberikan suami ke istri, harus dibarengi dengan ucapan terimakasih dan rasa syukur. Ternyata nasihat ini sangat ampuh. Coba bayangkan, bila sang Istri menganggap pemberian suami selalu kurang. Kita terlalu mengharap apa-apa ada dari suami, bukan apa adanya. Padahal suami telah berjuang dengan segala daya upaya membahagiakan kita, sebagai istrinya.
Dengan ucapan terimakasih, suami akan semakin menyayangi istri, dan menambah semangatnya untuk mencara rizki. Lagipula, banyak cara, kok, untuk menambah uang belanja bila dirasa kurang.
Terlalu banyak komplen
Kita sebagai istri, mungkin hari ini kesal ke tetangga yang parkir sembarangan di depan pagar rumah. Kesal dengan wajah yang berminyak, atau blender yang tiba-tiba macet. Kemudian kesal karena cabe rawit mahal, dan rumah berantakan tak berkesudahan.
Jangan semua diceritakan dan ngomel panjang-pendek ke suami, ya!
Bayangkan, suami pulang kantor lalu diberondong dengan celotehan negatif istri. Hal-hal negatif ternyata sangat menguras energi. Di sisi lain, para suami baik hati itu, sangat ingin istrinya bahagia. Maka bila istri ngomel-ngomel terus, suami akan patah hati karena tidak bisa membahagiakan sang Istri. Sesekali boleh, sih, kesal. Tapi jangan terus-terusan!
Mementingkan hal lain selain suami
Seorang istri ketika kemudian menjadi ibu, mungkin secara tak sadar lebih mementingkan anak-anak. Bisa saja, lebih mementingkan keluarga sendiri, teman-teman, karir dan potensi diri, dibandingkan kepentingan suami.
Bila seorang istri melakukannya terus menerus sepanjang hari, maka dalam jangka panjang menghancurkan harga diri suami. Cobalah introspeksi, dan saling menghargai satu sama lain. Letakkan kepentingan suami di atas yang lain.
Sepertinya kontradiksi, ya. “Kan anak-anak di atas segalanya”.
Tahukah Bu-ibu, anak-anak justru senang bila Papa-Mamanya mempunyai ikatan perkawinan yang kuat. Begitu banyak pasangan bercerai akhir-akhir ini, karena ternyata mereka lalai untuk peduli dan saling mencintai satu sama lain terlebih dahulu.
Dengan saling menghargai satu sama lain, sebuah pasangan akan menemukan banyak hal-hal positif.
Menolak keintiman
Suami sebagai laki-laki normal mengharapkan hubungan fisik sebagai tanda kasih sayang kepadanya. Sex merupakan salah satu bentuk sakral menunjukkan kasih sayang dalam sebuah pernikahan. Seorang istri pasti mengharapkan bahwa suaminya menganggap dialah sebagai satu-satunya perempuan di dunia, dan hanya berhubungan secara intim dengan dirinya.
Hati-hati menolak keintiman dengan suami. Walaupun sedang tidak mood, usahakan tetap melayaninya selagi bisa.
Tidak terus terang
Bedanya antara perempuan dan laki-laki dalam berkomunikasi adalah, perempuan dianggap sering berbelit-belit. Sedangkan suami mempunyai gaya komunikasi terus terang.
Nah, bila ada masalah atau uneg-uneg, cobalah sampaikan apa adanya dengan terus terang. Jangan memasang muka cemberut. Dan ketika ditanya oleh sang Suami, dijawab, enggak apa-apa. Sambil sang Istri mengharap, suaminya akan menduga-duga apa sih yang membuat istrinya galau.
Bercuma buang-buang waktu saja.
Itulah beberapa tips untuk menjaga hati suami agar pernikahan tetap awet. Suami yang riang akan semangat mendampingi istrinya sampai akhir zaman.
Bandung, 14 Maret 2019
Setuju, makasih sharingnya mba
Sama-sama Mbak…
Hal unik dari pernikahan adalah menyatukan segala hal yang berbeda untuk menyatukan segalanya. Pengalaman mengajarkan, sekian tahun belum menjadi jaminan, tetap menjadi istri pembelajar yaaa
Iya Mis. Apalagi yg udah puluhan tahun, semakin tua semakin sensitif. Sebagai istri malah jadi ngemong deh. Hehe…
Bener banget, Mbak. Jadi istri jangan hanya ingin dimengerti dan dipenuhi semua keinginannya. Tapi harus bisa juga menjaga hati suami. Dengan menghargai suami, pernikahan bakalan selalu adem ya, kan :))
Bener banget Teh. Saling mengisi sih…Makasih ya sudah mampir…
Noted banget ini…Meletakkan kepentingan suami di atas yang lain.
Seperti sekarang, meski luang, anak bisa ditinggal saya benar-benar usahakan saat suami pulang saya sudah di rumah. Maka kalau enggak terpaksa kalau ada event blogger selalu ngitung saya, pulangnya nanti sampai malam enggak dll
Kelihatan sepele tapi ternyata dia selalu kelihatan kecewa kalau saya belakangan pulangnya haha
Terima kasih sudah mengingatkan ya Mbak Hani.
Haha…samma kayak saya. Sekarang udah berdua aja di rumah. Suami berangkat, saya tutup pager. Udah itu saya berkegiatan, mau di rumah, ngajar, atau hang-out ama temen. Wkwkwk. Ntar suami pulang, saya udah di rumah. Kayak yg engga ke-mana². Hehe…
Setuju, Bunda. Penting sekali menjaga hati suami. Langkah-langkah yang perlu dilakukan, plus penting juga ditambah dengan doa. Karena setan selalu punya cara membuat hubungan suami-istri renggang.
Betul Mbak, doa sepanjang waktu untuk kelanggengan suami-istri
Hai Bunda, poin ke-3 aku masih agak rancu. Meletakkan kepentingan suami di atas segalanya. Hm… hihih soalnya persepsiku agak berbeda sih. Memang, kita harus melayani suami, tapi dia bukan segala-galanya. Mungkin akan ada saat-saat tertentu kita tidak bisa menempatkannya menjadi yang pertama, tapi.. dengan syarat semua dikomunikasikan.
Ah, ngapain yak saya malah menggurui orang tua wkwkw.. ampuuun Bunda.
ini hanya sekedar sharing saja. Poin-poin lain saya setuju pisan. nuhuun Bunda sayang..
Setuju aku, semua harus dikomunikasikan. Contohnya nih…baru aja td pagi suamiku cerita. Ada staf di kantor, suami-istri sekantor, beda bagian. Si Suami sering engga masuk, ngurus anak. Si Istri jadi Kepala Urusan. Lhah…gimana coba? Suamiku kebetulan atasan si Suami. Terpaksa mau dikirimi SP3 deh…
Kalau saya memang mendahulukan kepentingan suami diatas segalanya haha. Kalau dulu saya patuh sama orang tua, setelah menikah ya patuhnya sama suami. Hukum Islam sudah mengatur sedemikian mulia hubungan perempuan laki-laki yang terikat dalam akad nikah. Jika mengikuti aturan tersebut insyaallah keluarga akan bahagia hingga ke surga
Wahh cocok nih Bunda. Lagi banyak bowoh-an soalnya hihi.
Benar ya Bun, biarpun lelah. Kita mah harus tetap siap siaga melayani suami, hihi.
Makasih tipsnya bunda. 😘
Sebagai seorang suami juga harus mengerti apa yg dirasakan oleh sang istri. Pengalaman pribadi sy mbak. Secapai apapun sy bila istri mengoceh dan banyak komplain, sy akan mendengarkan sampai dia selesai ngomong. Krn sy sangat paham akan beban kerja yg diemban di rumah dari merapihkan, membersihkan seluruh rumah. Belum lagi menangani kenakalan anak dll. Makasih telah mengingatkan Mbak.
Sama-sama pa Abdul. Makasih sudah mampir…